Pengamat Cium Aroma Politis soal Ekspor Pasir Laut di Ujung Jabatan Jokowi

Estimated read time 5 min read

JAKARTA – Pengamat politik Pieter C Zulkifli mencium aroma politik di balik kebijakan pembukaan keran ekspor pasir laut di akhir masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ia menilai kebijakan pemerintah menimbulkan pertanyaan besar di masyarakat.

“Apakah ini murni kebijakan ekonomi atau ada agenda politik di baliknya?” kata Pieter C Zulkifli dalam keterangannya, Jumat (27/9/2024).

Dalam catatan kritisnya, Pieter mempertanyakan sikap Jokowi yang memberikan izin penambangan pasir di akhir masa pemerintahannya. Memang, Pieter menilai jelas banyak pihak yang curiga dengan keputusan Jokowi membuka keran ekspor pasir laut.

Pasalnya, masih banyak persoalan krusial negara lainnya yang perlu segera diselesaikan. Ia mencontohkan berbagai kasus yang patut menjadi prioritas penyelesaian oleh Jokowi, seperti perbaikan penegakan hukum, pemulihan institusi pendidikan nasional, pelayanan kesehatan yang masih belum demi keselamatan masyarakat, penerbitan PP Omnibus Law Kesehatan, dan lain-lain. dan tindakan tegas terhadap penambangan liar.

Bukankah itu yang sangat dibutuhkan rakyat? Keamanan rakyat harusnya menjadi prioritas utama negara, kata mantan Ketua Komite III DPR itu.

Ia menilai, pada masa kepemimpinannya, Jokowi dikenal gigih dalam menjaga sumber daya alam (SDA) Indonesia. Selain itu, penambangan pasir laut dinilai merusak ekosistem, menimbulkan abrasi, dan mengancam kehidupan masyarakat pesisir.

Ia menambahkan, pemerintahan Jokowi tidak segan-segan menindak tegas penambang liar. Namun, kata Pieter, sebelum Jokowi lengser, ia melonggarkan kebijakan tersebut sehingga menimbulkan spekulasi mengenai alasan di balik keputusan tersebut.

Oleh karena itu, ia menilai keputusan Jokowi mengenai penambangan pasir bertentangan dengan sikapnya saat ini. “Benarkah keputusan ini murni untuk kepentingan ekonomi jangka pendek, atau ada permainan politik di baliknya?”

Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, menurut Pieter, merupakan langkah pemerintah untuk melegalkan kembali pengambilan pasir laut. Istilah pengelolaan sedimentasi laut sebenarnya berarti penambangan pasir laut.

Selain itu, pengambilan pasir dengan perahu vakum dipastikan akan merusak ekosistem perairan, merusak wilayah penangkapan ikan, dan merusak habitat ikan. Ia menilai dibukanya kembali kran izin ekspor pasir laut merupakan dorongan pemerintah untuk melegalkan kembali penambangan pasir laut dan ekspor pasir laut untuk bahan sedimentasi, serta persoalan pengelolaan hasil sedimentasi di laut.

Lebih lanjut dia mengatakan, penataan ini merupakan strategi elit untuk memberikan izin kepada sejumlah pihak yang dianggap berkontribusi, dengan imbalan pemeliharaan pasir laut dan pengendalian hasil sedimentasi laut. Dia menduga izin ekspor pasir laut ini akan menguntungkan negara seperti Singapura dan China yang saat ini membutuhkan material tersebut untuk memperluas wilayahnya.

Diketahui hingga tahun 2030 Singapura akan memperluas wilayahnya dengan menimbun laut. Sementara itu, China saat ini sedang membangun pulau-pulau kecil di kawasan Laut China Selatan yang membutuhkan banyak pasir.

Di sisi lain, kebijakan ini berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan yang besar, membahayakan warga pesisir, dan meningkatkan risiko tenggelamnya pulau-pulau kecil di sekitarnya, tambahnya.

Berdasarkan catatan tersebut, Pieter menduga izin ekspor pasir laut bukan sekedar keputusan politik, namun ada agenda politik tersembunyi di baliknya. Salah satu spekulasi yang muncul adalah izin penambangan pasir ini bisa menjadi bom waktu bagi pemerintahan berikutnya, Prabowo Subianto.

Ada pula yang berpendapat bahwa keputusan ini sengaja diambil untuk meninggalkan masalah bagi pemerintahan Prabowo. Nyatanya, keputusan tersebut seolah menjadi jebakan yang bertujuan menggoyahkan stabilitas pemerintahannya.

“Jika Prabowo meninggalkan pertambangan karena alasan lingkungan, ia berisiko dicap anti-investasi. Namun jika ia terus melakukannya, ia akan dianggap tidak peduli terhadap pelestarian alam, sehingga menciptakan dilema politik yang sulit untuk diselesaikan,” katanya.

Pieter berpendapat, politik penambangan pasir bukan hanya soal ekonomi, tapi juga dinamika politik. Selain itu, izin yang diterbitkan di akhir masa amanah dapat menimbulkan berbagai akibat. Ia mengatakan, Prabowo sebagai presiden terpilih menghadapi tantangan besar terkait pengelolaan tambang.

Pieter sependapat bahwa penambangan pasir seringkali melibatkan kepentingan ekonomi besar, yang seringkali bersinggungan dengan kekuatan politik dan elite bisnis. “Ada persepsi bahwa kebijakan ini bisa menjadi jebakan politik bagi Prabowo. Jika pemerintahannya terpaksa menghentikan penambangan pasir karena dampak lingkungan yang serius, maka Prabowo tidak akan tertarik untuk berinvestasi,” ujarnya.

“Namun jika dibiarkan maka akan terlihat tidak peduli terhadap kelestarian alam. “Ini adalah dilema yang tidak mudah diselesaikan dan dapat mempengaruhi citra politik Prabowo di masa depan,” lanjutnya.

Pieter Zulkifli menyinggung reaksi Partai Gerindra sesaat setelah kebijakan izin ekspor pasir laut diumumkan ke publik. Dia menilai pernyataan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani yang meminta pemerintah menunda kebijakan tersebut tidak lepas dari banyaknya kontribusi para aktivis lingkungan hidup yang menolak dibukanya keputusan Jokowi untuk marina tujuh izin ekspor.

“Ditegaskannya, Gerindra tidak ingin kebijakan ini merugikan masyarakat, terutama yang tinggal di pesisir pantai dan bergantung pada ekosistem laut,” ujarnya.

Ia pun menilai Muzani memberikan sinyal bahwa Prabowo siap mengevaluasi kebijakan tersebut saat resmi dilantik sebagai presiden. Hal ini menandakan bahwa Prabowo dan Gerindra sadar akan kemungkinan risiko kebijakan penambangan pasir ini terhadap reputasi pemerintahan baru.

Dalam beberapa hari ke depan, Prabowo akan menggantikan Jokowi. Masyarakat kini menunggu keputusan pemerintah baru mengenai izin penambangan pasir. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) diminta Gerindra untuk memberikan izin ekspor 66 ton pasir. perusahaan yang sudah mendaftar,” ujarnya.

Pieter menyatakan, keputusan kontroversial Jokowi di akhir masa kepemimpinannya yang membuka ekspor pasir laut merupakan tantangan besar bagi pemerintahan mendatang. Jika tidak dikelola dengan baik, kata dia, kebijakan tersebut bisa menjadi masalah serius yang mengganggu stabilitas pemerintahan Prabowo dan amunisi lawan politiknya di masa depan.

“Apakah itu jebakan politik atau sekadar kebijakan pragmatis, hanya waktu yang akan menjawabnya,” tutupnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours