Memperteguh ekonomi RI-Afrika melalui pemberdayaan UMKM

Estimated read time 6 min read

Badung (ANTARA) – Usaha kecil dan menengah (UMKM) berperan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia dan Afrika.

Bagaimana tidak, jumlah UMKM di Indonesia menurut data Kementerian Koperasi dan UKM akan mencapai 66 juta pada tahun 2023, menempati total sektor usaha sebanyak 99%.

Kontribusi UKM sebesar 61 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia atau setara Rp9.580 triliun. UMKM juga mempekerjakan sekitar 117 juta pekerja, atau 97% dari angkatan kerja negara. Faktanya, dari total 66 juta UMKM, 99% merupakan usaha kecil.

Kontribusi besar UKM terhadap pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja tidak hanya terjadi di Indonesia. Di Afrika setara dengan tiga koin.

International Finance Corporation of Africa mencatat bahwa UMKM menyumbang 90% dari seluruh bisnis di pasar Afrika dan merupakan sumber utama lapangan kerja.

Seperti Indonesia, UMKM di Afrika tetap tangguh setelah menghadapi krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat pandemi COVID-19, namun tetap optimis terhadap pertumbuhan di masa depan.

Meski berperan penting, UMKM, baik di Indonesia maupun di Afrika, menghadapi banyak tantangan. Di Indonesia, UMKM membutuhkan bantuan dalam menciptakan inovasi dan teknologi, peningkatan produktivitas, akses pasar dan pemasaran, perizinan, regulasi dan sertifikasi.

Uni Afrika juga menekankan bahwa UMKM di negara-negara Afrika juga memerlukan jembatan untuk mengatasi kesenjangan kredit, memperkuat kompleksitas penilaian, meningkatkan produktivitas melalui komputerisasi, mengadopsi dan beradaptasi dengan teknologi modern, dan pelatihan khusus untuk UMKM.

Pemberdayaan UMKM yang mendesak

Melihat besarnya kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia dan Afrika, maka sudah saatnya Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 yang berlangsung pada 1 hingga 3 September 2024 di Nusa, Dua, Badung, Bali, membahas mengenai upaya tersebut. untuk mendorong UKM.

Profesor Program Kewirausahaan di Dyson School, Cornell University, AS, Iwan Jaya Azis, saat berbicara pada konferensi IAF, mengamini bahwa UMKM telah berhasil menciptakan peluang kerja tetap bagi masyarakat di Indonesia pada sektor informal, termasuk swasta. Di sisi lain, ia tidak mampu mempekerjakan banyak pekerja yang menganggur.

Namun pertumbuhan produktivitas menjadi satu-satunya indikator keberlanjutan bisnis UKM. Ia mencontohkan, di negara-negara Asia dan Afrika, upaya penciptaan lapangan kerja dari sektor berpendapatan rendah ke sektor industri terhenti pada awal tahun 2000-an, sebagian besar pekerja kembali ke sektor industri.

“Kalau UMKM di Indonesia dan Afrika bisa untung, ini jawabannya di tahun-tahun mendatang. Jadi yang terpenting bukan menciptakan lapangan kerja atau menciptakan lapangan kerja, tapi bagaimana memperbanyak lapangan kerja,” ujarnya pada sesi kedua. dari IAF.

Sependapat dengan Iwan, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Kamdani menguraikan serangkaian tantangan yang harus diatasi oleh UMKM sebelum dapat meningkatkan produktivitas dan menjadi bisnis yang berkelanjutan.

Tantangan pertama adalah menyederhanakan prosesnya. Pemerintah baik di Indonesia maupun di Afrika berperan dalam memberikan regulasi yang diperlukan bagi pengembangan UMKM. Satu hal yang pasti, UMKM tidak bisa terbebani dengan perizinan yang berlebihan dan menghadapi banyak regulasi.

Alasannya sederhana: UMKM tidak bisa menjalankan usahanya sendiri, banyak yang tidak paham cara mencatat pembukuan keuangan. Akibatnya, jika terlalu banyak beban dan prosedur perizinan, maka UKM tidak akan mampu mengembangkan usahanya.

“Jadi kita perlu mengatasi masalah ini dengan jelas. Padahal, pemerintah Indonesia memulainya dengan Undang-undang Ketenagakerjaan (Omnibus Law). “Kami sudah mulai mengkaji reformasi sistem, untuk memudahkan UKM,” ujarnya.

Perusahaan-perusahaan besar juga membantu pelaksanaan berbagai sektor yang diberikan pemerintah melalui Omnibus Act, termasuk memberikan pelatihan dan insentif kepada pelaku UMKM.

Akses pasar merupakan tantangan lain untuk mempertahankan UMKM. Apindo menegaskan, akses pasar tidak selalu mengenai pasar global, namun terutama pasar lokal karena dengan menyasar pasar lokal, UMKM dapat masuk dalam rantai pasok perusahaan besar.

Faktor yang tidak kalah penting adalah pengembangan sumber daya manusia dan keterampilan dasar untuk membawa UMKM ke level selanjutnya.

Pasar UKM dapat dicapai dengan meningkatkan efisiensi melalui pengembangan sumber daya manusia, inovasi dan kreativitas. Meskipun tidak banyak, ada contoh nyata. Perusahaan manufaktur obat modern dan jamu ternama di Indonesia telah melibatkan UMKM di kawasan dekat pabrik untuk menyediakan bahan baku.

Pemerintah Indonesia melalui aplikasi pengadaan online e-Katalog juga berhasil menarik tenaga ahli UMKM untuk menyediakan pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan berbagai kementerian dan badan usaha milik negara.

Pusat Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) memperkirakan nilai transaksi UMKM dan koperasi melalui e-katalog pada tahun 2023 mencapai Rp 196,7 triliun. Pada tahun 2024, target tersebut ditingkatkan menjadi Rp 500 triliun seiring dengan bertambahnya UMKM yang masuk ke platform tersebut.

Menteri Perdagangan dan Industri Rwanda Prudence Sebahizi mengatakan perekonomian negaranya dijalankan oleh pengusaha kecil dan menengah yang jumlahnya melebihi 90% dari jumlah pengusaha. Kontribusi UKM terhadap PDB Rwanda tidak dapat diabaikan karena mereka menyumbang 30% PDB.

Meski berperan penting di Indonesia, UMKM di Afrika Timur juga menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah hambatan akses terhadap dana dan dana di bank umum. Rwanda juga berupaya mengatasi masalah ini dengan membentuk dana pengembangan usaha yang didedikasikan untuk mendukung UMKM.

Tantangan besar lainnya adalah kurangnya keahlian dan kurangnya kemampuan untuk memenuhi standar internasional ketika memasuki industri ini. Rwanda telah mengatasi masalah ini dengan mengembangkan kapasitas usaha.

Kesempatan untuk terhubung

Baik Indonesia maupun Afrika telah menyiapkan peta jalan penguatan perekonomiannya melalui visi Indonesia Emas 2045 dan Agenda Afrika 2063. Meski mendorong tumbuhnya UMKM, tak ada salahnya jika kedua kawasan ini punya sejarah perantauan Asia. -Konferensi Afrika tahun 69 sebelumnya untuk menyaring dan mengidentifikasi potensi kemitraan yang melibatkan UMKM.

Memanfaatkan potensi penduduknya, dengan jumlah generasi muda mencapai 42% dari seluruh generasi muda di dunia pada tahun 2030, Aljazair memiliki Kementerian Pendidikan Ekonomi, Startup dan Usaha Kecil yang dipimpin oleh Yacine El-Mahdi Oualid. Rata-rata usia pegawai kementerian adalah 29 tahun dan terdiri dari generasi muda dari sektor swasta.

Oualid mengatakan negaranya memahami bahwa inovasi dan bisnis penting bagi perkembangan perekonomian negara. Badan ini juga bertugas menerapkan kebijakan publik yang memungkinkan wirausahawan muda mengembangkan dan mendorong inovasi dan ekonomi digital.

Kebijakan ini memberikan insentif bagi start-up dan inovator, termasuk insentif dalam bentuk pembebasan pajak dan hibah.

“Kami meluncurkan dana bernama Algerian Startup Fund beberapa tahun lalu yang menghabiskan sekitar 500 juta dolar AS (Rp) di setiap negara bagian. “Biaya startup bervariasi antara 50 ribu dollar AS hingga 1 juta (Rp) per startup,” ujarnya.

Rwanda juga berupaya memasuki pasar global dan mengintegrasikan UMKM ke dalam rantai global untuk membantu pertumbuhan bisnis. Pasalnya, Menteri Perdagangan dan Perindustrian Rwanda Sebahizi mencatat lebih dari 80% produksi UMKM hanya dijual di pasar dalam negeri.

Meski tingkat produksinya masih dibatasi oleh tingkat yang rendah, namun jika diberikan bantuan yang baik dan akses pasar yang besar, termasuk Indonesia, bukan tidak mungkin produk dan jasa asal Rwanda dan Aljazair bisa sampai ke Indonesia.

Begitu pula dengan potensi UMKM yang bisa dikembangkan Zimbabwe dan berkolaborasi dengan negara lain, termasuk Indonesia. Menteri Pembangunan Perempuan, Komunitas dan UKM Zimbabwe, Monica Mutsvangwa, mengatakan negaranya sangat diberkati.

Negara yang terletak di Afrika Tenggara ini memiliki lebih dari 60 sumber daya mineral sehingga banyak UKM yang bergerak di bidang pertambangan emas dan litium.

Mutsvangwa mencatat, negaranya menghasilkan 40 ton emas setiap tahun dan 60% emas tersebut diekstraksi dari UKM. Besarnya kontribusi UMKM terhadap pertambangan emas bukan berarti tidak ada kendala yang harus dihadapi.

Dulu, polisi setempat memburu para penambang, namun pemerintah menghentikan mereka, karena peran mereka dalam mendukung perekonomian negara.

Tidak hanya itu, para pekerja pertambangan di Zimbabwe juga menghadapi kendala dalam penyediaan infrastruktur yang berujung pada hilangnya pekerja akibat ketidakamanan dan aktivitas pertambangan. Oleh karena itu, Mutsvangwa berharap Indonesia berinvestasi untuk menjamin keselamatan pekerja dan meningkatkan peran UKM dalam pendapatan pemerintah.

Oleh karena itu, kami berharap investor Indonesia datang dan berinvestasi pada peralatan dan segala bentuk asuransi lainnya sehingga ketika generasi muda kita pergi ke pertambangan, mereka akan pulang dengan selamat, ”ujarnya.

Pengarang: Achmad Zaenal M

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours