“DOL” memperkaya khazanah sastra nasional

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) DKI Jakarta Firmansyah Wahid mengungkapkan buku Kumpulan Puisi “DOL” karya Pengamat Budaya Betawi Yahya Andi Saputra memperkaya kekayaan sastra nasional.

Menurut Firmansyah dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu, keberadaan buku ini memperkaya khazanah sastra yang bermanfaat sebagai bagian literasi bagi masyarakat.

“Bang Yahya adalah seorang tokoh dan sastrawan Betawi yang turut berkontribusi dalam dunia pendidikan melalui profesinya sebagai dosen universitas,” ujarnya usai membuka bedah buku Kumpulan Puisi “DOL”.

Menurut Firmansyah, bedah buku tersebut merupakan bentuk apresiasi agar Yahya Andi Saputra dapat terus melahirkan dan melaksanakan proses dan ide kreatif, khususnya terkait sastra Betawi.

“Saya ingin budaya Betawi ini tetap bertahan dalam jangka panjang, ditulis dan dinikmati serta menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas,” ujarnya.

Ia pun berharap semakin banyak generasi muda Betawi yang mampu mengikuti jejak Yahya Andi Saputra sehingga perlu adanya rutinitas atau budaya dalam berinteraksi dengan tokoh budaya atau pelaku sastra.

“Kami berharap kedepannya khususnya generasi muda Betawi dapat berpartisipasi dalam budaya atau masyarakat yang menjadi bagian dari proses kreatif sastra ini,” ujarnya.

Sementara itu, Yahya Andi Saputra mengatakan, “DOL” secara harfiah berarti rusak atau di luar standar.

“Buku kumpulan puisi saya ini berisi tentang keprihatinan terhadap berbagai aspek kehidupan yang tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya,” ujarnya.

Buku, kata dia, menjadi ruang terbuka sebagai tempat atau teman berdiskusi. Artinya dalam hidup ini kita tidak boleh berhenti peduli terhadap kondisi sekitar kita, ujarnya.

Buku ini akan menjadi ruang ketiga karena literasi itu sangat penting. “Jadikan buku ini sebagai teman berdiskusi dan dialektika untuk masa depan yang lebih cerah,” kata Yahya.

Proses kreatif buku “DOL” merupakan kumpulan perasaan dan keprihatinan yang kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Karya ini merupakan buku kelima dari kumpulan puisi yang ditulisnya.

“Ada ide-ide dari abad 21. Tapi ada juga yang sesuai dengan kondisi yang ada dan langsung terlintas di pikiran dan bisa ditulis,” kata Yahya.

Yahya berharap banyak generasi muda khususnya Betawi yang bisa berinteraksi atau berkumpul untuk menambah pengetahuan dan cara pandangnya terhadap dunia sastra dan budaya. Oleh karena itu, Yahya memperbanyak jumlah pertemuan atau ruang diskusi langsung agar lebih intens dan penting.

“Saya sangat berharap orang tua juga memberikan dukungan. Saya berusaha memastikan generasi muda berada pada frekuensi kecemasan,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours