Ini 5 Penyebab Bikin Kelas Menengah Indonesia Jadi Miskin

Estimated read time 2 min read

JAKARTA – Jumlah kelas menengah Indonesia semakin berkurang karena berbagai sebab. Setidaknya ada lima faktor yang mendorong kelas menengah menjadi kelas menengah bawah atau upper middle class (AMC).

Bhima Yudhisthira, direktur eksekutif Pusat Urusan Ekonomi dan Hukum (CELIOS), mengatakan perekonomian sedang terpuruk. Hampir seluruh produksi pada kuartal kedua tahun 2024 mengalami kesulitan khususnya padat karya.

Akibat berkurangnya lapangan kerja di industri dalam negeri, banyak perusahaan di sektor ini terpaksa mengurangi lapangan kerja dengan melakukan PHK terhadap karyawannya.

Kata Bhima kepada MNC Portal, Senin (9 September 2024).

Kedua, suku bunga bank yang tinggi mempengaruhi hipotek, kredit mobil, dan pinjaman konsumen lainnya. Saat ini Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga BI sebesar 6,25%.

Ketiga, pekerja sawit, nikel, dan batu bara belum mendapatkan peningkatan pendapatan dibandingkan tahun 2021 karena promosi produk telah berakhir.

Keempat, kebijakan perpajakan pemerintah, khususnya pemberlakuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11 persen, mungkin telah menyebabkan harga barang eceran lebih tinggi.

Beema mengatakan model tersebut menunjukkan bahwa pendapatan per kapita berkurang karena banyak pajak dan retribusi, termasuk yang merugikan kelas menengah.

Kelima, kinerjanya kecil dibandingkan nominal belanja karena buruknya infrastruktur dan anggaran.

Menurutnya, hingga saat ini dukungan pemerintah terhadap kelas menengah belum cukup untuk menutupi kenaikan harga pangan, perumahan, pendidikan, suku bunga, tenaga kerja, dan lain-lain.

“Layanan sosial (pelayanan kesehatan) yang ditingkatkan pada pemilu lalu masih hanya menyasar kelompok yang berada di bawah garis kemiskinan. Saat ini, insentif pajak seperti PPH yang diberikan pada masa pandemi sudah dihapuskan. 21 untuk pekerja DTP,” jelasnya.

Dia menambahkan: “Kelas menengah harus menanggung beban kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 11%, yang akan menyebabkan harga komoditas lebih tinggi.”

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours