Kolaborasi Multi Pihak Jadi Kunci Tercapainya SDGs

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Kerja sama berbagai pihak diperlukan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Dampak nyata dari dukungan pendanaan global untuk SDGs seharusnya lebih penting daripada manfaat ekonominya.

Hal tersebut disampaikan oleh Chief Executive Officer Tanoto Foundation, Benny Lee, pada Sesi Tematik High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnership (HLF-MSP) 2024 di Bali, Minggu (15/9/2024).

Baca juga: Tanoto Foundation persiapkan pemimpin masa depan melalui TSG 2024

Dalam Sesi Tematik: Memperkuat efektivitas pendanaan SDG: Komitmen yang lebih kuat, Benny mengumumkan bahwa Tanoto Foundation berkomitmen untuk memberikan dukungan finansial yang berdampak pada pembangunan berkelanjutan.

“Dengan waktu kurang dari enam tahun hingga tahun 2030, pencapaian SDGs memerlukan pendekatan multifaset untuk mendorong percepatan di tingkat lokal sekaligus menyadari kebutuhan untuk mengatasi kesenjangan antara pendanaan SDG dan efektivitas program,” jelasnya.

Baca Juga: Kemenkes-Tanoto Foundation Kembangkan Modul Pembelajaran Digital Kader Posyandu

Untuk itu, Tanoto Foundation menjalin beberapa program kerja sama. Program tersebut antara lain adalah PASTI (Kemitraan Untuk Mempercepat Penurunan Angka Stunting di Indonesia) yang diberdayakan untuk mempercepat penurunan angka stunting di Indonesia. Program ini sejalan dengan tujuan pemerintah untuk mengurangi penyebaran kejahatan remaja.

Melalui program ini, Yayasan Tanoto tidak bekerja sendiri melainkan berkolaborasi dengan banyak pihak seperti BKKBN, USAID, Amman Minerals, BCA, Bakti Barito, Wahana Visi Indonesia. Kemitraan ini memberikan pendanaan untuk mendukung pelaksanaan program BKKBN selama empat tahun, dimulai pada tahun 2022.

Sebagai fasilitator, Tanoto Foundation memobilisasi dukungan finansial dan mengawasi rancangan program, pemilihan kawasan, dan pemantauan untuk memastikan dampak penuh.

Selain PASTI, Tanoto Foundation juga mendirikan SDG Academy Indonesia yang menekankan pentingnya peningkatan kapasitas internal dan eksternal. Bekerja sama dengan UNDP dan Bappenas, program ini memberikan pelatihan kepada lebih dari 15.000 orang dan memberikan sertifikasi kepada 400 pemimpin sejalan dengan SDGs.

“Untuk mendukung pencapaian SDGs, aktor dan pihak terkait harus memiliki kapasitas untuk mencapainya. “Selain itu, SDGs juga perlu disesuaikan dengan situasi lokal atau kebutuhan spesifik negara peserta,” ujarnya.

Oleh karena itu, perlu adanya lokalisasi SDGs. Melalui SDG Academy Indonesia, kami berupaya meningkatkan kapasitas dan menyebarkan praktik-praktik baik di kalangan aktor non-pemerintah dan menerapkannya sesuai kebutuhan dan kondisi Indonesia, kata Benny.

Benny juga menambahkan, kerjasama tidak hanya soal pendanaan, namun juga melibatkan kerjasama pengetahuan dan keterampilan masing-masing. “Berbagai kerjasama telah dirintis dengan berbagai pihak, tidak hanya untuk menghimpun sumber daya, namun juga untuk saling berbagi pengalaman, pengetahuan, dan jaringan yang tentunya akan saling melengkapi dalam mencapai tujuan kerjasama”, tutup Benny.

Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Li Junhua menyatakan bahwa SDGs belum berjalan sesuai rencana. Saat ini, kata dia, sekitar 600 juta orang masih hidup dalam kemiskinan di dunia, sementara 50 persen perempuan tidak memiliki akses terhadap bantuan keuangan.

Menurutnya, komitmen keuangan global saat ini mungkin tidak sejalan dengan prinsip SDG. “Ada upaya untuk menyelaraskannya. “Kita harus berhasil, bersama-sama, melalui perubahan menyeluruh,” kata Junhua.

Ia menjelaskan, pendanaan baru harus fokus pada dampak nyata di negara berkembang. “Tidak hanya di bidang lingkungan hidup, pembangunan berkelanjutan juga menjadi bagian dari politik banyak pihak, kedua belah pihak.

“Selain itu, kami mendorong kerja sama antar negara Selatan-Selatan untuk memastikan aliran uang yang efektif,” jelasnya.

Salah satu panelis lainnya, Sekretaris Nasional Pembangunan Ekuador, Sariva Moya, menyatakan bahwa sejak tahun 2015 pendanaan dunia semakin meningkat. Namun, tidak semua pendanaan membuahkan hasil nyata.

Ia juga menekankan perlunya pendekatan komprehensif untuk mengatasi berbagai permasalahan pembiayaan, seperti standar umum dan kerja sama dengan banyak negara.

“Masalah pembiayaan baru tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri, melainkan melalui kerja sama dan rasa saling percaya,” tegasnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours