Kegarangan Mantan Danjen Kopassus Letjen TNI I Nyoman Cantiasa Lawan Perusuh Bersenjata saat Tenangkan Ambon

Estimated read time 5 min read

Kehebatan para prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) dalam menjalankan tugas di wilayah operasional sudah tidak perlu diragukan lagi. Ibarat pasukan elit TNI AD, setiap tugas merupakan suatu kehormatan yang harus diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Hal itu dibenarkan mantan orang nomor satu Korps Baret Merah, Letjen TNI I Nyoman Cantiasa saat mencoba meredam konflik sosial berkepanjangan di Ambon Manise, Maluku, pada 2001.

Lulusan terbaik Akademi Militer tahun 1990, Adhi Makayasa yang saat ini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Kisah kepahlawanannya dituangkan dalam buku Kopassus Adalah Kita karya Iwan Santosa dan E.A. Natannegara.

Cerita bermula pada tanggal 5 Januari 2001, tim Kopassus bersama Marinir dan Paskhas dari gugus tugas gabungan Komando Sektor (Kosektor) -1/Gabungan TNI Maluku/Maluku Utara dipimpin oleh Asisten Intelijen Danjen Kopassus Kolonel N.G. Sugihartha.

Mantan Pangdam XVIII/Kasuari berangkat ke Ambon setelah mendapat perintah penugasan mendadak pada 1 Januari 2001.

Asisten Intelijen Danjen Kopassus, Letkol I Nyoman Cantiasa yang masih berpangkat kapten dan anggota tim Kosektor-1 melihat bagaimana warga kehilangan nyawa saat berjalan di area terbuka akibat pelecehan para “penembak jitu” yang dikerahkan. untuk meneror kota Ambon.

Setiap hari, laporan terus berdatangan dari warga kedua komunitas yang mengeluhkan kerabatnya menjadi korban penembak jitu. Situasi memburuk setelah kelompok separatis Republik Maluku Selatan (RMS) dan milisi di luar Ambon, khususnya dari Pulau Jawa.

Hal ini memperparah pasokan senjata dan bahan peledak yang juga membanjiri dari luar Maluku dan luar negeri. Meluasnya peredaran senjata organik disebabkan oleh penjarahan gudang senjata Polri di Desa Tantui pada konflik 1999-2000.

Kelompok yang bertikai masuk dan menjarah gudang senjata dan amunisinya. Sedikitnya 900 pucuk senapan dan pistol, serta granat tangan hilang dari gudang. Yang lebih mengerikan lagi, saat penyisiran kawasan semrawut itu, ditemukan bom rakitan sebesar televisi 17 inci.

Bayangkan bom digunakan untuk menyerang banyak orang. Massa kemudian menguji kekuatan pasukan gabungan yang baru tiba dari Jakarta dengan serangan sporadis. Tembakan sporadis dan serangan bom rumah silih berganti menghantam pos keamanan sehingga menimbulkan keresahan warga.

“Kami kaget ketika mendengar banyaknya suara tembakan yang berbeda-beda. Peluru 9 mm, 5,56 mm, senapan mesin 7,62 mm, dan mortir terdengar sebagai balasannya. Belum lagi serangan panah, tombak, parang, parang, klewang, dan molotov. cocktail,” kata Nyoman.

Bahkan, para perusuh juga menggunakan alat untuk melemparkan bom pada jarak 250 meter. Tim Kosektor-1 segera menganalisa situasi untuk mencegah konflik secepatnya, berbekal pengalaman bekerja di Timor Timur, Aceh dan Papua.

Pada malam tanggal 19 Januari 2001, saat tim sedang berpatroli dengan tank tua Saraccu dan Saladino di dekat pos keamanan Hotel Aman, tiba-tiba muncul serangan bom dan tembakan. Melalui komunikasi HT diketahui posisi musuh berada di dekat Hotel Wijaya II.

Beberapa pos keamanan diserang dan bantuan segera diterima. Naluri seorang prajurit Kopassus membuat Nyoman cepat menganalisis situasi di lapangan. Sepuluh tentara diperintahkan memanjat gedung untuk melihat sumber api dalam kegelapan.

Setelah mengidentifikasi posisi, perintah penyerangan diberikan dan tembakan keras dari aparat dalam waktu 5 menit mengenai posisi pemberontak yang berhasil terdiam beberapa saat. Tiba-tiba di saluran HT terdengar massa yang mengumpat, “Arjuna-2, Arjuna-2, anjing, babi!!”

Rupanya, saluran komunikasi TNI-Polri diblokir oleh para perusuh. (Arjuna-2: Kode nama Nyoman Cantiasa sebagai Kepala Seksi Operasi Kosektor-1) Kemudian situasi menjadi tenang selama dua hari, yang rupanya dimanfaatkan para pemberontak untuk mengumpulkan kekuatan kembali.

Pada malam tanggal 21 Januari 2001, mereka kembali menyerang tempat tersebut dari berbagai arah. Pantauan, para perusuh menempati gedung-gedung kosong yang hancur akibat kerusuhan tersebut.

Pihak berwenang telah memprioritaskan kegiatan pengembangan masyarakat, namun mereka belum menguasai metode peperangan kota.

Namun di Kosektor-1 segera diadakan pertemuan dengan aparat setempat untuk menyerang para perusuh di gedung-gedung kosong tersebut. Pada tanggal 22 Januari 2001, pukul 02.00 dini hari, Nyoman Cantiasa langsung mendatangi Pangdam XVI Pattimura, Mayjen M. Yasa.

Kabarnya, perkembangan terakhir situasi ini disebabkan karena kerusuhan yang terjadi semakin berani dan brutal. Saat itu, Kodam mendapat bantuan dari Batalyon Gabungan (Yon Gab) Kopassus-Paskhas-Marinir di bawah pimpinan perwira Kopassus Mayor Ricky Samuel.

Kosektor-1 segera mendapat bantuan dari Kompi Yon Gab dengan unsur utama Kopassus dibantu Paskhas dan Marinir. Sasaran utamanya adalah Hotel Wijaya II yang menjadi sarang perusuh dan penembak jitu.

Batalyon Serangan Sektor diperbantukan untuk mengamankan lingkaran luar hotel yang akan digerebek. Setelah Pangdam memberi lampu hijau untuk menyerang para perusuh, pada pukul 05.00 WIT pasukan langsung bergerak menuju Hotel Wijaya II.

Serangan pembukaan dilakukan dengan granat setrum dan batang senjata. Pasukan dengan cepat masuk dan menyerbu ruangan demi ruangan. Ledakan granat yang mengejutkan dan suara tembakan terdengar dimana-mana.

Sebenarnya pertempuran kotanya mirip dengan pertempuran Stalingrad di Uni Soviet pada Perang Dunia Kedua. Pada saat yang sama, patroli Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Ambon juga berpatroli untuk menutup laut agar para perusuh tidak dapat melarikan diri atau membantu mereka mencapai laut.

Pembersihan hotel berlangsung hingga pukul 07.00. Pihak berwenang bertekad untuk menangkap mereka hidup-hidup. Ada yang mencoba lari, namun dikejar di sekitar hotel dan banyak yang menyerah tanpa syarat.

Setahun sudah para perusuh menduduki Hotel Wijaya II dan tak menyangka aparat berani menyerbu. Banyak dari mereka yang ditangkap ternyata mabuk dan jenazah rombongan ditemukan di hotel.

Tak disangka, saat masyarakat Ambon dirundung ketakutan, ternyata kerusuhan yang terjadi hanya sekedar hajatan. Beberapa perusuh yang ditangkap adalah warga sipil, mantan tentara, dan polisi yang ditangkap atau ditelantarkan.

Tim gabungan menyita senjata jenis pistol jenis revolver, pistol FN 46, Colt 38, dan berbagai jenis senapan seperti AK 101, AK 102, Lee Enfield (LE), SKS, MK-1, MK-3, SS-1, M-16, SPR, US. Karabin 30mm, Ruger mini, Mauser, senapan dan bom rakitan disertai dokumen dengan catatan penyerangan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours