Marak Depot Air Minum Isi Ulang, Asdamindo: Harus Berbasis Perlindungan Konsumen

Estimated read time 3 min read

Bandung – Dalam konteks dimana sumber air bersih semakin langka khususnya di perkotaan, air minum yang bersih dan sehat sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat.

Penyimpanan air minum (DAM) merupakan pemasok alternatif dan bisnis yang sedang berkembang.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian tahun 2023, dilaporkan 31,87% penduduk Indonesia menggunakan air minum isi ulang sebagai air minum utama. Pada tahun 2024, Indonesia akan memiliki 78.378 fasilitas penyimpanan air minum.

Dari jumlah tersebut, hanya 53.261 yang memenuhi syarat HSP dan hanya 1.755 yang memiliki Sertifikat Kualifikasi Higiene dan Sanitasi (SLHS). Biasanya usaha penyimpanan air minum berbentuk UMKM yang dikelola secara perseorangan.

Mengingat pentingnya kualitas air baku dan standar kebersihan bagi konsumen, diperlukan serangkaian aturan untuk melindungi keselamatan konsumen. Dalam jangka panjang, standar pengelolaan bisnis DAM yang baik dapat menjamin keberlangsungan bisnis.

Untuk itu, Aspirasi Perlindungan Air Minum dan Pengawasan Air Bersih Indonesia (ASDAMINDO) mengadakan workshop dan pelatihan kepada DAM.

Sebuah konferensi diadakan di Bandung dengan topik pengelolaan sanitasi sanitasi bagi pengusaha DAM Indonesia serta pengawasan dan penegakan hukumnya sesuai dengan prinsip keamanan pangan dan persaingan usaha yang sehat.

Presiden Asdamindo Erik Garnadi mengatakan pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan anggota dalam mengelola bisnis penyimpanan air minum yang berfokus pada keselamatan dan keamanan konsumen yang semakin cerdas dan kritis.

Sudah saatnya para pengelola usaha tempat penampungan air minum memperhatikan standar keamanan dan mutu air, sedangkan para pengusaha tempat penampungan air minum diperbolehkan mendapatkan sertifikat sanitasi dari pemerintah yang sesuai. Di Indonesia 2% sudah memiliki izin, “sisanya 98% sudah punya. tidak memiliki izin,” Jumat Dikutip (28/6/2024).

Dengan adanya standar pengelolaan perusahaan DAM, masyarakat sehat terlindungi dari penyakit akibat air minum yang tidak memenuhi standar kualitas kesehatan.

Sementara itu, Amiruddin Sagala, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Perdagangan Formal Kementerian Perdagangan, dalam paparannya mengatakan, tingkat risiko pusat penyimpanan air minum ini tergolong sedang. Karena DAM berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi, dalam hal ini dikonsumsi langsung oleh konsumen.

Atas perintah Menteri Perindustrian dan Perdagangan N. 651 Tahun 2004, Pasal 7 mengatur tata cara penjualan di toko air minum.

Terkait pengawasan, Pasal 9 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal ini gubernur, bupati, atau walikota untuk berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam melakukan pengawasan di daerah sesuai wilayah kerjanya.

Pelanggaran terhadap ketentuan di atas dapat berupa sanksi administratif, teguran lisan dan tertulis, penghentian sementara kegiatan perusahaan, dan pembatalan izin niaga. Selain itu, terdapat sanksi pidana yang diatur dalam undang-undang konsumen dan undang-undang hak kekayaan intelektual (HAKI) atas pemalsuan atau penggunaan merek dagang pihak ketiga.

Sementara itu Ketua Umum ASPADIN Rachmat Hidayat menjelaskan, industri AMDK dan sektor penyimpanan air minum memiliki kesamaan. Hal ini termasuk menyediakan produk air minum yang berkualitas dan sehat serta menjamin keamanan pangan bagi konsumen.

Namun berbeda dengan bisnis DAM, industri AMDK wajib mematuhi setiap peraturan pemerintah mengenai standar keamanan dan mutu produk, serta proses produksi dari hulu hingga hilir.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours