Bakteri Pemakan Daging Mewabah di Jepang, Kemenkes Pastikan Indonesia Aman

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan kekhawatiran masyarakat terhadap streptococcal toxic shock syndrome (STSS), bakteri pemakan daging yang saat ini menyebar di Jepang. Hingga saat ini, belum ada kasus STSS yang dilaporkan di Indonesia.

Hal ini dilaporkan oleh Kepala Departemen Komunikasi dan Utilitas Kementerian Kesehatan. Kota Nadia Tarmizi. Hingga saat ini, Kementerian Kesehatan terus memantau situasi melalui surveilans sentinel dan pengujian genom penyakit mirip influenza (ILI)-infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

“Sejauh ini belum ada laporan kasus bakteri pemakan daging di Indonesia,” kata dr. Kota Nadia Tarmizi dalam keterangan resmi terbaru.

Saat ini, Jepang diketahui sedang dilanda wabah Streptococcus Toxic Shock Syndrome (STSS) yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes Grup A, dan lebih dari 1.000 kasus bakteri pemakan daging ini menimbulkan kekhawatiran di seluruh dunia.

Bakteri ini dijuluki pemakan daging karena merusak kulit, lemak, dan jaringan otot di sekitarnya dalam waktu singkat. STSS ditularkan melalui inhalasi, droplet, atau tetesan air liur atau lendir.

Kasus STSS yang dilaporkan di Jepang biasanya muncul dengan gejala faringitis atau peradangan pada laring atau faring. Infeksi bakteri ini dapat menyebabkan sepsis dan kegagalan banyak organ pada pasien hingga berujung pada kematian.

Namun gejala STSS seringkali ringan sehingga penyebabnya masih belum jelas. Selain itu, kelainan ini dapat sembuh sendiri dalam waktu singkat.

Di sisi lain, Jepang telah melaporkan kasus bakteri pemakan daging ini ke sistem pelaporan pengawasan sejak tahun 1999, dengan 941 kasus tercatat pada tahun 2023 dan 977 kasus pada bulan Juni 2024.

Meski mengkhawatirkan, angka prevalensi STSS jauh lebih rendah dibandingkan Covid-19. Sebagai bentuk pencegahan, masyarakat diimbau untuk terus menerapkan pola hidup sehat.

Caranya adalah dengan memakai masker saat sakit dan biasakan mencuci tangan secara rutin. STSS diobati dengan antibiotik itu sendiri. Sejauh ini, belum ada vaksin khusus untuk mencegah infeksi bakteri ini.

“Yang terpenting saat ini adalah terus menerapkan kebiasaan baik yang dikembangkan selama pandemi Covid-19, seperti mencuci tangan pakai sabun dan memakai masker, untuk mengurangi penularan droplet pernapasan,” ujarnya.

Hingga saat ini, tidak ada pembatasan perjalanan terkait STSS ke atau dari Jepang. Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai peningkatan kasus iGAS atau streptokokus grup A invasif di Eropa pada Desember 2022, tidak ada rekomendasi untuk membatasi perjalanan ke negara-negara Eropa pada Desember 2022.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours