Sinta Nuriyah Harap Pencabutan TAP MPR II/2001 tentang Gus Dur Bukan Basa-basi Politik

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Istri Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Sinta Nuriyah berharap pencabutan Ketetapan MPR (TAP) Nomor II Tahun 2001 tentang Tanggung Jawab Gus Dur bukan sekadar pernyataan politik. Sinta berharap rekonsiliasi harus berlandaskan prinsip keadilan agar bisa tercapai secara efektif.

Sebelumnya, MPR membatalkan TAP MPR II Tahun 2001 tentang tanggung jawab Gus Dur pada Rabu 25 September 2024. “Pertama-tama izinkan kami keluarga KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyampaikan apresiasi atas upaya MPR mencabut TAP MPR nomor II/MPR/2001. “TAP MPR selama ini masih menjadi kendala besar bagi kami, keluarga Gus Dur, dan masyarakat Indonesia lainnya,” kata Sinta, Senin (30/9/2024).

Sinta mengatakan, TAP MPR menjadi keputusan yang seolah-olah menempatkan Gus Dur inkonstitusional tanpa kita bisa mengajukan banding. “Ibarat tali mati yang tidak akan pernah bisa kita lepaskan. “Beban ini harus kita pikul sampai hari ini,” ujarnya.

Sinta juga berharap agar pencabutan TAP MPR No. II/MPR/2001 semoga menjadi langkah awal dalam menciptakan landasan hukum yang lebih mengikat bagi rehabilitasi nama baik Gus Dur ke depan.

“Kami memahami bahwa penarikan kembali TAP MPR bersama dengan TAP MPR yang menjerat Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto dimaksudkan sebagai langkah menuju rekonsiliasi nasional, hal yang juga diperjuangkan Gus Dur selama memimpin bangsa hingga akhir hayatnya. ” Namun kami berpendapat rekonsiliasi harus tetap berlandaskan prinsip keadilan agar dapat dilaksanakan secara efektif, tidak hanya sekedar basa-basi politik,” tegasnya.

Menurut Sinta, rekonsiliasi ini bisa terus berlanjut seperti yang terjadi di Afrika Selatan pada masa Nelson Mandela dan yang terjadi di Timor Timur pasca kemerdekaan. Oleh karena itu, kami keluarga Gus Dur menyambut baik proses rekonsiliasi ini asalkan tidak dilakukan setengah hati.

Soal Gus Dur, kata Sinta, pasti ada cerita yang membenarkan bahwa Gus Dur tidak pernah mengeksekusi tuduhan terhadap dirinya. Apalagi, banyak pakar konstitusi yang bisa bersaksi bahwa Gus Dur mengalami apa yang disebut kudeta parlemen.

“Ini merupakan kerancuan proses politik, mengingat Indonesia tidak menganut sistem demokrasi parlementer, melainkan menganut sistem presidensial. Berbagai tuduhan terhadap Gus Dur dilontarkan melalui prosedur yang salah dan bentrok, dan sampai saat ini tuduhan tersebut tidak ada satupun yang terbukti, ujarnya.

Sinta mengatakan, yang paling menyakitkan bagi keluarga adalah tudingan Gus Dur melakukan tindakan korupsi. “Siapapun yang mengenal Gus Dur, dan saya kira banyak orang di ruangan ini yang pernah berinteraksi langsung dengan Gus Dur, bisa bersaksi tentang kesederhanaan Gus Dur.”

“Sampai akhir hayatnya, Gus Dur tidak pernah menimbun kekayaan. Ironisnya, Gus Dur juga digulingkan karena dianggap tidak patuh pada MPR karena ingin mengangkat Kapolri sendiri, kewenangan yang berada di ranah eksekutif dan saat itu hendak diintervensi. oleh badan legislatif. kaya. “Anomali demokrasi ini harus diperbaiki sepenuhnya,” kata Sinta.

Sinta menegaskan, keluarga Gus Dur tidak pernah menaruh dendam terhadap siapa pun yang terlibat dalam pencopotan Gus Dur dari kursi presiden. – Namun keluarga Gus Dur berpendapat penting bagi negara untuk mengoreksi sejarah agar seluruh bangsa belajar dan tidak mengulangi kesalahan yang sama, ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours