Dolar Makin Terpuruk, Rupiah Ditutup Menguat ke Rp15.102

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Nilai tukar rupiah (kurs) pada perdagangan hari ini kembali ditutup sebesar 85 poin atau 0,56 persen ke level Rp15.102 setelah sebelumnya Rp15.187 terhadap dolar AS.

Pengamat pasar keuangan Ibrahim Assuaibi mengatakan dolar AS kembali melemah karena beberapa pembicara utama The Fed akan memberikan lebih banyak sinyal mengenai suku bunga pada pekan ini, terutama pidato Ketua Jerome Powell pada hari Kamis.

Ibrahim menulis dalam penelitiannya, Rabu (25/9/2024): “Data PCE – suku bunga kebijakan moneter The Fed – akan dirilis pada hari Jumat dan diharapkan menjadi alasan rencana bank sentral untuk menaikkan laba.”

Analis di Citi mengatakan The Fed dapat menurunkan suku bunga sebesar 125 basis poin setelah memangkas 50 bps pada pekan lalu. Goldman Sachs memperkirakan penurunan sebesar 25 bps pada setiap pertemuan November hingga Juni 2025.

Sebelumnya, aktivitas perdagangan euro sangat aktif pada bulan ini. Krisis tampaknya meluas ke Jerman, negara dengan perekonomian terbesar di Eropa, yang kondisinya paling buruk.

Bank Sentral Eropa memangkas suku bunga untuk kedua kalinya tahun ini pada awal bulan lalu, dan tanda-tanda pelemahan ekonomi lebih lanjut dapat meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga lagi pada bulan Oktober.

Pada hari Selasa, Bank Rakyat Tiongkok mengumumkan serangkaian langkah stimulus, termasuk langkah-langkah untuk meningkatkan penjualan dan mengurangi pasar properti. Keputusan tersebut meningkatkan keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia akan membaik.

Para analis mengatakan diperlukan lebih banyak langkah dari Beijing untuk memperlambat kemajuan. Tiongkok telah berulang kali meluncurkan stimulus fiskal selama tiga tahun terakhir, namun tidak membuahkan hasil.

Berdasarkan opini sementara, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga (BI Rate) pada rapat Dewan Pengurus (RDG) September 2024 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6%. Pejabat BI menegaskan, keputusan ini merupakan cara untuk mengubah kebijakan moneter dari keamanan menjadi pembangunan.

Penyebab penurunan suku bunga tersebut adalah masih adanya tren penurunan suku bunga bank sentral Amerika Serikat atau Federal Funds Rate (FFR) pada bulan ini. Mudah-mudahan, meski FFR belum turun saat RDG BI berlangsung, para pimpinan BI memutuskan untuk menurunkan BI rate terlebih dahulu.

Sehingga, dampak pemotongan FFR pada bulan ini diyakini akan berdampak pada volatilitas nilai tukar rupee. Oleh karena itu, BI sebelumnya mengaitkan rendahnya suku bunga tersebut dengan stagnasi nilai tukar rupee. Inflasi stabil dan diperkirakan akan bergerak ke 2,5+-1 persen pada tahun 2024 dan 2025.

Yang penting adalah peran kebijakan moneter dalam pertumbuhan ekonomi. Jika sebelumnya kebijakan BI yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah makroprudensial dan metode pembayaran, kali ini juga didorong oleh kebijakan fiskal.

Dengan adanya stimulus kebijakan moneter berupa penurunan BI rate, kami yakin hal ini akan mendorong lebih banyak penyaluran kredit di perbankan, sehingga mampu mendorong investasi, dan pada akhirnya meningkatkan pembangunan perekonomian yang berkelanjutan.

Berdasarkan hal di atas, nilai tukar rupiah pada perdagangan selanjutnya diperkirakan akan mengalami perubahan, namun juga ditutup menguat dibandingkan Rp 15.000 – Rp 15.120 terhadap dolar AS.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours