Psikolog berikan kiat membatasi diri dalam mengikuti tren hiburan

Estimated read time 2 min read

Jakarta (ANTARA) – Psikolog pendidikan sekaligus dosen Fakultas Psikologi Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Adhissa Qonita, M.Psi., menawarkan sederet tips agar masyarakat bisa membatasi diri untuk mengikuti tren hiburan, seperti menonton konser. , pergi berlibur dan berbelanja online.

Di penghujung tahun, aktivitas hiburan di Indonesia semakin meningkat, mulai dari konser, promosi liburan, dan lainnya. Namun sebelum mengambil keputusan untuk melakukan aktivitas menyenangkan di atas, Adhissa berpesan agar kita memikirkan kembali pentingnya melakukan hal tersebut.

“Tidak harus FOMO (Fear of Missing Out), konteksnya bagaimana kita menahan diri, secara umum kita bisa melihat diri kita sendiri sebelum menyelesaikan dan menyelesaikan sesuatu,” kata Adhissa saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin malam.

Menurutnya, penting bagi seseorang untuk berpikir sejenak dan mempertimbangkan untung ruginya suatu kegiatan yang menyenangkan sebelum memulainya (apalagi yang hanya sekedar iseng saja). Jangan lupa untuk memeriksa anggaran dan ketersediaan energi Anda sebelum memulai aktivitas menyenangkan apa pun.

“Kalau dipikir-pikir, tergantung masing-masing orang, tapi tidak harus sehari, sebenarnya hanya beberapa menit saja kita bisa lihat untung ruginya, luangkan waktu dulu,” ujarnya.

“Apakah secara finansial akan kita penuhi (kalau dipakai untuk kegiatan hiburan), kalau ya uangnya akan digunakan untuk keperluan lain atau tidak,” lanjutnya.

Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa terkadang sulit menentukan prioritas setiap orang karena tidak semua orang memiliki prioritas yang sama. Selama Anda tidak terlalu mengikuti tren, aktivitas menyenangkan boleh saja.

“Penting untuk tidak terjebak pada tren, tapi lihat juga ekonomi dan energi,” kata Adhissa.

Ia menambahkan: “Jadi kembalilah ke diri sendiri. Periksa kembali apa yang baik dan apa yang buruk (dari kegiatan menyenangkan ini), kami pasti akan berhenti melakukannya jika akhirnya menjadi terlalu buruk.”

Misalnya menonton konser. Belakangan ini banyak sekali konser artis lokal maupun mancanegara yang digelar di Indonesia, dan banyak masyarakat yang mengikuti kegiatan tersebut.

Alih-alih menikmati konser, banyak dari mereka yang memaksakan diri dan akhirnya hanya mengikuti tren. Oleh karena itu, jangan lupa untuk mencermati pro dan kontra dari aktivitas menyenangkan tersebut agar tidak terjebak dalam fenomena FOMO yang berlebihan.

“Mengukur diri itu wajib, kita harus melihat dua sisi, mana yang menguntungkan atau merugikan kita,” ujarnya.

“Kalau kita merasa masih bermanfaat, mungkin itu bukan FOMO, itu suatu kebutuhan,” kata Adhissa mengakhiri panggilan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours