Mengejar Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 8%, Ekonom Ungkap Syaratnya

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Ekonom Senior Indef, Draddad Wibowo, mengatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% masih bisa dicapai (achievable growth). Hal itu disampaikan Draddad saat menggelar kuliah umum di Fakultas Pascasarjana Universitas Pancasila, Sabtu (9 Juli 2024).

Menurut dia, angka tersebut bukanlah rata-rata angka pertumbuhan pada masa kepemimpinan Prabowo-Gibran. Draddad menjelaskan, pada tahun 1961 hingga 2023, rata-rata pertumbuhan Indonesia sebesar 5,11%, dan hanya tumbuh lima kali lipat sebesar 8% atau lebih. Terjadi pada tahun 1968 (10,92%), 1973 (8,10%), 1977 (8,76%), 1980 (9,88%) dan 1995 (8,22%).

Artinya dalam 63 tahun, peluang perekonomian Indonesia tumbuh minimal 8% adalah sekitar 8%. “Perubahan struktural melalui industrialisasi dan modernisasi memainkan peran yang dominan,” kata Dradžad.

Lanjut Drajad seraya menambahkan, investasi fundamental sangatlah penting. Investasi utama adalah di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan kelembagaan. Namun, jangan mengharapkan pertumbuhan tinggi dalam jangka pendek dari investasi ini karena terdapat jeda waktu.

“Saya mengevaluasi beberapa jalur menuju pertumbuhan tinggi. “Potensi terbesarnya adalah stimulus Keynesian,” kata Drajad.

Stimulus Keynesian dapat dipahami sebagai kebijakan fiskal pemerintah yang mendorong permintaan agregat agar perekonomian tumbuh tinggi, atau tidak turun ketika kondisi menurun. Drajad menjelaskan, ada tiga hal potensial yang bisa menjadi fokus stimulus Keynesian.

Yang pertama adalah kebijakan produktivitas tenaga kerja yang tepat untuk mengatasi kesenjangan produktivitas yang masih tinggi. Selanjutnya, temuan-temuan ini memaksimalkan dampak jangka pendek dari pertumbuhan di bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan investasi kelembagaan. Dan yang terakhir, modernisasi hilir sebagai perubahan struktural harus diprioritaskan.

“Sebaiknya dipilih program-program APBN yang potensi pertumbuhannya paling besar. Contohnya di Asta City adalah pangan gratis bergizi, swasembada energi dan pangan, pembangunan perumahan, air bersih, sanitasi, transportasi, dan telekomunikasi,” ujarnya.

Di sektor pendidikan, belanja tidak terbatas pada sarana dan prasarana pembelajaran. Namun untuk pembangunan jalan dan jembatan akan memudahkan siswa di desa terpencil untuk bersekolah.

“Mengamankan pasar melalui APBN bagi generasi milenial dan generasi Z di bidang teknologi informasi, pelatihan profesi produksi dan jasa, peningkatan produktivitas pekerja melalui standardisasi,” kata Drađad.

Dalam kesempatan itu, Dražad juga menjelaskan dari mana dana tersebut berasal. Menurut dia, itu berasal dari penerimaan negara ad hoc.

“Saya mencobanya saat dia menjalankan unit di BIN (Badan Intelijen Negara) dan berhasil. Ad hoc berumur pendek. Dalam jangka menengah, digitalisasi pajak dan cukai. Dimulai dengan PPN (pajak pertambahan nilai). Lebih detailnya akan saya jelaskan di lain waktu nanti, tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours