4 Kebijakan Tajikistan yang Menindas Kaum Muslim, Pelarangan Jilbab hingga Nama Arab

Estimated read time 3 min read

DUSHANBE – Setidaknya ada 4 kebijakan di Tajikistan yang menindas umat Islam di negara tersebut. Belakangan ini banyak kontroversi mengenai pelarangan hijab.

Sekadar informasi, Tajikistan merupakan negara yang pernah menjadi bagian dari Uni Soviet. Saat ini diketahui mayoritas penduduknya menganut agama Islam.

Dalam pemerintahannya, Tajikistan dipimpin oleh Presiden Emomali Rahmon sejak tahun 1994.

Anehnya, meski mayoritas penduduknya beragama Islam, pemerintah negara ini banyak mengambil kebijakan yang dinilai menindas umat Islam. Ini adalah beberapa di antaranya.

Kebijakan Tajikistan yang menindas umat Islam

1. Larangan Jilbab

Salah satu kebijakan kontroversial yang belakangan menarik perhatian adalah larangan jilbab di Tajikistan.

Menurut EuroNews, pelarangan jilbab dianggap sebagai cerminan dari garis politik yang dianut oleh pemerintahan Presiden Emomali Rahmon.

Larangan berhijab masuk dalam undang-undang terkait serangkaian tindakan keagamaan yang digambarkan pemerintah sebagai upaya melindungi nilai-nilai budaya bangsa dan mencegah terorisme.

Kebijakan ini telah disetujui pekan lalu oleh majelis tinggi parlemen, Majlisi Milli. Tajikistan kemudian akan melarang pejabat mengenakan “pakaian asing”, termasuk hijab, atau jilbab, yang biasanya dikenakan oleh wanita Muslim.

Sebaliknya, pemerintah mendorong warganya untuk mengenakan pakaian nasional Tajikistan. Tanpa mitigasi, mereka yang tidak mematuhi akan didenda mulai dari 7.920 somoni Tajik (hampir 700 euro) untuk warga negara biasa hingga 57.600 somoni (sekitar 5.000 euro) jika mereka adalah tokoh agama.

2. Pembatasan praktik keagamaan

Pemerintah Tajikistan terus melakukan tindakan keras terhadap kebebasan beragama dengan tuduhan “ekstremisme”.

Menurut diplomat tersebut, penindasan agama di Tajikistan berdampak luas terhadap mayoritas penduduk Muslim Sunni dalam satu dekade terakhir.

Tidak puas dengan penutupan sekolah agama dan toko buku, mereka juga melarang pertemuan doa pribadi.

Setelah itu, pemerintah Tajikistan terus menerapkan pembatasan yang tidak pantas pada seluruh aspek praktik keagamaan, termasuk ibadah, perayaan, pendidikan, dan tradisi.

Mereka yang tidak menaati aturan harus siap menghadapi hukuman berat. Selain itu, meskipun pelanggaran kebebasan beragama di Tajikistan berdampak negatif terhadap semua kelompok agama, pelanggaran tersebut sering kali menyasar kelompok mayoritas Muslim Sunni Hanafi.

3. Jangan berjanggut

Meski tidak semua, ada sebagian umat Islam yang memanjangkan janggut hingga lebat dan panjang. Hal ini dikatakan berdasarkan nasehat Sunnah.

Namun, makna “Muslim berjanggut” lama kelamaan mendapat pandangan negatif. Beberapa orang percaya bahwa orang-orang ini terlibat dalam tindakan ekstremis.

Tajikistan sendiri telah mengambil tindakan keras terhadap umat Islam yang berani menumbuhkan janggut. Pada tahun 2016, Al Jazeera melaporkan bahwa polisi Tajik mencukur janggut panjang hampir 13.000 Muslim.

Sekali lagi dikatakan bahwa alasannya adalah upaya pemerintah untuk mengatasi tindakan “ekstremisme”.

4. Jangan menggunakan nama Arab

Pada bulan Januari 2016, anggota parlemen Tajikistan memutuskan untuk melarang nama asing yang terdengar “Arab”.

Mengutip Rferl, Menteri Kehakiman Rustam Shohmurod mengatakan nama asing telah menimbulkan perpecahan di masyarakat Tajik.

Pembatasan penamaan ini dimaksudkan untuk melawan tren yang berkembang di negara-negara Asia Tengah di mana orang tua sering memilih nama tradisional Arab dan Islam untuk bayi baru lahir.

Nama-nama tokoh Islam seperti Sumayah, Aisha dan Asiya paling populer di kalangan anak perempuan di Tajikistan. Sementara di antara anak-anak itu ada Muhammad, Yusuf, Abubakr dan lain-lain.

Berikut beberapa kebijakan Tajikistan yang menindas umat Islam di negara tersebut.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours