Indef: Masuk RUU EBET power wheeling bebani APBN

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talatov menilai masuknya skema roda listrik dalam RUU Energi dan Energi Terbarukan (RUU EBET) bisa menjadi beban bagi masa depan. APBN.

Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah dan DPR RI tidak perlu memasukkan skema roda listrik ke dalam RUU EBET.

“Pemerintah dan DPR tidak perlu menjadikan power wheeling sebagai insentif untuk menggairahkan energi baru terbarukan. Karena power wheeling sangat berbahaya bagi keuangan negara. Beban negara berisiko meningkatkan APBN pada periode berikutnya dan terancam,” dia menambahkan. kata Abra dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, terdapat risiko peningkatan beban APBN yang timbul dari tambahan biaya inti penyediaan listrik akibat masuknya pembangkit listrik milik swasta melalui skema power wheel.

Peraturan powerwheel memperbolehkan pembangkit swasta untuk menjual listrik EBET yang mereka hasilkan langsung ke masyarakat dengan menyewa jaringan transmisi/distribusi milik negara.

“Ada beberapa risiko sebagai implikasi skema roda listrik yang selanjutnya akan berdampak pada kesehatan keuangan negara,” ujarnya.

Risiko penambahan beban APBN juga dapat timbul karena adanya potensi tambahan biaya pokok penyediaan tenaga listrik (BPP) akibat masuknya pembangkit listrik dari skema power wheel yang berasal dari ‘energi terbarukan intermittent’.

Implikasinya, lanjutnya, akan ada tambahan spinning cadangan (spinning cadangan atau biaya cadangan) untuk menjaga keandalan dan stabilitas sistem ketenagalistrikan sehingga setiap penambahan daya sebesar 1 gigawatt (GW) melalui power wheel maka akan timbul biaya tambahan sebesar hingga Rp 3,44 triliun (biaya akuisisi atau pembayaran + biaya cadangan) yang tentunya akan membebani keuangan publik.

Dia mengatakan pemerintah tidak perlu memberikan insentif untuk penggunaan jaringan listrik secara bersama. Dalam RUPTL terbaru, target tambahan pembangkitan EBT mencapai 20,9 gigawatt (GW), pangsa swasta mencapai 56,3 persen atau setara 11,8 GW.

“Pemerintah melalui Kementerian Keuangan harus menjadi benteng terakhir dalam melawan penerapan skema roda listrik yang dapat merugikan negara. Karena Kementerian Keuangan mengetahui betul bagaimana situasi keuangan negara pada pemerintahan selanjutnya. katanya. katanya

Abra menambahkan, pemerintah memang sudah menggelar karpet merah bagi swasta untuk memperluas bauran energi baru terbarukan/EBT sebagaimana dijamin dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

“Apa pun instrumen yang akan diberikan, pengembangan energi baru terbarukan cukup menggunakan RUPTL yang disepakati bersama,” ujarnya.

Ia menegaskan, pemerintah harus terus mengawal pembahasan RUU EBET yang memuat pasal power wheeling karena risiko terbesarnya adalah mengenakan pajak atas keuangan publik yang dapat berdampak langsung pada pembangunan dan masyarakat kecil.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours