Keluarga korban perang Gaza ditolak masuk Australia

Estimated read time 2 min read

ANKARA (ANTARA) – Pihak berwenang Australia menolak masuknya anak-anak korban perang Israel yang terbunuh di Jalur Gaza meski memiliki saudara kandung yang tinggal di Australia.

Zuhair El Henday, yang telah tinggal di New South Wales (NSW) selama beberapa tahun, mengatakan meskipun sudah berupaya sebaik mungkin, dia belum mendapatkan visa untuk keluarganya yang tinggal di Gaza.

“Saya telah membuktikan bahwa saya adalah warga negara sejati dan berkontribusi pada negara ini dan pembangunan masyarakat. Jadi mengapa saya tidak berhak membawa keluarga saya ke sini untuk memastikan keselamatan mereka?” El Endey mengatakan kepada SBS News Jumat lalu (16 Agustus):

Adiknya Lubna, suaminya, dua putra dan menantunya tewas dalam serangan udara Israel di rumah mereka di Kota Gaza November lalu.

Sementara itu, tiga keponakan El Henday selamat dari serangan tersebut.

Pengungkapan El Henday ini menyusul seruan baru-baru ini dari pemimpin oposisi Australia Peter Dutton untuk melarang warga Palestina yang meninggalkan Jalur Gaza memasuki Australia.

Tuntutan ini menimbulkan tentangan keras dari pemerintah dan kelompok masyarakat sipil.

Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan para pemimpin oposisi selalu ingin memecah belah masyarakat.

“Peter Dutton selalu menginginkan perpisahan. Terkait keamanan nasional, kami akan mendengarkan badan keamanan,” kata Albanese.

Demikian pula, Nasser Mashni, presiden Jaringan Advokasi Palestina Australia, mengkritik Dutton dan menyebut tuntutan tersebut memalukan.

Israel, yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyerukan gencatan senjata segera, menghadapi kecaman internasional di tengah berlanjutnya serangan brutal di Jalur Gaza sejak serangan oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober tahun lalu.

Sejak itu, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 40.000 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan melukai lebih dari 92.400 orang, menurut otoritas kesehatan setempat.

Lebih dari 10 bulan setelah serangan brutal Israel, sebagian besar wilayah Gaza telah hancur akibat blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan.

Israel telah didakwa melakukan genosida oleh Mahkamah Internasional (ICJ) dan memerintahkan penghentian segera operasi militer di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum serangan tanggal 6 Mei.

Sumber: Anadolu

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours