Produksi specialty coffee dari kebun Wanoja Coffee

Estimated read time 4 min read

Jakarta (Antara) – Perjalanan dari biji kopi hingga menjadi secangkir kopi yang Anda minum setiap hari sebenarnya merupakan proses yang cukup panjang dan sulit. Satreo Amambi, salah satu pemilik perkebunan Kopi Wanoja di Kamojang, Garut, Jawa Barat, terus menanam biji kopi spesial yang menjadi makanan pokok para roaster lokal di Jawa Barat. Di ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (MDPL), Satrea membudidayakan kopi spesialnya dari beberapa varietas seperti Sigarutang, Lini S, Kartika, Andung Sari, dan Yellow Caturra. Biji kopi arabika didapat dari varietas ini. Anda harus menunggu sekitar delapan bulan hingga buah kopi matang. “Beberapa varietas cabai yang matang berwarna kuning, tetapi cabai merah yang matang rata-rata berwarna merah. Kalau mau lebih enak lagi tunggu sampai warna merahnya lebih gelap, nanti berpengaruh pada rasa dan harganya,” kata Satreya saat menjadi rekan di Perkebunan Kopi Vanoja, Selasa (1/10). Baca Juga: Kopi Wanoja Pekerjakan Wanita Lokal Untuk Mengolah Biji Kopi Baca Juga: Kisah Pemanggang Kopi Fugol Memperkenalkan Pilihan Kopi Buah dengan Tip. Dari satu pohon Anda bisa mendapatkan sekitar empat hingga lima kilogram buah ceri berkualitas baik. Menurut Satrea, dibutuhkan sekitar dua pohon atau sekitar 7,5 kilogram untuk menghasilkan satu kilogram green bean atau biji kopi mentah. Sedangkan rata-rata panen biji kopi di Jawa Barat setiap empat hingga tujuh bulan sekali. “Namun tahun ini ada perubahan karena cuaca, panen dimulai bulan ke-6 dan berakhir Agustus, tahun lalu mekar tanggal 10-11, sekarang akhir tanggal 9, jadi semakin tidak menentu. . . Lanjutnya. Setelah buah matang, para petani mengumpulkan buah kopi tersebut dan mengirimkannya untuk disortir untuk diambil mana yang baik dan mana yang tidak, lalu dipetik kembali untuk dijadikan kopi spesial dan komersial. Setelah disortir, buah kopi tersebut dikeringkan. Ada tiga jenis proses utama yaitu pencucian, yaitu buah kopi digiling, kemudian difermentasi dan kemudian dijemur. Disebut madu karena biji kopi menjadi lengket seperti madu yang difermentasi, kemudian dijemur penjemuran, proses pencucian 8-9 hari, natural 20-28 hari,” ujarnya, penjemuran untuk keperluan komersil juga bisa dilakukan dengan mesin atau penjemuran mekanis berkapasitas 700 kilogram hingga 1 ton dalam waktu lebih cepat. Hanya membutuhkan waktu 24 jam hingga 2 hari untuk metode pencucian dan hanya 3 hari untuk metode alami. Pengeringan mekanis juga digunakan dalam cuaca buruk atau bila diperlukan. Kopi yang dijemur dan dijemur lama tersebut melalui proses pengolahan biji kopi menjadi green bean dengan menggunakan mesin, kemudian dilanjutkan ke tahap penyortiran dengan cara penyortiran manual. Wanoja Coffee memberdayakan ibu-ibu setempat untuk membantu proses tersebut. Proses penyortiran manual digunakan untuk menyortir kembali biji kopi dengan menggunakan alat penghancur untuk kepadatan dan ukuran atau untuk menyortir biji kopi agar bentuk dan ketebalannya seragam. Kemudian melalui proses kendali mutu (QC) dan didistribusikan. Tahun ini, Kopi Wanoja mampu memproduksi 80 ton biji kopi mentah (green beans) yang dikirim ke pasar lokal. Mereka juga berlangganan barbekyu lokal di Jawa Barat dan Jakarta, serta ekspor ke Belanda dan Arab Saudi. “Di Belanda kita kontraknya 30 ton, di Arab Saudi kita 19,2 ton, kalau di lokal kita 50 ton, produknya green bean,” kata Satrea seraya menambahkan, cara yang paling mahal adalah cara alami karena memerlukan dia. Waktu pengeringan yang paling lama dan paling murah biasanya adalah cara mencucinya, karena lebih mudah dan cepat. Umumnya Satrea menjual produk green bean dengan harga antara 115.000 hingga 125.000 rupiah, sedangkan produk kopi spesial dijual dengan harga sekitar 248.000 rupiah per kilogram. Trah yang lebih baik. Dia mengatakan Sigarutang jelas tidak cocok dengan pola tanam, tanah basah, dan iklim Jawa Barat yang sering berubah. Hal ini mengakibatkan enam hektare atau 10.000 pohon varietas cerututang di lahan miliknya rusak dan kering akibat serangan hama jamur dan karat daun. Ini terjadi hanya setelah 10 tahun penanaman. Oleh karena itu, tahun depan tanaman kering akan kami ganti dengan varietas baru Lini S dan Andung Sari yang lebih tahan terhadap hama, kata Satrea.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours