Wangi kopi yang menyejahterakan petani Sirukam

Estimated read time 6 min read

PADANG (ANTARA) – Asap tipis mengepul dari biji kopi yang terus berputar di dalam wadah sangrai. Asapnya memiliki aroma kopi yang samar. Aroma yang menawan!

Tak lama kemudian, aroma kopi memenuhi ruang pengolahan kopi berukuran 5 x 5 meter di Nagari Silkham, Kecamatan Payung Sekaki, Kecamatan Sorok.

Bagi pecinta kopi, aromanya sangat menarik dan sulit ditolak. Rasanya ingin menggiling dan menikmati biji kopi segera setelah disangrai.

Namun, menurut Hendrio Putra, anggota Kelompok Usaha Kopi Perhutanan Sosial (KUPS) Aya Langan di Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sircam, kopi sangrai tidak bisa langsung digiling. Benih harus didiamkan selama beberapa jam agar karbon dioksida yang dikandungnya dapat hilang.

Beruntung di pabrik pengolahan kopi sudah memiliki biji kopi yang siap digiling. Kopi yang baru digiling menjadi lebih harum dan nikmat jika diseduh dengan air mendidih. Tidak diperlukan pemrosesan yang rumit. “Pukul saja” dia sesuai adat desa. Rasanya sungguh tak terlupakan. Apalagi jika meminumnya di ketinggian Bukit Barisan.

Udara sejuk, semilir angin sepoi-sepoi, hamparan sawah, siluet perbukitan dan Gunung Thalang yang menjulang tinggi membuat cita rasa kopi semakin nikmat.

Nagari Sirkam Kecamatan Payung Sekaki Kecamatan Sorok terletak pada ketinggian kurang lebih 600 hingga 1400 meter di atas permukaan laut. Rumah-rumah biasanya terletak di kaki bukit. Semakin tinggi Anda pergi, semakin sedikit rumah yang ada, digantikan oleh semak belukar, namun kawasan hutan masih terawat dengan baik.

Perkebunan kopi di Sirkam terbagi menjadi dua wilayah. Kopi yang mereka tanam mulai tahun 2016 atas dukungan Dinas Kehutanan Sumbar, dan kopi Silcum “asli” yang masyarakat sebut kopi Rondo.

Bantuan kopi dari Departemen Kehutanan kini membuahkan hasil. Untuk varian kopi Robusta ini, KUPS Kopi Aia Langang menerimanya dalam bentuk cherry beans. Atau biji kopi yang dipilih dengan cermat, matang sempurna, dan disortir.

Sebaliknya, Kopi Rondo dengan senang hati menerima biji kopi pelangi dan belum disortir. Ada yang sudah matang sempurna, ada pula yang masih muda.

Pohon kopi sirkum tersebar mulai dari kawasan pemukiman hingga kawasan hutan. Hampir seluruh warga (kebanyakan petani) menanam beberapa pohon kopi di kebunnya. Kopi terbanyak adalah Robusta yang dapat tumbuh pada ketinggian dibawah 800 meter di atas permukaan laut.

Masyarakat Silkum biasa menyebut tanaman kopi ini dengan sebutan kopi Rondo atau kopi belanda. Merupakan pohon kopi peninggalan sistem tanam paksa Belanda (cultuurstelsel) di wilayah Minang, termasuk Empat Puluh, lebih dari 1,5 abad yang lalu.

Sistem pertanian paksa mungkin efektif di wilayah Minan pada tahun 1847 setelah Perang Padri (Zulkarnain. https://www.researchgate.net/publication/330560140_SERBA-SERBI_TANAM_PAKSA).

Hendrio Putra, anggota Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Kopi (KUPS) Lembaga Pengelola Hutan (LPHN) Sirkham Nagari mengatakan, pohon kopi di Rondo memang sudah sangat tua. Diameter pohon kurang lebih 30 centimeter, pohonnya tinggi.

Tingginya pohon kopi membuat warga Sirkam kesulitan memilah buah dan buah yang sudah berwarna merah, dan buah yang hijau terbawa saat dipanen. Buah campuran disebut buah pelangi. Kopi Rondo dengan buah pelangi.

Dari segi kualitas, bibit buah pelangi memang tidak seindah namanya. Kualitasnya kalah dengan biji ceri pilihan. Jika diberi pilihan, KUPS Kopi LPHN Sirukam lebih memilih jika semua kopinya, termasuk kopi bubuk, dibuat dari buah ceri.

Meski demikian, pihaknya saat ini masih melakukan proses edukasi kepada masyarakat Sircam agar lebih sadar akan potensi daerahnya. Rondo Coffee merupakan salah satu fasilitas Silcam. Oleh karena itu, mereka tetap menerima buah kopi Rainbow Rondo untuk diolah menjadi bubuk kopi.

Awalnya kopi sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi. Masyarakat memanfaatkannya sebagai pohon peneduh. Namun sejak KUPS Kopi LPHN Sirukam dengan senang hati menerima biji kopi, meski dalam bentuk biji pelangi, masyarakat pun bersemangat untuk mengumpulkan biji kopi dari kebunnya sendiri.

Di pabrik pengolahan kopi yang dikelola KUPS Kopi Aia Langan, masyarakat hampir setiap hari mengirimkan biji kopi. Mengingat harga pasaran, harga per kgnya cukup tinggi. Saat harga sedang bagus seperti sekarang, satu kilogram biji kopi berharga Rp 10.000.

Biji kopi Rondo diproses sesuai standar yang telah ditetapkan, mulai dari pengeringan hingga penggilingan, sehingga menghasilkan produk kopi khas Silcum yang siap dijual.

Produk kopi tidak hanya dijual di Silkum, tetapi juga di toko-toko tradisional di Kota Soroca dan seluruh Kabupaten. Beberapa pedagang menjual produknya ke beberapa kota lain di Sumatera Barat.

Pohon kopi ala perkebunan Rondo bahkan lebih besar lagi, kata Hendrio. Meskipun belum ada survei formal yang dilakukan, luas wilayahnya diperkirakan sekitar 100 hektar.

Rata-rata, perkebunan kopi yang tersisa di Kulturstelsel terletak jauh di dalam hutan lindung, yang sebagian besar sudah tidak dikelola lagi.

Namun pada 12 Juli 2016, LPHN Sirkam mendapat izin pengelolaan perhutanan sosial berupa hak pengelolaan hutan di desa Nagari seluas 1.789,83 hektar. Kawasan hutan yang bisa dikelola juga mencakup perkebunan kopi Rondo.

Harapan untuk Perhutanan Sosial

Hak Kemanusiaan Hutan Nagari (HPHN) LPHN Sirukam merupakan angin segar yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui pemanfaatan lahan hutan dan hasil hutan non kayu.

Hendrio, anggota LPHN Sirkam, mengatakan sebagian besar masyarakat di wilayah tersebut bermatapencaharian dari pertanian. Sawah biasanya dipanen rata-rata dua kali dalam setahun. HPHN memungkinkan masyarakat memanfaatkan lahan hutan untuk mencari nafkah sehari-hari sambil menunggu panen.

Kopi merupakan salah satu produk andalan Silcam. Karena hampir setiap rumah mempunyai pohon kopi, penghasilan tambahan dari kopi cukup memenuhi dapur dengan asap sambil menunggu panen padi.

Industri kopi yang dijalankan oleh Sirkam KUPS Kopi Aia Langan juga mulai beroperasi meski dalam skala rumah tangga. Dukungan juga diberikan oleh Dinas Kehutanan Sumbar yang fokus pada program perhutanan sosial.

Dukungan tersebut dimulai dengan penetapan Hak Pengelolaan Hutan Nagari (HPHN), pemberian penyuluhan dan pendampingan benih kopi, serta dukungan peralatan pengolahan kopi seperti roaster dan grinder.

Direktur Jenderal Kehutanan Sumbar Yozalvardi mengatakan program perhutanan sosial terbukti memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat sekitar hutan, termasuk Sircam.

Pendapatan petani hutan Sumbar terus meningkat sejak tahun 2020, berdasarkan temuan Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar.

Pada tahun 2020, pendapatan petani hutan di Sumbar sebesar Rp 1.517.160. Angka tersebut diperkirakan akan meningkat signifikan menjadi Rp 2.319.511 pada tahun 2023. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pendapatan masyarakat miskin pedesaan yang sebesar Rp 525.005 per bulan per orang, menurut BPS.

Perhutanan sosial juga berdampak pada masyarakat sekitar hutan. Otomatis mereka ikut menjaga kelestarian hutan di lingkungannya karena merasa bahwa itu adalah miliknya.

Hingga tahun 2015, kejadian pembalakan liar di hutan Sircam masih relatif tinggi. Namun, sejak diterbitkannya HPHN dalam Rencana Perhutanan Sosial, pembalakan liar berangsur-angsur berkurang. Faktanya, pada tahun 2024 bisa dikatakan tidak akan ada lagi pembalakan liar di wilayah tersebut.

Saat ini terdapat empat Kelompok Usaha Sosial Kehutanan (SFBG) di kawasan HPHN Sirkham yang dikelola oleh Lembaga Pengelola Hutan Nagari (LPHN) Sirkham Nagari.

Keempat KUPS tersebut adalah kopi Aya Langan, peternakan lebah, kompos kayu balam dan KUPS ekowisata Batang Tabek.

KUPS berada di garda depan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar Hutan Sirkum dan menjadi garda perlindungan hutan.

Redaktur: Ahmad Zenal M.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours