Keberlanjutan Pembinaan Mantan Kelompok JI Kunci Keberhasilan Program Deradikalisasi

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Kelompok teroris Jemaah Islamiyah (JI) mengumumkan pembubarannya dan berjanji kembali ke negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 30 Juni 2024. Janji tersebut disampaikan oleh tokoh senior dan mantan emir JI Abu Rusydan. 16 pejabat dan pengelola asrama Islam, termasuk pimpinan tertinggi JI Bara Vijayanto.

Pengawas terorisme Nur Huda Ismail menjelaskan, pembubaran kelompok JI tidak meniadakan upaya terus-menerus pemerintah Indonesia membina mantan anggotanya. Sekalipun kelompok tersebut dinyatakan dibubarkan, pertumbuhan mantan narapidana atau anggota jaringan ekstremis dan teroris patut menjadi perhatian.

“JI secara organisasi bisa dikatakan sudah dibubarkan. Namun dari segi pemikiran, para eks anggota JI harus memahami bahwa mereka masih memerlukan pembinaan dan pengendalian jangka panjang. Komitmen mereka (kepada NKRI) harus tetap ada. .Jakarta, Senin (15/7) Nur Huda mengatakan, pembinaan eks anggota JI adalah tugas seluruh pengambil kebijakan “menjalankan itikad baik mereka dengan setia kepada NKRI”.

Pendiri Peace Prasad Foundation ini yakin pemerintah Indonesia bisa bergerak cepat untuk mendekriminalisasi mantan anggota kelompok teroris, termasuk JI. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kurangnya pembinaan bagi mantan anggota sehingga mereka yang mempunyai keinginan untuk pindah agama tidak kembali ke perkumpulan lama.

“Jika tidak segera ada tindak lanjut untuk merangkul eks anggota kelompok ekstremis, saya khawatir eks anggota JIS akan kecewa karena janji setia kepada NKRI atau JI di sana akan berubah setelah dibubarkan. bimbingan dari pemerintah,” imbuhnya.

Keberlanjutan kepemimpinan resmi pemerintah Indonesia akan memperkuat komitmen para mantan anggota JI, dan menjamin pembubaran JI, bukan sekadar siasat pengurus JI untuk mengalihkan perhatian dan benar-benar bergerak di bawah permukaan.

Terkait kedekatan kelompok JI dengan doktrin membenarkan kekerasan untuk mencapai tujuannya, Noor Huda menilai cara kerja JA lebih halus dibandingkan kelompok seperti JAD atau JAT. Teori JI terkini berasumsi bahwa Indonesia bukanlah negara dan bukan zona konflik sehingga dianggap bukan target yang cocok bagi Amalia.

Sejauh ini saya melihat Partai Jamaah tidak menganut paham Takfiri yang ekstrim seperti kelompok JAT (Jamaah Ansharud Daulah). Mereka (Jamaah Islamia/JI) sangat moderat dalam gerakannya. Kalau mereka melakukan kekerasan, hanya kelompok JI yang melakukannya. Di wilayah konflik, Noor Huda mengatakan: “Lebih khusus lagi, JI hanya akan terlibat dalam konflik (jihad global) di luar negeri.”

Dalam wawancara dengan beberapa mantan anggota JI, Noor Huda menemukan beberapa di antara mereka memiliki interpretasi baru terhadap jihad. Artinya pemikiran mereka sangat dinamis dan terbuka terhadap ide-ide baru.

Menurutnya, pihak-pihak yang setia kepada NKRI hendaknya diajak berdialog dan berdiskusi secara berkala untuk memperkuat perubahan positif dari ideologi radikal menjadi cinta NKRI. Tentu saja proses perubahan ideologi ini akan berjalan baik jika program pemekaran terus dilakukan.

Banyak mantan anggota kelompok teroris yang ditangkap sebelumnya menyatakan kesetiaannya kepada NKRI dan mengikrarkan kesetiaannya dengan mencium bendera merah putih. Hal ini terjadi sebelum kelompok JI mengumumkan pembubarannya.

Pembubaran JI beserta pernyataan emir dan anggotanya seolah memenuhi harapan Indonesia atas keberhasilan semua pihak dalam menanggulangi ekstremisme dan terorisme.

Sebagai aktivis, Noor Huda menilai janji tersebut hanyalah permulaan. Yang lebih penting lagi adalah cara pembuktian sumpah yang diucapkan. Demonstrasi ini memerlukan perjuangan jangka panjang menghadapi banyak tantangan.

Selain gejolak internal akibat perubahan ideologi, jelasnya, sebuah janji dapat mempertanyakan komitmennya terhadap NKRI oleh pihak lain yang tidak sepenuhnya memahami status mantan anggota ekstremis tersebut. jaringan teroris.

“Salah satu tantangan terberat mereka adalah ketika mereka keluar dari penjara dan kecewa dengan lingkungannya, sekaligus tergoda dengan kelompok lamanya, maka mereka sangat rentan untuk termotivasi untuk kembali bergabung dengan jaringan lamanya. Sekali lagi komitmen ini memerlukan bukti multi-stakeholder,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours