Bank Dunia revisi naik proyeksi ekonomi Indonesia jadi 5 persen

Estimated read time 2 min read

Jakarta (Antara) – Bank Dunia merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 menjadi 5 persen dari sebelumnya 4,9 persen.

“Ke depan, perekonomian diperkirakan akan memperoleh manfaat dari peningkatan belanja publik dan investasi, namun akan terkendala oleh memburuknya nilai tukar perdagangan,” kata ekonom senior Bank Dunia Wael Mansur mengenai laporan prospek perekonomian Indonesia edisi Juni 2024. Kepada media di Jakarta, Senin.

Bank Dunia juga merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 5,1 persen pada tahun 2025 dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,9 persen dan 5,1 persen pada tahun 2026.

Oleh karena itu, Bank Dunia dalam laporan terbarunya memperkirakan pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB) Indonesia akan mencapai rata-rata 5,1 persen pada periode 2024-2026, didukung oleh peningkatan belanja pemerintah.

Valle mengatakan konsumsi akan terus tumbuh untuk mendukung peningkatan belanja masyarakat seiring dengan penerapan program belanja sosial baru oleh pemerintahan mendatang.

Dengan peningkatan belanja sosial dan investasi publik, defisit fiskal diperkirakan akan tetap tinggi, namun dalam batas 3 persen.

“Posisi eksternal diperkirakan akan penuh tantangan karena lambatnya pemulihan perdagangan global dan tekanan keuangan,” katanya.

Selain itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan terus melebar hingga mencapai 1,6 persen PDB pada tahun 2026 karena rendahnya harga komoditas dan ketidakpastian global menghambat ekspor.

Prospek ini mempunyai beberapa risiko negatif. Suku bunga yang tinggi membebani biaya pinjaman dan memperketat akses terhadap pembiayaan eksternal, sehingga meningkatkan biaya pembayaran utang pemerintah.

Guncangan eksternal, seperti potensi peningkatan konflik bersenjata atau ketidakpastian geopolitik, dapat menyebabkan penurunan nilai tukar mata uang yang lebih tajam dari perkiraan, sehingga mengakibatkan penurunan pendapatan dan posisi fiskal yang lebih ketat.

“Posisi fiskal melemah karena belanja sosial meningkat dan rejeki nomplok komoditas menurun, sementara meningkatnya pembayaran utang membebani belanja pembangunan prioritas,” katanya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours