Yon Artiono Arba’i, Sosok Terlupakan dalam Evakuasi Soe Hok Gie di Tragedi Gunung Semeru

Estimated read time 5 min read

Kisah aktivis mahasiswa Soe Hok Gie yang tewas di tangan Gunung Semeru pada 16 Desember 1969, genap 55 tahun setelah kejadian tragis yang merenggut nyawa Idhan Lubis (Mapala UI). Hal ini menjadi perbincangan terutama di kalangan aktivis.

Baca Juga: Jadi Hok Gi-Idhan Lubis dalam Plakat Peringatan Didirikan di Puncak Mahameru

Namun yang belum diketahui orang, di balik kisah memilukan tersebut ada seorang pemuda yang berperan penting dalam menggerakkan jenazah So Hak Gee dan Idhan Lubis. Dialah Yon Arteono Arbai, anggota tim penyelamat TMS-7 Indonesia yang juga bekerja di Kejaksaan Agung RI (Kejagung).

Seperti yang diceritakan dalam buku Soe Hok-Gie…Sekali Lagi: Buku Pesta dan Cinta dalam Alam Bangsanya, Dandim Malang setelah menerima kabar tersebut melalui telepon dari Letkol. Kolonel. Terkait meninggalnya Inf Suwandi, Soe Hok Gie dan Idhan Lubis, pentolan Mapala UIA Christides Kattoppo serta Yon Arteono Arbai langsung mengambil tindakan.

Saat tragedi Semeru terjadi, Aristides Kattopo sendiri merupakan anggota tertua tim pendakian Gunung Semeru Mapala UI, bersama Herman Lantong, So Hok Gee, Anton Wizana (Yiweek), Abdurachman (Maman), Rudy Badle, Freddy Lasut. Dan itu banyak.

Aristides Katoppodan Wiwiek merupakan tim pendahulu yang melaporkan bencana Gunung Semeru bersama Aristides Katoppo, Yon Arteono yang saat itu berada di Malang menuju Landasan Udara Abdurrachman Saleh untuk membahas pengoperasian helikopter TNI Angkatan Laut untuk misi SAR SAR. Tim UI Semeru.

Yon Arteono (ketiga kiri) bersama teman-temannya di pesta ulang tahunnya yang ke-78

Di Jakarta pada tahun 2023.

Tides alias Aristides Katoppo meminta helikopter Mi-4 milik TNI Angkatan Laut mendarat dan parkir di Alun-Alun Besar Kota Malang. Selanjutnya, Tides dan Yon menaiki helikopter yang sama dari Malang menuju Tumpang dan Gubuk Klaka, kemudian melintasi Sungai Kamprang dan Gunung Ayek-Ayek.

Tides, Yeon, pilot helikopter dan co-pilot menuju kawasan Gunung Semeru sebelum akhirnya kembali ke pangkalan udara karena gagal mendarat di titik penyelamatan, lokasi jenazah almarhum So Hok-gye dan Idan Lubis. Di Gunung Semeru.

Di Malang, warga Klub TMS-7, IPKAb Indrakilla, Pelopor Muda juga secara sukarela memindahkan jenazah Soe Hok Gie dan Idhan Lubis yang akhirnya diturunkan dari gunung di ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut. tingkat

Pasca operasi SAR, Yeonyang yang saat itu bekerja di Kejaksaan Agung RI meyakini kematian So Hok-gye dan Idhan Lubis terutama disebabkan oleh penyakit gunung akut (AMS). .

AMS merupakan kelainan saraf yang biasanya menyerang pendaki gunung di dataran tinggi akibat hipoksia kronis pada tekanan parsial oksigen rendah. Meskipun biasanya sembuh sendiri, AMS dapat menyebabkan edema paru dan otak yang berakibat fatal.

Baca juga: Pendiri Mapala UI sekaligus Sahabat Soe Hok Gie Herman Lantong Meninggal Dunia

“Jadi bukan karena menghirup gas beracun Gunung Semeru. “Jika gas beracun menyebar maka dapat berdampak pada seluruh anggota tim Mapala UI yang melakukan pendakian,” kata Yoon Arteono Arbai dalam perbincangan santai di Jakarta.

Sebagai jejak sejarah keterlibatan Yon Arteono dalam evakuasi Soe Hok Gie, telah diluncurkan film dokumenter berjudul “Sosok DR Yon Arteono Arbai” pada tahun 2023. Disutradarai oleh Resi Elong, film ini mengisahkan sepak terjang Yon Arteono Arbai dan aktivitasnya selama beraktivitas di hutan, termasuk kisah proses pengangkutan jenazah So Hak-gye dan Idan Lubis yang meninggal di Gunung Semeru.

“Mass Yon adalah pria tangguh yang tidak bisa disuap, pria yang tidak bisa mengubah sikapnya. Kebenaran adalah kebenaran,” tegas fotografer senior Dan Hausman.

Atas tiga uang tersebut, Syamsirwan Ichien, anggota kehormatan Mapala UI pun mengaku sangat menghormati Yon Arteono Arbai. “Sebagai senior pecinta alam, Mas Yone adalah paket lengkapnya. Dia pandai bekerja di hutan. Dia menguasai tiga dimensi pendakian gunung, terjun payung, menyelam dan masih banyak lainnya,” kata Ichien.

Yon Arteono Arbai (kanan) memberikan potongan tumpeng kepada senior Mapala UI

Abdurachman (Kang Maman), saksi mata tragedi Gunung Semeru.

Sementara itu, pecinta alam senior Noor Siddhartha mengungkapkan bahwa Yon Arteono Arbai merupakan sosok yang memiliki kepedulian sosial tinggi dan sangat peka terhadap permasalahan masyarakat di sekitarnya, terutama keluarganya.

“Saya keponakan Paman Yon, dan dia telah bersama saya sejak saya masih kecil, jadi dia telah banyak membantu saya. “Tetapi setiap kali saya ingin membalas jasa Paman Yoon, dia selalu mengatakan bahwa Anda tidak harus membalasnya secara langsung, tetapi membalas orang-orang di sekitar Anda yang membutuhkan bantuan,” kata Noor. Siddharta.

Tentang Yon Arteono

Yon Arteono Arbai dikenal sebagai pendiri Top Mountain Stranger (TMS-7) Indonesia, sebuah komunitas pendaki gunung, pecinta alam terbuka, dan penjelajah. Pada tahun 1971, Yon yang membawa bendera TMS-7 bersama anggota Vanadri melakukan ekspedisi luar negeri pertama ke Gunung Kinabalu di Sabah, Malaysia.

Meskipun mereka menempuh jalan yang berbeda bersama-sama, tidak ada persaingan, kesombongan atau ego organisasi. Tim TMS-7 mendaki Tarakan, Tawao, Sandakan, Kinabalu dari jalur selatan. Sedangkan tim Vanadri mendaki dari Kuching dan Kinabalu di sebelah barat, Sarawak.

Sebagai aktivis alam terbuka dan pecinta alam senior, Yon Arteono Arbai berspesialisasi dalam triathlon, mendaki gunung, terjun payung, menyelam, dan banyak lagi. Ia sering mengikuti berbagai kegiatan pelestarian alam, kegiatan sosial dan beberapa kegiatan pencarian dan penyelamatan.

Baca Juga: Jumlah Yang Aktif di Mapala Mulai Presiden Jokowi Hingga Jadi Hok Gyi

Karena aktivitas dan kepedulian sosialnya yang luas, Yoon dan 15 orang lainnya menerima Penghargaan Bintang dari Presiden Republik Indonesia, Sosilo Bambang Yudhoyono (SBY), pada tanggal 15 Agustus 2007 di Istana Negara Jakarta. .

Tak hanya itu, Yoon yang pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu dan Sulawesi Selatan, kemudian dalam karirnya menjadi Pj Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan RI. Kantor Jenderal. .

Dalam suksesinya sebagai aparat penegak hukum, Yon Artiono Arbai menerbitkan buku berjudul “Saya Menolak Hukuman Mati” yang mengkaji penerapan hukuman mati dari berbagai sudut pandang. Penerapan hukuman mati seringkali mengundang banyak perdebatan: apakah layak dipertahankan atau tidak. Apakah hukuman berupa hukuman mati mencapai tujuan hukuman? Dan apakah penegakan hukum ini memberikan efek jera yang menghalangi masyarakat untuk bertindak di luar hukum?

Buku tersebut berdasarkan penelitian Yon Artiono Arbai, “Perspektif Hukuman Mati sebagai Alternatif Penerimaan dalam Pemenuhan Keadilan dan Hak Asasi Manusia”. Dalam penelitian ini Yon Arteono Arbai mengkaji hukuman mati dari perspektif sejarah, agama, dan teori hukum.

Buku ini juga membandingkan pandangan negara-negara yang pro dan anti hukuman mati. Melalui penelitiannya, Yon Arteono Arbai memberikan wawasan mengenai hukuman mati khususnya di Indonesia.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours