Karakter Gen-Z di Era Digital, Miliki Perhatian Pendek tapi Peduli Isu Sosial

Estimated read time 3 min read

Lampung Utara – Generasi Z (Gen-Z) merupakan generasi yang lahir antara tahun 1997-2012, setelah Generasi Milenial dan sebelum Generasi Alpha. Mereka adalah generasi pertama yang lahir di era digital dan tumbuh dengan akses internet dan teknologi sejak dini. Gen-Z juga dikenal sebagai “Digital Native” dan “Zoomer”.

“Tumbuh dengan teknologi digital, Gen-Z diyakini sebagai generasi yang akrab dengan internet, media sosial, dan perangkat pintar. Selain itu, mereka melek teknologi, multitasking, memiliki rentang perhatian yang pendek namun peduli terhadap isu-isu sosial. Darmawati, pengawas SMA Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, mengatakan dalam keterangan resmi, Sabtu (24/8/2024) pada webinar literasi digital di Kabupaten Lampung Utara.

Mengusung tema “Pendidikan Karakter Gen-Z di Era Digital”, diskusi daring Kementerian Pendidikan dihadiri oleh siswa dan guru melalui Group Vision (NOBAR) yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI. (Kemkominfo) dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung.

Dharmavati mengatakan, salah satu tantangan pendidikan literasi adalah paparan teknologi di era digital. Paparan tersebut dapat berupa dampak positif dan negatif penggunaan teknologi, serta ketergantungan terhadap perangkat digital dan media sosial.

“Tantangan lainnya adalah adanya informasi berlebih yang mengharuskan seseorang memilah informasi yang benar dan bermanfaat. Lalu ada tantangan konten negatif dan penipuan serta risiko terpapar budaya instan. Budaya kepribadian yang berdampak instan melibatkan kesabaran, kerja keras kerja dan tanggung jawab,” jelas Darmawat.

Baca Juga: Lihat Tantangan Finansial Bagi Gen-Z!

Menurut Dharmavati, strategi pendidikan literasi Gen-Z merupakan pendekatan teknologi, dengan menggunakan media digital dan platform online sebagai alat pembelajaran literasi, serta edukasi mengenai jejak digital dan implikasinya. Selain itu, hal ini juga harus melibatkan orang tua dan guru, serta dukungan dari program sekolah.

“Peran orang tua dan guru adalah membimbing dan memantau penggunaan teknologi, menetapkan aturan penggunaan teknologi yang sehat di rumah dan di sekolah. Integrasi pendidikan literasi dalam kurikulum dan kegiatan ekstrakurikuler untuk lokakarya dan seminar digital itu etika,” pungkas Darmavati dihadapan para siswa yang mengikuti diskusi sekolahnya.

Beberapa sekolah antara lain SMPN 1 Tanjung Raja, SMPN 3 Tanjung Raja, SMPN 1 Abung Barat, SMPN 2 Abung Semuli, dan SMPN 1 Abung Selatan sedang melakukan sesi diskusi online di Kabupaten Lampung Utara dan sekitarnya.

Dari sudut pandang budaya digital, Latif Sidorjo, ketua program studi Sarjana Kewirausahaan Universitas Maarif Hashim, M. Adhi Prasnovo mengatakan Gen-Z perlu memahami multikulturalisme dan pluralisme yang memerlukan upaya pendidikan sejak kecil.

“Selain itu, perlu ditingkatkan kemampuan membangun komunikasi yang penuh perhatian atau komunikasi sadar yang dibangun berdasarkan prinsip kejujuran dan keikhlasan, serta komunikasi yang memanusiakan satu sama lain,” jelas M. Adhi Prasnowo.

Maithiana Indrasari, Sekretaris, Ketua Yayasan Pendidikan Cendekiawan, mengatakan Gen-Z harus mengetahui dan memahami hak dan tanggung jawabnya di dunia digital. “Melindungi hak atau nama baik orang lain. Menjaga keamanan nasional, ketertiban umum atau kesehatan dan moral masyarakat,” tegasnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours