Titip Agenda Pendidikan Pak Prabowo

Estimated read time 4 min read

Al Makin

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Jelang pelantikan presiden mendatang dan pembentukan kabinet, wajar jika warga negeri ini punya harapan baru. Banyak elemen masyarakat yang mempunyai harapan berbeda. Harapan kami, masyarakat umum yang umumnya disebut sebagai kelas menengah dapat memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan pendidikan.

Pak Prabowo, kita semua optimis bisa mengarahkan arah kapal nasional dan investasi pendidikan untuk generasi mendatang. Dia berpendidikan tinggi dengan pengalaman pendidikan internasional sejak usia dini.

Ia berasal dari keluarga terpelajar dengan sejarah panjang nenek moyangnya bertarung di buku dan bertarung di lapangan. Tidak diragukan lagi.

Kami berharap beliau menyadari bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Pendidikan akan menentukan arah masa depan bangsa kita. Pendidikan memerlukan kesabaran dan kekuatan, karena tidak semua investasi cepat membuahkan hasil.

Ibarat menanam pohon yang besar dan sehat, pendidikan akan membuahkan hasil setelah beberapa tahun atau bahkan berabad-abad. Kami harus bersabar dan tidak terburu-buru keluar kotak seperti manuver mendadak dan zigzag cepat. Pendidikan itu pengorbanan di awal, hasilnya akan panjang di kemudian hari. Percayalah, hasilnya akan jauh lebih menakjubkan dari yang kita bayangkan.

Pendidikan tidak dapat diukur seperti investasi pada saham, perusahaan, atau perekonomian secara keseluruhan. Pendidikan merupakan investasi jangka panjang pada sumber daya manusia. Itu membutuhkan kesabaran dan pengorbanan di muka.

Lagi-lagi, Prabowo nampaknya fokus pada pendidikan karakter atau moral sejak visi dan misi kampanyenya. Hal ini layak mendapat tempat khusus dan mungkin harus disorot. Moralitas dan karakter, kejujuran, integritas, komitmen terhadap pemerintahan yang bersih, pemberantasan korupsi adalah harapan seluruh warga negara.

Di era Pak Jokowi, pendidikan fokus pada pasar dan berorientasi pada lapangan kerja. Padahal, semboyan kerja dan berkarya menandai masa sentralisasi administrasi dan birokrasi pada masa itu. Pendidikan dimaknai sebagai penghubung antara sekolah dengan dunia kerja praktis dan pasar ekonomi. Oleh karena itu, siswa dan mahasiswa dipersiapkan untuk siap menghadapi dunia kerja. Program studi mandiri adalah jawabannya.

Tujuan utamanya adalah program universitas untuk terhubung dengan dunia kerja dan pasar. Maka wajar jika pelatihan vokasi, pendidikan digital, dan kurikulum mandiri menjadi rujukan utama. Program studi mandiri berarti magang di perusahaan dan memberikan kesempatan kepada pelajar dan mahasiswa untuk memasuki dunia praktik.

Di era Pak Jokowi, kita semua diajak bekerja. Infrastruktur dan tenaga kerja berarti materi dan materi.

Berbeda dengan era Pak SBY. Dia menyoroti anggaran pendidikan sebesar 20% APBN. Di era Pak SBY, ia juga mengeluarkan kebijakan 30 persen anggaran pendidikan untuk riset dan inovasi.

Di era Pak SBY, para pendidik yaitu guru dan dosen menikmati kenaikan gaji, tunjangan, sertifikat, dan imbalan lainnya. Anggaran pendidikan meningkat, begitu pula nasib para pendidik. Kebijakan ini kemudian dilanjutkan pada era Pak Jokowi, namun belum mengalami perbaikan yang signifikan.

Program studi mandiri baru menjembatani dunia kerja dan pendidikan. Investasi jangka panjang di bidang pendidikan dan pendidikan moral belum mendapat bagiannya.

Alhasil, karena model kebijakan Pak SBY, publikasi di jurnal nasional dan internasional digratiskan. Internasionalisasi kampus sangat terasa. Wajah para guru dan profesor juga terlihat lebih bahagia. Pendidikan terasa ditingkatkan.

Tak perlu lagi membandingkan apakah Pak SBY atau Pak Jokowi pro pendidikan. Biarkan hasilnya berbicara dan tuliskan ceritanya. Politik mempunyai konsekuensi. Hasilnya berbicara sendiri.

Yang penting di era baru Pak Prabovo, kelas menengah harus tetap memegang kendali. Kelas menengah terdiri dari masyarakat biasa yang bekerja di perkantoran, sawah, laut, jalan, pabrik, sekolah, universitas atau orang yang sedang menuntut ilmu.

Kelas menengah dalam lima atau sepuluh tahun terakhir lesu, kurang semangat dalam mengawal hal-hal untuk memperkuat peran pendidikan, ekonomi, politik dan sosial serta sebagai penyeimbang penyelenggaraan negara. Kelas menengah melemah.

Dunia pendidikan harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Partisipasi dan kontrol masyarakat juga merupakan nutrisi bagi demokrasi.

Ingat, ketika Belanda berinvestasi di dunia pendidikan melalui kebijakan etisnya, lahirlah kaum intelektual yang memerdekakan negeri ini. Berkat pendidikan Belanda, kelas menengah memupuk rasa cinta tanah air, rasa persatuan, berbicara diplomatis, dan lahirlah organisasi yang melahirkan pemimpin nasional.

Orde baru Pak Suharto juga melakukan investasi di bidang pendidikan karena didukung oleh para intelektual dari beberapa universitas kelas dunia. Sekali lagi, Soeharto bersedia mendengarkan nasihatnya. 30 tahun pemerintahan dan birokrasi dengan stabilitas ekonomi, sosial dan politik berkat lembaga think tank kelas dunia.

Kita mencermati kebijakan pendidikan Pak Prabowo. Berinvestasi di bidang pendidikan merupakan investasi jangka panjang bagi negara.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours