CORE: Kinerja ekspor RI melemah dipengaruhi pelemahan permintaan China

Estimated read time 3 min read

Jakarta (ANTARA) – Center for Economic Reform (CORE) Indonesia menyatakan kinerja ekspor Republik Indonesia melemah dipengaruhi melemahnya permintaan di China.

Menurut Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, salah satu penyebab melambatnya pertumbuhan ekspor Indonesia adalah ketergantungan yang besar terhadap ekspor dari Tiongkok, sementara penetrasi ekspor ke Tiongkok melemah sejak tahun 2023.

“Salah satu penyebab lambatnya ekspor kita menurut kami adalah ketergantungan ekspor kita terhadap China sangat besar padahal permintaan dalam negeri sangat rendah sehingga berdampak pada penurunan impor dan ini berdampak pada ekspor kita ke China,” tuturnya. Faisal pada CORE Midyear Economic Review 2024 Mitigasi risiko ekonomi jelang pemerintahan sayap kanan di Jakarta, Selasa.

Ketika ketergantungan ekspor terhadap Tiongkok sangat tinggi dan pada saat yang sama negara tujuan ekspor yaitu Tiongkok mengalami pelemahan permintaan dalam negeri, maka hal tersebut berdampak pada kinerja ekspor Indonesia.

Makanya ekspornya lambat, begitu pula beberapa jenis basis ekspor kita, terutama manufaktur. Saya soroti besi dan baja. Ternyata hingga kuartal II, pertumbuhan ekspor ke China terus mengalami kontraksi sebesar minus 26,9 persen, bahwa “Kenaikannya hanya terjadi pada ekspor produk bahan bakar mineral dan juga CPO”, ujarnya.

Faisal mengatakan ketergantungan ekspor Indonesia terhadap China lebih besar dibandingkan negara peers seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina.

“Tingkat ketergantungan Thailand, Malaysia, dan Filipina terhadap pasar ekspor Tiongkok sebenarnya tidak sebesar kita. Pada tahun 2024, proporsi ekspor Indonesia ke Tiongkok akan mencapai 22,5 persen, sedangkan negara tetangga masih antara 10 dan 12 persen. persen,” katanya.

Di sisi lain, impor dari Tiongkok kembali meningkat sejak awal tahun 2024. Pertumbuhan impor tekstil dan produk tekstil dari Tiongkok mencapai 35,5 persen pada triwulan II tahun 2024 secara year-on-year (y-o-y).

“Impor dari Tiongkok mencapai 35,5 persen pada kuartal II, meskipun ekspor jauh lebih rendah dibandingkan impor ke Tiongkok, hanya 2,6 persen. Dan pangsa pasar impor dari Tiongkok di pasar Indonesia sebesar 41,3 persen untuk produk tekstil dan pakaian jadi pada umumnya.” katanya.

Di sisi lain, impor dari Tiongkok, padahal sebelum ekspor turun, impor dari Tiongkok justru kembali meningkat sejak awal tahun 2024 dan khususnya pada triwulan II.

“Rata-rata di kuartal II impor kita meningkat, tapi yang paling mencolok selain ASEAN adalah China,” ujarnya.

Nilai ekspor ke Tiongkok pada Januari-November 2023 mencapai US$56,57 miliar, turun sekitar 2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Didi mengatakan penurunan tersebut seiring dengan koreksi harga komoditas global.

Sedangkan pada Juni 2024, ekspor Indonesia tercatat sebesar US$20,84 miliar. Nilai tersebut mengalami penurunan sebesar 6,65 persen dibandingkan bulan sebelumnya (bulanan), namun masih meningkat sebesar 1,17 persen dibandingkan bulan Juni tahun sebelumnya (v).

Lemahnya ekspor pada Juni 2024 disebabkan oleh melemahnya ekspor nonmigas sebesar 6,20 persen dan migas sebesar 13,24 persen dibandingkan Mei 2024 (MoM).

China, Amerika Serikat, dan India masih akan menjadi pasar utama ekspor nonmigas Indonesia pada Juni 2024 dengan total US$8,46 miliar. Ketiga negara ini menyumbang 43,14 persen terhadap total ekspor nonmigas nasional.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours