Sisi Positif dan Negatif Boneka Monster Labubu, Awas Terjebak Siklus Konsumerisme

Estimated read time 3 min read

Jakarta adalah boneka hasil karya seniman Labubu Kasing Lung. Ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2015 sebagai edisi terbatas.

Namun PopMart melihat potensi komersial dari mainan ini dan mulai diproduksi massal sebagai mainan koleksi pada tahun 2019.

Popularitas Labubu semakin menanjak setelah Lisa BLACKPINK memamerkannya di media sosial. Sejak saat itu, karakter berpenampilan unik ini menjadi salah satu ikon Pop Mart dan banyak dicari oleh para kolektor di seluruh dunia.

Namun, ada sisi lain di balik popularitasnya. Apakah mainan itu hanya untuk dikoleksi atau ada sisi tersembunyinya?

Seperti diketahui, boneka Labubu menjadi viral karena tren Tik Tok dan menjadi gantungan kunci tas Blackpink milik Lisa. Melihat hal tersebut, para penggemar Lisa pun langsung berburu untuk membeli boneka tersebut agar tidak ketinggalan tren.

Boneka labubu lebih dari sekedar mainan, tapi telah menjadi fenomena budaya yang menarik. Bagi para kolektor, labubu mempunyai sisi positif, yaitu sebuah karya seni yang dapat dinikmati keindahannya. Mengoleksi boneka bukan sekedar mengoleksi benda mati. Di balik penampilannya yang megah, proses pengumpulan dan perawatan Labobo dapat menjadi metode terapi yang efektif untuk mengurangi stres dan meningkatkan mood.

Komunitas penggemar juga memperkaya pengalaman mengoleksi. Selain itu, kisah Labubu menciptakan komunitas yang kuat. Para penggemar dapat berbagi pengalaman, informasi, bahkan berkolaborasi untuk menciptakan karya seni yang terinspirasi dari karakter-karakter tersebut.

Sebaliknya virus boneka labubu sangat banyak dikonsumsi. Popularitas boneka Labubu di platform media sosial menyebabkan tren konsumsi yang tidak terkendali. Fitur kotak buta membuat setiap pembelian menjadi kejutan, mendorong lebih banyak orang untuk membeli lebih banyak.

Keinginan Labubu untuk memiliki dan menampilkan seluruh serialnya di media sosial menciptakan persaingan sosial. Akibatnya, banyak orang yang terjerumus ke dalam lingkaran setan konsumsi, mengabaikan kebutuhan-kebutuhan mereka yang lebih penting, dan seringkali merasa tidak puas.

Banyak orang yang ingin antri dan ribut karena Pop Mart tidak memiliki item Labubu untuk mendapatkan mainan mungil ini.

Logikanya, banyak orang membeli barang seperti labubu bukan karena membutuhkannya, melainkan karena ingin menunjukkan status sosialnya.

Fenomena Labubu bukan sekadar mengikuti tren, tapi juga mencerminkan bahwa konsumerisme adalah bagian dari identitas sosial kita. Harganya yang mahal menjadikan labbu sebagai simbol eksklusivitas yang dimaksudkan untuk memuaskan keinginan sebagian orang untuk diakui dan dikagumi dalam ranah sosial.

Boneka Labubu dengan segala keindahannya telah menjadi bagian dari budaya populer. Namun, di balik keindahannya, kita perlu mengetahui aspek negatif dari konsumsi berlebihan. Mari jadikan hobi kita untuk berkomunikasi dan bersosialisasi tanpa melupakan nilai-nilai penting dalam hidup.

Inilah Kelebihan dan Kekurangan Mainan Labubu: Review Kalangan Kolektor dan Konsumen. Semoga ini bermanfaat!

MG/Inda Farahainnisa

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours