Malaysia Gabung BRICS, RI harus Ikut? Ini Kata Ekonom

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Pemerintah Malaysia resmi mengajukan permohonan bergabung dengan blok ekonomi BRICS. Permintaan tersebut langsung disampaikan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Anwar Ibrahim pada Minggu (28 Juli 2024).

Perdana Menteri Anwar mengatakan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov secara pribadi menyampaikan ambisi Malaysia untuk bergabung dengan BRICS selama kunjungannya ke pusat pemerintahan negara tetangga tersebut.

Dalam pernyataan resminya, Perdana Menteri Anwar mengatakan: “Malaysia, dalam kapasitasnya sebagai Ketua BRICS, telah mengirimkan permintaan kepada Rusia untuk bergabung dengan BRICS dan menyatakan niatnya untuk berpartisipasi sebagai anggota atau mitra strategis.

BRICS adalah blok ekonomi global yang terdiri dari Rusia, Brasil, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan. Agenda utama blok ini adalah mendorong rencana de-dolarisasi dengan mengutamakan mata uang lokal. Tujuannya adalah untuk mengurangi dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.

Lalu haruskah Indonesia mengikuti negara-negara senegaranya?

Banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa Indonesia akan lebih baik jika bergabung dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dibandingkan BRICS.

Piter Abdullah, pengamat ekonomi dan direktur eksekutif Segara Institute, yakin Indonesia akan lebih baik jika bergabung dengan Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) atau badan internasional mana pun yang bergerak di bidang ekonomi dan pembangunan.

Peter memandang OECD sebagai kelompok negara maju yang mempunyai kemampuan untuk lebih mendukung pembangunan Indonesia. Ia mengatakan, potensi kerja sama ekonomi yang digalakkan Indonesia dengan OECD akan memberikan dampak positif lainnya karena harus memenuhi standar negara maju.

“OECD itu penuh dengan negara-negara maju yang lebih mapan, kalau kita (Indonesia) bergabung dengan OECD, kita akan mengikuti aturan main negara-negara maju,” kata Piter kepada Sindonews. , Rabu (31 Juli 2024)

Peter menilai dibandingkan BRICS, Indonesia bergabung dengan OECD saja sudah cukup. BRICS adalah negara berkembang yang dibentuk pada tahun 2006 dan dikenal telah mendorong perubahan paradigma struktur kekuasaan global dari hierarki kekuasaan tradisional dan mengantarkan era baru multipolaritas di panggung dunia.

“Sebenarnya kita tidak harus bergabung dengan organisasi BRICS, tapi kita juga tidak boleh menjadi musuh organisasi tersebut. Kita harus menjalin hubungan yang baik dengan BRICS sebagai teman. Jadi kita tidak harus bergabung dengan BRICS. Berteman saja.” Petrus menjelaskan.

Ia juga menilai hubungan baik Indonesia dengan negara-negara BRICS karena Indonesia menjalin kemitraan dagang dengan negara-negara anggotanya. Namun Piter yakin bergabungnya BRICS justru akan membahayakan Indonesia.

Profesor Peter berkata: “BRICS adalah sekelompok negara yang mencoba memasuki perekonomian global. “Posisi mereka cenderung berlawanan dengan posisi negara maju seperti Rusia dan China,” ujarnya.

Bhima Yudhistira, Direktur Center for Economic and Legal Studies (Celios), yang bergabung dengan Piter, mengatakan belum ada urgensi bagi Indonesia untuk bergabung dengan BRICS karena beberapa alasan. Pertama, hubungan perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Tiongkok sangat erat.

Menurutnya, Indonesia kini perlu memperkuat hubungan perdagangan dan investasi dengan negara-negara maju.

“Bahkan tanpa bergabung dengan BRICS, Indonesia akan tetap dipandang sebagai mitra politik dan ekonomi strategis Tiongkok, sehingga OECD lebih cocok dibandingkan BRICS,” kata Bhima.

Kedua, banyak perjanjian kerja sama perdagangan dan keuangan yang ditandatangani antara Indonesia dan Tiongkok. Misalnya saja perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dan Tiongkok serta di sektor keuangan pembayaran mata uang lokal antara Yuan dan Rupiah.

Ketiga, Indonesia menjadi penerima pinjaman terbesar dari Belt and Road Initiative, terutama di era Jokowi, untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dan berbagai proyek hilir nikel.

Terakhir, secara geopolitik, keanggotaan Indonesia di BRICS memperumit posisi Indonesia dalam perimbangan pengaruh dengan negara-negara Barat, padahal kebijakan Indonesia bisa berjalan bebas, jelasnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours