IESR: Pemanfaatan hidrogen di PLTU Jawa 9-10 layak ditiru

Estimated read time 2 min read

JAKARTA (ANTARA) – PLTU Jawa 9-10 yang berlokasi di Kabupaten Banten Suraya menggunakan hidrogen hijau dan amonia dalam proses produksinya dan dapat ditiru oleh PLTU lainnya, kata Fred Wijaya, analis senior Institute for Essential Services Reform (IESR) .

Tentu saja, jika berhasil di beberapa PLTU, dan dengan mempertimbangkan aspek teknis yang tepat, maka adopsi hidrogen dan amoniak bisa diterapkan di PLTU lainnya, ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Di sisi lain, Farid terus menekankan pentingnya menyiapkan media penyimpanan hidrogen yang aman, andal, dan murah pengoperasiannya.

PLTU Jawa 9-10 merupakan pembangkit listrik pertama di Indonesia yang menggunakan amonia dan hidrogen hijau selain batu bara.

Langkah tersebut sejalan dengan peta jalan transisi energi untuk mencapai net zero emisi (NZE) pada tahun 2060, yang berfokus pada pengembangan sumber energi baru, terbarukan, dan ramah lingkungan.

Farid juga mengatakan hidrogen dan amonia mempunyai peranan penting dan diharapkan dapat menggantikan bahan bakar fosil sebagai komoditas energi dan komoditas kimia sebagai bahan baku industri.

Ia menambahkan, hidrogen sangat bermanfaat. “Saat ini banyak negara yang berlomba-lomba memposisikan diri sebagai pusat teknologi, produsen, dan konsumen,” ujarnya.

“Hidrogen masa depan diharapkan menjadi hidrogen dengan jejak karbon yang rendah, terutama hidrogen hijau dari air dan elektrolisis dari sumber energi terbarukan,” ujarnya.

Namun, apakah ada keuntungannya, Farid mengatakan perlu penelitian lebih lanjut.

Ia menambahkan, “Tetapi selama proses ini dilakukan dengan baik dan benar, maka keuntungan negara bisa dimaksimalkan sekaligus meminimalisir potensi kerugian yang mungkin terjadi.”

Menanggapi hal tersebut, Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, mengatakan, pada tahap start-up saat ini, uji coba peluncuran bersama campuran bahan bakar hidrogen hijau dan amoniak atau PLTU sedang dilakukan.

“Hasil awal percobaan menunjukkan bahwa pembakaran bersama amonia dapat mengurangi emisi karbon dioksida secara signifikan tanpa mengorbankan efisiensi operasional pabrik,” katanya.

Namun hasilnya berbeda-beda tergantung persentase amonia yang digunakan dan karakteristik teknis PLTU.

Menurut dia, tantangan teknisnya antara lain penanganan korosi dan pengendalian emisi NOx (nitrogen oksida) yang meningkat akibat pembakaran amonia.

Selain itu, saat ini sedang dilakukan penelitian mengenai pengaruh jumlah campuran amonia terhadap biaya dasar pembangkitan listrik.

“Ke depan, jika keekonomian tercapai, hidrogen dan amonia bisa diterapkan pada PLTU lain sesuai peta jalan NZE dan RUKN,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours