Kembuhung, kearifan lokal kurangi limbah makanan

Estimated read time 5 min read

Jakarta (ANTARA) – Pengawetan makanan sudah dilakukan masyarakat sejak zaman dahulu. Salah satu metode yang dikembangkan saat itu adalah proses fermentasi yang menggunakan berbagai jenis mikroorganisme.

Cara mengawetkan makanan ini banyak digunakan oleh sebagian besar masyarakat dan industri saat ini.

Indonesia memiliki beragam makanan fermentasi seperti tempoyak (durian fermentasi), dadih (susu fermentasi khas Minang), tapai dan terasi. Salah satu makanan fermentasi yang ada di Sumatera Selatan adalah Kembuhung, kuliner khas suku Besemah di Pagar Alam.

Kembuhung biasanya terbuat dari ikan sungai seperti ikan semah, ikan mujair dan ikan mujair yang difermentasi dengan menambahkan nasi dan sedikit garam dan didiamkan selama 7 hari dalam wadah tertutup rapat.

Selain itu, kembuhung juga bisa berasal dari moluska air tawar dan tulangnya atau sisa daging yang belum dimakan. Rasa yang dihasilkan tidak jauh berbeda. Kembuhung yang terbuat dari kerang atau daging lebih nikmat dibandingkan kembuhung yang terbuat dari ikan.

Pembuatan ikan buntal dari sisa daging atau tulang sangat bermanfaat untuk mengoptimalkan penggunaan bahan pangan, karena mendukung gerakan zero food waste yang kini banyak digalakkan.

Sebagai makanan hasil fermentasi, kembuhung mempunyai bau khas yang sangat menyengat. Selain itu, proses fermentasi yang melibatkan nasi dan ikan atau sisa daging menimbulkan tekstur dan warna yang tidak menarik, sehingga sebagian orang sering menyebut makanan ini dengan sebutan “nasi basi”.

Namun bagi pecinta kembuhung, aroma khas yang menyengat inilah yang menjadi salah satu alasan utama mereka menyukai kembuhung. Setelah dimasak dengan bumbu berbeda, aromanya yang khas benar-benar menggugah selera dan menggugah selera para penggemarnya.

Ibarat ikan asin, ketika seseorang memasak kembuhung, aroma khasnya menyebar ke seluruh rumah. Hal inilah yang menimbulkan rasa lapar para pecintanya. Rasa asam manis yang dipadukan dengan aromanya yang kuat dipercaya menambah nafsu makan.

Selain itu, ikan dan daging yang difermentasi bersama nasi memiliki tekstur yang sangat lembut dan empuk sehingga mudah untuk disantap.

Pengawet alami untuk kembung

Seperti makanan fermentasi lainnya, kembuhung dihasilkan melalui proses fermentasi yang melibatkan berbagai jenis bakteri yang secara alami terdapat pada bahan yang digunakan. Mikroorganisme tersebut dikenal dengan sebutan bakteri asam laktat atau BAL, seperti Lactobacillus. BAL merupakan kelompok bakteri yang mampu menghasilkan senyawa asam sehingga menimbulkan bau khas pada produk pangan fermentasi.

Cairan asam yang dihasilkan dari proses fermentasi mempunyai kemampuan mengawetkan komponen makanan. Senyawa asam dengan pH (tingkat keasaman) 3 hingga 4 ini menghambat pertumbuhan bakteri patogen atau penyebab penyakit. Oleh karena itu, komponen makanan yang difermentasi aman dari bakteri patogen.

Tentu saja kembuhung aman untuk dikonsumsi manusia, begitu pula produk makanan fermentasi lainnya seperti yogurt dan keju, semuanya diawetkan dengan menggunakan mikroorganisme yang bermanfaat bagi tubuh yaitu mikroorganisme yang tidak menghasilkan racun dan tidak mencemari tubuh. . Karena kemampuannya tersebut, mereka dapat digunakan sebagai pengawet makanan alami untuk menggantikan bahan pengawet makanan berbahaya seperti formaldehida.

Manfaat kesehatan

Sebagai probiotik, bakteri asam laktat tidak hanya digunakan sebagai pengawet makanan alami. Bakteri asam laktat penyebab perut kembung juga menghasilkan berbagai jenis senyawa antibakteri atau antimikroba, seperti bakteriosin. Bakteriosin merupakan senyawa yang dapat menghambat bahkan menghambat pertumbuhan bakteri patogen sehingga sangat baik dalam menjaga imunitas tubuh terhadap serangan berbagai sumber penyakit.

Apalagi saat ini marak diberitakan berbagai kasus resistensi terhadap antibiotik yang sangat mengganggu dunia kesehatan. Oleh karena itu, bakteriosin dapat dijadikan sebagai sumber antibiotik alami yang lebih aman bagi tubuh.

Bakteriosin juga sering dilaporkan dapat menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh dan juga menurunkan produksi enzim pengubah angiotensin, sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

Faktanya, seperti dilansir Joseph dkk pada tahun 2013, bakteriosin dapat digunakan untuk melawan bakteri patogen pada luka diabetes.

Manfaat untuk keamanan pangan

Sebagai bahan pangan yang biasanya terbuat dari sisa nasi dan ikan atau daging yang belum dikonsumsi, kembuhung sangat bermanfaat dalam mengurangi laju penumpukan sampah makanan di lingkungan.

Berdasarkan studi Program Pangan Dunia, tingginya akumulasi sampah makanan berkaitan dengan tingkat kelaparan yang terjadi di dunia. Bahkan jika dikonversi, total kerugian pangan akibat sampah pangan global mencapai US$1 triliun atau lebih dari Rp15.000 triliun.

Gerakan zero food waste diharapkan dapat mengurangi sampah makanan. PBB juga mengklaim bahwa mengurangi limbah makanan dapat mengurangi tingkat kelaparan dunia.

Kembuhung bukan hanya sekedar warisan produk makanan nenek moyang, tapi juga sumber kekayaan ilmu pengetahuan. Dalam kajian ilmiah, produksi kembuhung yang dilakukan nenek moyang kita merupakan salah satu bentuk pemanfaatan bioteknologi pangan. Meskipun orang dahulu tidak mengenal bakteri asam laktat atau bioteknologi, mereka mengembangkan metode pengolahan makanan menggunakan prinsip bioteknologi sederhana.

Namun makanan fermentasi ini sulit ditemukan. Faktanya, sangat sulit menemukan restoran di Sumsel, khususnya di Pagar Alam, yang menyajikan olahan kembuhung. Kembuhung hanya dilakukan oleh segelintir orang yang sebagian besar merupakan masyarakat pedesaan dan tergolong lanjut usia.

Lalu bagaimana dengan generasi muda? Kebanyakan dari mereka belum mengenal makanan tradisional yang satu ini. Meski sudah familiar dengan makanan ini, namun sebagian besar tidak menyukainya dan lebih memilih makanan fermentasi dari negara lain, seperti kimchi. Bukan tidak mungkin, dengan pesatnya laju globalisasi, makanan khas warisan nenek moyang kita ini akan hilang.

Oleh karena itu, harus ada program sosialisasi dan improvisasi produk olahan kembuhung agar dapat diterima oleh masyarakat luas khususnya generasi muda. Improvisasi ini meliputi pengolahan produk akhir, rasa, warna dan bau yang harus disesuaikan dengan kondisi pasar.

Kami berharap program nilai tambah kembuhung dapat bermanfaat dalam mendukung gerakan zero food waste untuk mengurangi sampah makanan di lingkungan.

*) Angga Puja Asiandu, S.Si., Mgr. merupakan mahasiswa program doktor Fakultas Biologi UGM

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours