Pemerintah Resmi Hapus Praktik Sunat Perempuan di Indonesia dengan Pertimbangan Ini

Estimated read time 2 min read

Jakarta – Pemerintah akhirnya resmi menghapuskan mutilasi alat kelamin perempuan. Kebijakan baru tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Ketentuan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

PP tersebut juga menyebutkan, keputusan penghapusan sunat perempuan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan reproduksi bayi, anak kecil, dan anak prasekolah.

Bagaimana sebenarnya sunat perempuan dimulai? Berikut ulasannya berdasarkan laman Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).

Di Indonesia Mutilasi alat kelamin perempuan sejak lama mempunyai kelebihan dan kekurangan. Untuk itu, Kementerian Kesehatan telah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 6 Tahun 2014 tentang pencabutan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014. . 1636/MENKES/PER/XII/2010 Tentang mutilasi alat kelamin perempuan

Sayangnya aturan ini masih dinilai “abu-abu”. Pasalnya, meski disebutkan penerapan tersebut tidak diindikasikan secara medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Namun keputusan tersebut masih memperbolehkan mutilasi alat kelamin perempuan.

Peraturan Kementerian Kesehatan menyebutkan masih banyak permintaan sunat perempuan di Indonesia saat ini. Oleh karena itu, Kementerian Kesehatan telah menetapkan syarat dan pedoman sunat perempuan untuk menjamin keselamatan dan kesehatan perempuan yang disunat, yaitu bukan mutilasi alat kelamin perempuan.

Namun ketentuan tersebut tidak menyebutkan penghapusan sunat perempuan. Jadi dihadapan Presiden Joko Dengan dihapuskannya UU tersebut baru-baru ini oleh Presiden Joko Widodo, nampaknya mutilasi alat kelamin perempuan masih lazim terjadi di masyarakat Indonesia.

Mutilasi alat kelamin perempuan, juga dikenal sebagai praktik mutilasi alat kelamin perempuan (FGMC) yang merugikan, masih dilakukan oleh keluarga di banyak daerah. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, persentase anak perempuan yang disunat secara nasional sangat tinggi. Angkanya mencapai 51,2 persen.

Kementerian PPPA sendiri telah mengambil langkah progresif untuk mendorong diakhirinya mutilasi alat kelamin perempuan. Mutilasi alat kelamin perempuan atau mutilasi alat kelamin anak perempuan, melalui pemotongan dan pencederaan, dianggap sebagai praktik berbahaya dan merupakan bentuk pelanggaran hak perempuan dan anak. Termasuk kekerasan seksual.

Tahun 2013 menandai tonggak sejarah dalam langkah Kementerian PPPA untuk mengkaji dampak sunat terhadap anak perempuan.

Sejak tahun 2016, Kementerian PPPA bersama UNFPA telah melakukan kegiatan dukungan dan kehumasan dalam pencegahan FGM/C, dilengkapi dengan penyusunan Peta Jalan dan Rencana Aksi tahun 2030 untuk mengurangi dan menghilangkan praktik P2GP di Indonesia

Mencegah dan menghilangkan mutilasi alat kelamin perempuan menghadapi banyak kendala. Dari sudut pandang agama Ada pula yang mengatakan bahwa sunat pada perempuan diyakini membawa kehormatan bagi perempuan (makarum), padahal secara medis jelas tidak bermanfaat bagi perempuan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours