Kepala Bapanas: Sinergi hulu-hilir bidang pangan kendalikan inflasi

Estimated read time 4 min read

Jakarta (ANTARA) – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan sinergi seluruh pihak di sektor pangan dari hulu hingga hilir menjadi bagian penting dalam pengendalian inflasi nasional.

Sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, ekosistem pangan nasional harus berkembang secara sinergis dari hulu hingga hilir, jadi ini merupakan kontribusi dan hasil gotong royong seluruh pelaku pangan yang ada, mulai dari pemerintah pusat dan daerah, kemudian BUMN. ” asosiasi BUMD,” kata Arief dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada Kamis (1/8) mencatat, terjadi penurunan inflasi variabel komponen pangan secara tahunan. Inflasi variabel bahan pangan akan didominasi oleh beras, cabai rawit, dan cabai merah mulai Juli 2024 sebesar 3,63 persen dibandingkan sebelumnya sebesar 5,96 persen.

Secara tahunan, laju inflasi variabel pangan pada Juli 2024 jauh lebih baik dibandingkan Maret 2024 yang sebesar 10,33 persen.

“Pergerakan inflasi volatil food sungguh mengkhawatirkan bagi kami.” Capaian Juli 2024 ini menunjukkan tingkat inflasi pangan sudah menurun dan terkendali karena masih berada pada kisaran sasaran 2,5 plus minus 1 persen. “Mengendalikan inflasi pangan yang tidak berkelanjutan adalah tugas kita di Badan Pangan Nasional,” ujarnya. Apakah dia.

Inflasi volatil food pada bulan Juli sebesar 3,63 persen tahun-ke-tahun mulai mendekati target inflasi pemerintah sebesar 2,5 persen plus atau minus 1 persen. Angka ini secara bertahap diturunkan dengan meningkatkan penawaran dan program intervensi di pasar.

“Khusus di bulan Maret, volatil food secara tahunan cukup tinggi, namun secara bulanan sangat baik. Kami optimistis inflasi pangan akan membaik ke depan,” ujarnya.

Jika dicermati secara bulanan, komponen inflasi yang berfluktuasi masih berupa deflasi. BPS mencatat angka deflasi sebesar 1,92 persen dengan partisipasi sebesar 0,32 persen. Makanan yang dominan adalah bawang merah, cabai merah, tomat, daging ayam ras, bawang putih dan telur ayam ras.

Tren deflasi bulanan yang berulang ini tidak serta merta menunjukkan adanya depresiasi daya beli masyarakat.

Arief pun mengaku sependapat dengan Plt Kepala BPS Amalia Adingar Vidyasanti yang mengatakan deflasi bukan satu-satunya indikator menurunnya daya beli masyarakat. Deflasi juga bisa terjadi karena pasokan cukup melimpah, namun permintaan tetap sama.

Misalnya kita melihat pergerakan inflasi beras, sejak April terjadi deflasi hingga 2,72 persen. Kemudian Mei juga mengalami deflasi sebesar 3,59 persen. Hal ini disebabkan produksi pada bulan-bulan tersebut berada pada level yang sama. Namun kebutuhan beras masyarakat biasanya sama, kata Arief.

Sehubungan dengan itu, menurut Kerangka Sampel Wilayah BPS, puncak produksi beras akan terjadi pada April 2024 sebesar 5,31 juta ton. Pada Mei 2024, produksi beras diproyeksikan sebesar 3,61 juta ton dan turun menjadi 2,06 juta ton pada Juni 2024.

Namun pada Juli hingga September 2024, produksi diperkirakan meningkat menjadi 2,18 juta ton, kemudian masing-masing menjadi 2,66 juta ton dan 2,96 juta ton.

Pada bulan Juli, beras kembali mengalami inflasi. Oleh karena itu, sangat tepat langkah Pemerintah untuk menyalurkan kembali bantuan pangan beras mulai awal Agustus ini.

Bulog juga mendapat tugas tambahan untuk menyerap 600.000 ton beras dalam negeri hingga akhir tahun, untuk memperkuat program intervensi yang akan terus dilakukan, kata Arief.

Selanjutnya, Pemerintah bersama Perum Bulog terus melaksanakan Program Stabilisasi Pasokan Pangan dan Harga Beras (SPHP). Hingga akhir Juli, realisasi SPHP beras mencapai 922 ribu ton dengan saluran penjualan pedagang, distributor, pemerintah daerah, BUMN dan lain-lain.

Selain itu, terdapat pula bantuan pangan untuk mengatasi keterlambatan tumbuh kembang yang ID FOOD wujudkan dalam bentuk paket sembako berupa daging ayam dan telur. Batas waktu penyelesaian program juga diperpanjang hingga Oktober.

“Hingga 29 Juli, paket sembako telah terdistribusi kepada 295 ribu penerima di wilayah Jabar. Jumlah ini mencapai 73,1 persen dari target penyaluran di Jabar yakni 403 ribu,” kata Arief.

Program andalan pemerintah lainnya adalah Gerakan Pangan Murah (GPM). Jumlah GPM mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun ini. Sejak Januari hingga awal Agustus, dilakukan sebanyak 6.116 kali di 477 kabupaten/kota.

“Capaian GPM pada semester I tahun 2024 melampaui capaian tahun sebelumnya sebanyak 1.591 kali lipat. Hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah untuk terus meningkatkan pasokan bahan pangan pokok yang benar-benar dapat diakses oleh masyarakat luas melalui operasi pasar murah,” kata Arief lagi.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours