Tata kelola kunci bagi perusahaan hadapi masa depan

Estimated read time 5 min read

Jakarta (ANTARA) – Tata kelola atau manajemen saat ini menjadi sebuah konsep yang sering digaungkan di berbagai organisasi, baik pemerintah, perusahaan (swasta dan BUMN), hingga organisasi massa.

Bagi pemerintah, governance berarti segala upaya untuk membina masyarakat (masyarakat), namun bagi swasta/perusahaan berarti menjaga kelangsungan operasionalnya agar dapat bertahan dalam jangka panjang.

Meski diatur berbeda, namun baik pemerintah maupun perusahaan memiliki tujuan yang sama, yaitu memastikan kegiatan tersebut tetap berkelanjutan.

Direktur Eksekutif Komite Nasional Kebijakan Pemerintahan (KNKG) Sidharta Utama mengatakan governance dapat diartikan bahwa pemerintah dan dunia usaha mengedepankan aspek lingkungan hidup dan sosial dalam kegiatannya sehingga mendapat kepercayaan masyarakat.

Ketika kegiatan dilaksanakan, fokusnya tidak hanya pada sektor keuangan saja, namun aspek lingkungan dan sosial harus mendapat tempat yang setara untuk kepentingan kelanjutan kegiatan tersebut.

Agar suatu organisasi dapat disegani masyarakat, aspek lingkungan dan sosial dalam kegiatannya harus diutamakan.

Padahal, tambah Sidharta, organisasi yang berhasil bertahan dalam jangka panjang adalah organisasi yang berhasil mengembangkan perekonomian, sosial, dan lingkungan secara bersamaan. Maskapai penerbangan menjadi salah satu sektor yang harus menerapkan tata kelola, karena Indonesia akan menciptakan sektor pariwisata yang setara dengan negara lain. MASUK Ganet Dirgantoro

Instruksi

Dalam penerapan tata kelola seringkali terintegrasi dengan risiko dan kepatuhan atau dikenal dengan istilah tata kelola, risiko dan kepatuhan (GRC).

Pemerintah telah mengeluarkan pedoman pelaksanaan GRC, yaitu. melalui Pedoman Umum Tata Kelola Perusahaan Indonesia (PUG-KI).

Pedoman ini kemudian diterjemahkan oleh lembaga, termasuk perusahaan, menjadi peraturan. Pemerintah Kabupaten DKI Jakarta sendiri telah menuangkannya dalam bentuk peraturan daerah yang mengatur tentang penerapan GRC pada perusahaan-perusahaan yang berada di bawahnya.

Sementara itu, Direktur Sekolah Pelatihan Manajemen CRMS Indonesia, Dr. Antonius Alijoyo mengatakan bagi dunia usaha, penerapan GRC yang efektif akan memungkinkan kinerja bisnis tumbuh dengan aman dan efisien. Sebab, didukung kepercayaan masyarakat dan investor yang semakin besar.

Sehubungan dengan hal tersebut, diharapkan perusahaan kini mulai menerapkan tidak hanya GRC saja, namun juga ESG (Social Environmental Governance) dan SGDs (Sustainable Social Governance) yang sudah menjadi kebijakan perusahaan global. Hal ini bertujuan untuk memastikan perusahaan memiliki ketahanan dan ketangkasan dalam menjalankan operasionalnya.

Agar GRC dapat berfungsi dan berkembang secara berkelanjutan maka harus menjadi budaya dalam perusahaan, diperlukan kepemimpinan yang mempunyai peran dan komitmen yang tinggi dalam menerapkannya di lingkungan perusahaan. Setiap tahunnya, jumlah perusahaan yang menerapkan GRC terus meningkat. Buktinya, perusahaan-perusahaan yang mengikuti penilaian GRC tahun ini mengalami peningkatan sebesar 14 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Untuk membersihkan

Penerapan tata kelola yang baik seringkali dijadikan acuan dalam menyusun rencana masa depan. Beberapa perusahaan menggunakannya bahkan sebelum mereka memutuskan untuk mempertahankan bisnis sampingannya atau bahkan meninggalkannya. Pedagang skala UMKM juga harus mengantisipasi perubahan cepat di masa depan melalui manajemen risiko. MASUK Ganet Dirgantoro

Saat ini sedang menjadi tren bagi perusahaan untuk melakukan restrukturisasi bisnis inti agar dapat fokus menghadapi persaingan. Beberapa perusahaan bahkan menilai apakah bisnis sampingan yang digelutinya memberikan kontribusi positif terhadap bisnis utama.

Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan jika bisnis sampingan ini dirasa kurang ideal. Pertama, perbaiki GRC agar lebih baik. Selain itu, ada juga yang melepaskan kepemilikan karena ingin fokus pada bisnis utama untuk menghindari risiko.

Pertimbangan tata kelola dan risiko juga sering digunakan untuk mengelola utang agar kinerja perusahaan tetap “cemerlang” di masa depan. Sebuah perusahaan publik (yang akan dikonfirmasi) bahkan tak segan-segan menjual sebagian sahamnya di rumah sakit agar bisa berkonsentrasi pada kegiatan utamanya yang sama sekali bukan di bidang kesehatan.

Namun, ada juga perusahaan yang melepas kepemilikan anak perusahaan karena dinilai sudah tidak menjanjikan lagi dalam menjawab tantangan masa depan.

Pemerintah Daerah DKI Jakarta, termasuk Pemerintah Daerah (Pemda), sangat ketat menerapkan GRC pada perusahaan-perusahaan yang berada di bawahnya (BUMD). Tujuannya, selain bisa menunjang rencana yang akan dilaksanakan, mereka juga bisa mandiri dalam menghasilkan pendapatan seperti halnya perusahaan pada umumnya.

Salah satu contohnya adalah pengelolaan Jakarta International Stadium (JIS) di Jakarta Utara. BUMD pengelola kawasan ini tentunya harus mampu menjaga keberlangsungan stadion yang dibangun senilai Rp 4,5 miliar tersebut, melalui penyelenggaraan berbagai acara olahraga dan hiburan.

Pemkab DKI Jakarta dan BUMD yang berada di bawah tanggung jawabnya terus membenahi infrastruktur JIS agar menjadi stadion bertaraf internasional. Perbaikan tersebut mulai dari akses pengunjung, transportasi, parkir dan berbagai fasilitas lainnya terus ditingkatkan agar stadion ini mirip dengan stadion di luar negeri.

Inilah sebabnya mengapa penerapan GRC, yaitu praktik manajemen, risiko dan kepatuhan dalam pelaksanaan kegiatan, merupakan prinsip-prinsip yang tidak dapat dinegosiasikan demi keberlanjutan fasilitas dalam jangka panjang.

Keberadaan Jakarta sebagai kota bisnis setelah tidak lagi menjadi ibu kota menjadikan penerapan GRC baik oleh pemerintah maupun badan usaha menjadi sangat penting terutama dalam menjawab berbagai tantangan yang akan dihadapi ke depan.

Dengan manajemen dan perencanaan risiko yang baik, organisasi dapat dengan cepat beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapi. Melalui GRC sendiri, unit-unit bisnis yang ada di dalamnya siap melakukan perubahan di masa depan.

Sebagai contoh kebijakan pertanian perkotaan Jakarta, meski masih berskala kecil, kebijakan yang dihadirkan Pemerintah Kabupaten DKI di Jakarta memang merupakan suatu keharusan untuk menghadapi perubahan iklim dan krisis pangan global.

Melalui GRC, tidak ada kata terlambat untuk melakukan perubahan. Perubahan yang dilakukan harus dilindungi untuk memastikan bahwa sumber daya selalu tersedia. Artinya, perusahaan tidak hanya mementingkan kepentingan sendiri, namun juga peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar untuk memberikan dukungan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours