Soal Izin WIUPK, Mayoritas PHDI di Bali Menolak Masuk ke Bisnis Tambang

Estimated read time 4 min read

DENPASAR – Sebagian besar Ormas Hindu di Bali menilai Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) tidak boleh berbisnis di Otoritas Pertambangan Khusus (WIUPK).

Hal itu terjadi saat wawancara di kantor PHDI Bali, Denpasar, Jumat 28 Juni 2024. Sebagai informasi, ormas keagamaan berpeluang masuk ke bisnis pertambangan.

Hal ini berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2024 sesuai perubahan PP Nomor.

PHDI Bali menolak terjun ke bisnis pertambangan dengan alasan dalam beberapa bulan terakhir sektor pertambangan mendapat sorotan masyarakat karena tata kelola yang merusak lingkungan.

Selain itu, ada korupsi dan kerugian Rp 300 triliun yang sedang didalami Kejaksaan Agung (Kejagung) yang telah menetapkan puluhan ribu tersangka.

Kemudian banyak risiko negatif yang mungkin timbul bagi PHDI jika sektor pertambangan terlibat perselisihan hukum. Terlebih lagi mereka tidak mempunyai kemampuan, kecakapan dan kesanggupan untuk mengalahkan permainan mafia di bidang yang diminatinya.

Meskipun kami bekerja sama dengan investor, hal ini menunjukkan bahwa banyak pedagang yang tidak melakukan penambangan ulang di lahan yang sebelumnya telah ditambang sehingga berdampak pada lingkungan, sehingga menimbulkan biaya tinggi yang dapat menjadi beban bagi PHDI.

Berikutnya, cara mempertanggungjawabkan nama agama dan Hindu yang terasa diberi nama, apalagi ada umat Hindu yang menentangnya. Lalu ada kemungkinan ada yang mengadukan PHDI karena merasa menggunakan nama Hindu.

Pandangan tersebut diungkapkan oleh Persatuan Mahasiswa Hindu Indonesia (KMHDI), Putu Dika Dedi Suatra, DPP Persatuan Pemuda Hindu Indonesia Bali (Peradah), Putu Dicky Mersa dan Pasemetonan Agung Nararya Dalem Benculuk Tegeh Kori (PANDBga).

Selain itu, Maha Warga Bujangga Wesnawa Guru Gede Widnyana dan PHDI Pusat Sabha Walaka adalah Guru Ketut Darmika, Wayan Sukayasa dan Wayan Suyadnya.

Paruman Walaka PHDI Bali Ketut Wartayasa Sekretaris PHDI Bali Putu Wirata Dwikora yang memimpin pembahasan tenggelamnya kapal tersebut menjelaskan referensi gerakan massa non-Hindu yang memutuskan tidak masuk ke sektor pertambangan terbuka. Penjelasan senada juga disampaikan anggota PHDI Pusat Walaka Sabha, I Wayan Sudirta.

Anggota Pengurus Pusat PHDI Sabha Walaka dan Anggota Komite III DPR Wayan Sudirta mengklarifikasi data dan fakta soal persaingan pertambangan yang sangat kompetitif.

Sudirta mencontohkan sebuah perusahaan pertambangan yang dirasa kuat, memiliki banyak jet pribadi namun ditutup karena konflik dengan penambang berkuasa.

Bahkan, Sudirta mengaku sudah memerintahkan pihak perusahaan untuk berdamai dengan perusahaan yang menurutnya kuat.

Ia mengatakan hal tersebut seraya menggambarkan sektor pertambangan sebagai sektor yang kejam dan bengis.

“Bukan berarti lahan tambang itu dibuang begitu saja,” ujarnya.

Di Bangka Belitung, kerugian kerusakan lingkungan dihitung oleh Kejaksaan Agung sebesar Rp 300 triliun, kata Sudirta. Sudirta juga berbicara tentang pencarian wakil jaksa penuntut umum untuk penyelidikan khusus oleh pejabat Densus, menyoroti parahnya konflik di sektor pertambangan.

Wayan Sudirta mewanti-wanti PHDI agar tidak terjun ke bisnis pertambangan. Sedangkan pelaku usaha di bidang jasa, termasuk PHDI, memiliki PT Mabhakti terkait penerbitan buku atau jasa seperti rumah sakit, tidak menjadi masalah.

Namun Wayan Sudirta mewanti-wanti untuk tidak terjun ke sektor pertambangan yang peluangnya terbuka melalui kebijakan pemerintah saat ini. Selain keinginan kuat agar PHDI tidak mengambil peluang usaha di sektor pertambangan, ada pihak yang jelas menyatakan ketaatan dan kuat kepada pemerintah.

Namun, belum ada keinginan langsung bagi PHDI untuk terjun ke bisnis pertambangan.

Ketua PHDI Bali Nyoman Kenak menegaskan, sangat mengapresiasi masukan dan pandangan yang disampaikan unsur PHDI, Pesemetonan, karang taruna Hindu seperti KMHDI, Peradah, PANBTK dan nomor Pasemetonan yang ada di sana.

Di akhir diskusi, dibentuklah kelompok kerja yang beranggotakan jajaran Ketua dan Sekretaris PHDI Bali, Paruman Walaka, PHDI Bali, KMHDI dan Peradah yang akan menyiapkan dokumen-dokumen yang disimpan sebagai bahan PHDI untuk mengambil keputusan. Hal ini akan menjadi salah satu kriteria yang patut diangkat sebagai usulan kepada PHDI pusat.

Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora, saat memperkenalkan adopsi dan implementasi ide tersebut, terlebih dahulu menjelaskan beberapa hal, termasuk perilaku sebagian gereja yang memilih tidak terjun ke bisnis pertambangan padahal seharusnya melakukan hal tersebut.

“Bagi mereka sesuai dengan pandangan menjaga karakter organisasinya sebagai pembela rakyat, termasuk mereka yang mengimbau parlemen agar dilindungi dan diwakili karena merasa telah disalahgunakan dalam pemanfaatan mineral.

Ada pula pengunjuk rasa yang mengaku tidak punya keterampilan dan takut berkonflik dengan masyarakat adat yang menguasai lahan yang bisa ditambang.

Tn. Putu menambahkan, resume dari kelompok penulis yang memperhitungkan berbagai masukan dari peserta pertemuan berikutnya akan dijadikan dasar bagi PHDI Bali dalam memilih ide dan integrasi pusat PHDI sesuai WIUPK sebagai. Sesuai permintaan PHDI Pusat.

“Sebagai pembela rakyat, menyampaikan keinginan, dengan alasan, data, dan argumentasi, tugas kita di PHDI Bali untuk memilih proses yang mencerminkan keinginan masyarakat,” kata Putu.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours