Cuti Melahirkan 6 Bulan Disahkan, Perindo: Implementasinya Jangan Setengah-setengah

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2024 yang mengatur cuti hamil hingga 6 bulan baru saja resmi disahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Begitulah jawaban Ketua DPSH atas persoalan sosial dan kemalangan Partai Perindo, Sri Gusni Febriasari.

Sebagaimana dijelaskan pada pasal 4 ayat 3 huruf a, ibu bekerja berhak cuti minimal 3 bulan jika sedang hamil dan mempunyai anak.

Kemudian mendapat tambahan maksimal 3 bulan apabila terjadi kondisi khusus pada ibu atau anak yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.

Pengesahan undang-undang ini mendapat dukungan dari beberapa pihak. Sayangnya, undang-undang peningkatan cuti hamil setelah 6 bulan masih menimbulkan pertanyaan besar di opini masyarakat.

Menurut Sri Gusni, undang-undang ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam memenuhi pemenuhan hak ibu dan anak.

Namun, ia menilai undang-undang ini memberikan kesan bahwa mereka masih setengah hati dalam mendukung hak-hak perempuan. Pasalnya, jika ditilik lebih jauh, undang-undang seolah-olah menempatkan tanggung jawab mengasuh anak yang baru lahir semata-mata pada ibu.

Yang jelas kita dukung terus, ini bisa menjadi salah satu komitmen pemerintah untuk memenuhi atau mampu memenuhi pemenuhan hak ibu dan anak, kata Sri, dihubungi SINDOnews, Kamis. (4) /7/2024) malam.

“Tapi pertanyaan kita, apakah undang-undang ini benar-benar ingin melindungi kalau hanya orang kaya saja, aduh, setengah-setengah, bukankah undang-undang ini membuat seolah-olah pengasuhan hanya menjadi beban perempuan,” lanjutnya.

Pasalnya, kata Sri, undang-undang masih terlalu fokus pada pemberian cuti melahirkan bagi perempuan. Padahal, dalam masa kehamilan hingga kelahiran, perempuan juga membutuhkan sosok laki-laki untuk membantunya dalam mengasuh anak.

Meskipun undang-undang menyatakan bahwa suami mempunyai waktu yang cukup untuk mendampingi istrinya, namun undang-undang tersebut tidak secara spesifik menentukan berapa lama waktu tersebut.

“Hal ini justru semakin memberi tahu kita bahwa saat ini situasi pengasuhan anak kita lebih banyak dibebani oleh perempuan,” kata Sri.

“Sebenarnya harapan kita, ketika undang-undang ini berlaku, kita ingin negara mempunyai paradigma bahwa mengasuh anak bukan hanya tanggung jawab ibu, tapi juga tanggung jawab kedua pasangan, baik ibu maupun ayah. dia menekankan lagi.

Sri pun menyinggung mengapa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2024 masih terkesan setengah hati. Pasalnya, dalam undang-undang tersebut tidak disebutkan secara jelas dan gamblang mengenai sanksi yang diberikan kepada instansi atau perusahaan apabila tidak menjalankan amanat undang-undang.

“Dan yang ketiga, mengapa kita mencari kebijakan setengah hati ini. Karena menurut saya atau kami sebagai kader Perindo melihat undang-undang ini pun tidak ada sanksinya yang jelas,” ujarnya.

“Lembaga atau perusahaan misalnya tidak memenuhi amanat undang-undang ini, kita tidak tahu pengawasannya seperti apa dan sanksi apa yang diberikan, itu belum ada dalam undang-undang yang baru saja disahkan. presiden”, jelasnya lagi

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours