Kisah Pasukan Siliwangi Konvoi 600 Km Bersama Anak Istri Hadapi Serangan Belanda dan DI/TII

Estimated read time 3 min read

Pada tahun 1948, ketika Belanda melancarkan serangan besar-besaran yang berujung jatuhnya Yogyakarta, terciptalah kisah tragis tentang keberanian dan pengorbanan tentara Siliwangi. Pasukan yang dibentuk di Divisi Siliwangi merupakan garda terdepan pertahanan TNI di Provinsi Banten dan Jawa Barat. Kelompok yang dikenal dengan nama Kodam III/Siliwangi ini berjuang keras membela negara.

Kisah keberanian ini diceritakan dalam buku “Long March Siliwangi” karya Himawan Soetanto yang menceritakan tentang perjalanan panjang pasukan Siliwangi menuju desanya di Jawa Barat. Perjalanan ini penuh dengan pengorbanan, termasuk hilangnya harta, darah dan nyawa. Dalam perjalanan sejauh 600 kilometer ini, pasukan Siliwangi menghadapi berbagai kendala, mulai dari tempat berbahaya hingga serangan musuh.

Salah satu saksi yang ikut dalam perjalanan ini adalah Kolonel TB Simatupang yang tergabung dalam Batalyon Daeng di bawah pimpinan Letkol. Kol. Daan Yahya. Simatupang menceritakan perjalanannya, para prajurit dan keluarganya berjalan melalui jalan yang gelap, menyeberangi sungai yang berarus deras, dan mendaki gunung yang licin. Mereka juga harus menghadapi kelaparan, penyakit, dan serangan militer Belanda serta teror dari pasukan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Dalam perjalanan, banyak anak-anak dan perempuan yang tewas akibat bom pesawat Belanda. Situasi ini semakin buruk karena kekurangan pangan, sandang, dan penghidupan. Pasukan Siliwangi harus menahan lapar dan terus maju menuju tujuannya. Bahkan beberapa ibu baru terpaksa meninggalkan bayinya bersama masyarakat desa yang dilewatinya, demi keselamatan anak-anaknya.

Peran Pemimpin Tertinggi Soedirman sangat penting dalam hal ini. Mengetahui ada serangan Belanda, ia memerintahkan pasukan Siliwangi kembali ke Jawa Barat dan melakukan perlawanan tegas. Perjalanan panjang ini diawali dengan keringat dan darah yang dipimpin oleh Letkol Daan Yahya. Pasukan Siliwangi harus melewati hutan yang gelap, menyeberangi sungai yang deras, dan menghadapi binatang buas.

Sesampainya di Jawa Barat, sulit menerima kembali tim Siliwangi ke dalam kelompok kerjanya. Sebenarnya kelompok DI/TII menawarkan untuk bekerja sama agar tentara Siliwangi dapat diterima kembali, namun tawaran tersebut ditolak karena ingin melanjutkan pengabdian tentara Siliwangi di negara Indonesia.

Kisah perjalanan panjang tersebut diabadikan dalam film “Darah dan Doa” buatan Usmar Ismail tahun 1950. Film ini menampilkan perjuangan dan pengorbanan masyarakat Siliwangi yang harus berjalan kaki sejauh 600 km dari Yogyakarta hingga Jawa Barat setelah Belanda menduduki ibu kota. Atas perintah Jenderal Soedirman, pasukan Siliwangi membuat perintah Siasat No.1 pada bulan Mei 1948 untuk kembali ke Jawa Barat dan melakukan perlawanan.

Film ini tidak hanya menggambarkan perjuangan militer, namun juga menunjukkan bagaimana tentara Siliwangi dan keluarganya menghadapi tantangan besar dengan keberanian dan tekad. Perjalanan penuh pengorbanan ini akhirnya berakhir pada tahun 1950 dengan diakuinya kedaulatan Pemerintah Indonesia.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours