Industri Gaming Hadapi Kesenjangan Gender, Pengembang Game Wanita hanya 30%

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Industri game memiliki kesenjangan gender yang mencolok, sebagaimana disoroti oleh Gena Davis Institute of Gender in Media: hanya sekitar 30% pengembang game di seluruh dunia adalah perempuan, sementara hampir 50% gamer adalah perempuan. Kesenjangan ini menyoroti kebutuhan mendesak untuk meningkatkan inisiatif keberagaman di industri.

Perempuan mewakili hampir separuh pemain di pasar global: 46% pemain Amerika, 47% pemain Eropa, 48% pemain Australia, dan 37% pemain Asia. Meski mengalami tren peningkatan, masih terdapat kesenjangan gender di industri video game. Hal ini menunjukkan masih adanya tantangan dalam mencapai kesetaraan gender. Namun, statistik ini menegaskan bahwa perempuan akan memiliki peran dalam industri game di masa depan.

Animator game veteran Victoria Lijaya, dengan pengalaman tujuh tahun, berbagi perjalanannya di industri game saat belajar animasi komputer di California College of the Arts. Victoria tertarik pada industri ini karena kecintaannya pada kartun dan video game.

Ia juga menyadari bahwa masih ada hambatan bagi perempuan untuk memasuki dunia game, seperti stereotip gender, kurangnya keterwakilan, dan bias yang tidak disadari. Hambatan sosial ini dapat menciptakan lingkungan yang menyulitkan perempuan untuk menerima dan bersaing. Meski menghadapi tantangan tersebut, Victoria bertekad untuk terus melanjutkan karirnya di dunia game.

Victoria berbagi pengalamannya bekerja di video game positif, bekerja dengan wanita berbakat dari berbagai sektor dunia pengembangan video game.

“Kehadiran perempuan di berbagai lanskap pengembangan video game sangat menginspirasi. Saya berharap perempuan semakin mendapat pengakuan sehingga kedepannya bisa mendorong perempuan lain untuk tertarik berkarir di industri game,” ujarnya. pernyataannya, dilansir Kamis (6 Juni 2024).

Untuk mengatasi tantangan ini, Victoria percaya bahwa penting untuk menciptakan sistem atau komunitas pendukung bagi remaja putri yang tertarik pada game.

“Platform seperti ini akan menjadi sarana yang baik untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman belajar bersama. Selain itu, penyaluran beasiswa kepada perempuan di dunia game juga harus fokus pada peningkatan ketersediaan kesempatan pendidikan dan pelatihan,” tambahnya. .

Kontribusi Victoria terhadap industri ini terlihat dari karyanya dalam serial hit seperti Avatar: The Last Airbender, Teenage Mutant Ninja Turtles, Stranger Things, dan Transformers. Victoria juga pernah bekerja di studio ternama seperti Blizzard Entertainment dan Hasbro, Inc. Kisah Victoria adalah contoh dari banyaknya karakter wanita berbakat di industri video game. Dengan menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung, kami berharap di masa depan industri video game akan lebih terbuka terhadap kemungkinan munculnya talenta-talenta terbaik, tanpa memandang gender.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours