Sidang PK Saka Tatal, Ahli Pidana Sebut Novum Baru hingga Kekeliruan Putusan Hakim

Estimated read time 2 min read

BANDUNG – Kuasa hukum pidana Mudzakkir mengatakan, apabila terpidana meyakini ada kesalahan dalam putusan hukumnya, maka ia berhak mengajukan permohonan sidang.

Hal itu diungkapkan Mudzakkir saat tim kuasa hukum Saka Tatal hadir sebagai saksi ahli dalam sidang Saka Tatal PK yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sirebon, Jawa Barat, Kamis (1/8/2024).

“Yang dirugikan berhak mengajukan permohonan PK apabila menurutnya pengadilan menemukan sesuatu atau terdapat bukti bahwa putusan tersebut mengandung kekeliruan atau kelalaian,” kata Mudzakir.

Kemudian yang diberhentikan atau keluarganya berhak menyampaikan laporan audit, ujarnya.

Mudzakir menjelaskan, proses PK tidak membahas apakah seseorang patut dijebloskan ke penjara atau tidak, melainkan akan meninjau kembali putusan-putusan yang berkekuatan hukum tetap dan dianggap sebagai pelanggaran ringan.

“Jika perkara ini diputus, maka hasilnya akan menguntungkan calon PK. Yang terakhir ini bisa mencakup manfaat positif dari seluruh biaya hukum, seperti kasus terhadap pemohon PK,” ujarnya.

Namun sebaliknya, jika PK tidak membuktikan adanya kesalahan, maka hakim tidak akan memberikan beban berat kepada calon PK.

“Tetapi dalam gagasan PK ini, jika dikoreksi akibat kesalahannya maka akan ada keringanan hukuman atau hukuman terhadap terdakwa, sehingga seharusnya PK tersebut masuk dalam kategori meringankan atau meringankan,” ujarnya.

Mudzakir mengatakan hakim punya tiga alasan utama meminta PK. Pertama, berkaitan dengan tersedianya bukti baru atau materi baru.

“Apabila ditemukan bukti-bukti baru dalam sidang utama Mahkamah Agung, Mahkamah Agung, atau Mahkamah Agung, dan jika selama itu dipertimbangkan, maka diputuskan berbeda dengan putusan yang sekarang, maka alasan untuk menempuh perkara tersebut adalah: PK PK baru,” ujarnya.

“Hukuman baru bisa dikurangi atau dijatuhkan hukuman. Tergantung tingkat peninjauannya,” ujarnya.

Alasan kedua adalah adanya pertentangan antara satu keputusan dengan keputusan lainnya. Jika langsung maka keputusannya akan menguntungkan calon PK.

Intinya, terjadi miscarriage of justice di bidang ini. Kalau kesalahan itu didasarkan pada perkara pidana atau putusan yang baik dan benar, maka putusannya akan berbeda dengan sekarang, katanya.

Menurut dia, atas dasar itulah hakim berhak mengajukan permohonan PK.

“Jadi meminta PK itu undang-undang, tidak boleh ada yang mengintervensi permintaan PK. Juga tidak boleh menimbulkan perasaan ‘kalau sudah dituduh, apa PK itu tidak diberikan’,” dia dikatakan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours