Bappenas paparkan hasil identifikasi tantangan pembangunan Indonesia

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Scenaider Wakil Menteri Keuangan Pembangunan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Klasein Hasudungan Siahaan memaparkan hasil identifikasi tantangan pembangunan Indonesia.

Pertama, pendapatan yang dapat dibelanjakan masyarakat (disposable income) cenderung menurun, ujarnya dalam rapat kerja komite IV DPD RI dengan Bappenas, Jakarta, Senin.

Menurut BPS, pendapatan yang dapat dibelanjakan (disposable income) menentukan jumlah maksimum pendapatan (setelah dipotong pajak) yang dapat digunakan masyarakat untuk konsumsi. Hal inilah yang menjadi salah satu pertimbangan Bappenas dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025.

Selama tahun 2010-2023, persentase pendapatan penduduk yang dibelanjakan untuk konsumsi dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita akan mengalami penurunan. Meskipun pendapatan yang dapat dibelanjakan meningkat, nilai konsumsi riil relatif menurun.

Penurunan pendapatan riil didorong oleh tekanan inflasi akibat ketidakpastian global seperti COVID-19, perang antara Rusia dan Ukraina, perang dagang, dan kenaikan biaya hidup secara umum.

Mulai tahun 2023, porsi pendapatan disposabel per kapita terhadap produk domestik bruto akan menjadi 72,7 persen.

Selain itu, mayoritas penduduknya masih bekerja di sektor non-manufaktur. Pada Februari 2024, sebanyak 18,9 juta orang bekerja di sektor industri, 40,7 juta orang di sektor pertanian, 71,3 juta orang di sektor jasa, dan 11,3 juta orang di sektor lainnya.

Sekitar 36,8 juta penduduk Indonesia bekerja paruh waktu, 12,1 juta orang menganggur, dan 93,3 juta orang merupakan pekerja tetap.

Subsektor padat karya membayar di bawah rata-rata nasional (Rs 3,04 juta), termasuk Rp 2,95 juta, penyediaan air sebesar Rp 2,54 juta, pertanian sebesar Rp 2,24 juta, Rp 2,24 juta untuk minuman, dan Rp 1,74 juta untuk kegiatan jasa lainnya.

Ketiga, produktivitas Indonesia di semua sektor, terutama jasa dan industri, relatif rendah dibandingkan negara lain. Negara-negara berkembang seperti Jepang dan Korea Selatan mempunyai produktivitas yang tinggi pada industri dan sektor jasanya.

Oleh karena itu, hal ini juga perlu diperbaiki dan dibenahi dalam RKP tahun 2025. Kalau kita melihat produktivitas pertanian, kemudian produktivitas industri, dan produktivitas jasa, jauh lebih rendah dibandingkan negara lain, sehingga kita bisa mengatakan, “Upaya untuk mengatasi. Kompleksitas perekonomian Indonesia Kita harus bisa meningkatkan (indeks pembangunan ekonomi berbasis produk) sekaligus meningkatkan nilai tambah (added value) perekonomian kita,” ujarnya.

Pihaknya disebut telah menjabarkan beberapa strategi untuk mengatasi tantangan tersebut. Yang pertama adalah mengolah bahan mentah menjadi produk setengah jadi atau produk jadi, sehingga memperluas rantai produk, kemudian menggunakan pengetahuan yang ada untuk meningkatkan produktivitas guna menghasilkan produk baru, diversifikasi teknologi produk intensif inovasi dan menengah-tinggi. .

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours