Kenaikan Cukai Rokok 50% Bikin Negara Boncos Rp5,7 Triliun

Estimated read time 3 min read

JAKARTA – Kajian yang dilakukan Departemen Ekonomi dan Bisnis Pusat Pengkajian Kebijakan Ekonomi (PPAK) Universitas Brusia menemukan, kenaikan tarif cukai justru mendorong tumbuhnya rokok ilegal. Hasil kajian PPKE juga menunjukkan adanya hubungan antara elastisitas harga dengan permintaan rokok.

Direktur PPKE FEB UB Profesor Dr. Rokok golongan 1 memiliki elastisitas harga yang negatif sehingga lebih sensitif terhadap perubahan harga dibandingkan konsumen rokok golongan 2 dan 3, kata Kendra Fajri Anand. Hasil analisis ini sejalan dengan perkembangan industri hasil tembakau (IHT). )

Penurunan produksi paling tinggi terjadi pada kelompok 1 sehingga berdampak pada penurunan penerimaan cukai hasil tembakau (CHT), jelasnya dalam focus group Discussion.

Ketika tarif cukai naik dan harga rokok Golongan 1 (rokok mahal) naik, konsumen yang sensitif terhadap harga mungkin mulai beralih ke rokok Golongan 2 dan 3 atau rokok Golongan yang lebih murah, yang tarif cukainya lebih rendah.

“Sebenarnya tidak ada konsumsi rokok secara total, yang ada hanya pergeseran konsumen dari produk mahal ke produk lebih murah,” imbuhnya.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kebijakan kenaikan tarif cukai telah mencapai puncaknya dalam beberapa tahun terakhir, sehingga kenaikan pajak yang lebih tinggi tidak efektif dalam mengurangi konsumsi rokok. Akibatnya konsumen beralih ke rokok ilegal atau produk dengan harga lebih murah. Pilihan tersebut tak hanya mengurangi jumlah produksi rokok legal, namun juga berpotensi menurunkan penerimaan negara dari CHT.

Rokok ilegal terus merajalela di Indonesia seiring dengan naiknya harga rokok. Meskipun pemerintah telah meningkatkan tindakan keras terhadap rokok ilegal, statistik menunjukkan bahwa ketika harga rokok meningkat, jumlah rokok ilegal di pasaran juga meningkat.

Pada tahun 2023, hasil survei PPKE FEB UB mengungkapkan bahwa lebih dari 40% konsumen rokok membeli rokok biasa tanpa pita cukai. Lebih lanjut, simulasi yang dilakukan PPKE menunjukkan bahwa kenaikan tarif cukai dari 0% menjadi 50% dapat meningkatkan prevalensi rokok ilegal sebesar 6,8% menjadi 11,6%.

Hasil simulasi menunjukkan potensi kerugian CHT akibat promosi rokok ilegal bervariasi dari Rp 4,03 triliun ketika tarif cukai dinaikkan tanpa kenaikan tarif cukai (0%), ketika cukai dinaikkan menjadi Rp 5,76 triliun. 50%

Perlu diketahui, angka-angka tersebut menunjukkan bahwa upaya pemerintah dalam mengawasi dan menindak rokok ilegal masih terus dilakukan.

“Ini indikasi kebijakan cukai yang terlalu ketat dapat mengganggu peredaran rokok ilegal dan merugikan negara,” ujarnya.

PPKE FEB merekomendasikan tiga hal utama kepada pemerintah UB. Pertama, kenaikan tarif cukai untuk menjaga kelangsungan IHT dan mencegah meningkatnya penjualan rokok ilegal. Kedua, jika tujuannya adalah untuk mencapai keseimbangan antar pilar kebijakan IHT, maka tarif cukai sebesar 4 – 5% (dari tarif yang berlaku saat ini) merupakan tarif cukai yang direkomendasikan yang dapat diterapkan untuk mencapai keseimbangan pendapatan negara. dan keberlanjutan IHT

Profesor tersebut mengatakan, dengan kondisi tersebut, penerimaan negara dari CHT sangat tinggi dan risiko peningkatan rokok ilegal lebih kecil. Dr.Kendra Fitzree

Ketiga, mendorong pemerintah untuk terus melakukan upaya penindakan terhadap peredaran rokok ilegal dan menyesuaikan harga rokok sesuai daya beli masyarakat.

Menanggapi temuan kajian PPKE FEB UB, Sekretaris Jenderal Gabungan Produsen Rokok Indonesia (GAPPRI) Petrus Reo mengatakan, tarif cukai rokok tahunan yang lebih dari 10 persen akan mendorong masyarakat beralih ke rokok yang lebih murah Rokok ilegal khususnya pada golongan 2 dan 3

GAPPRI telah merekomendasikan tidak ada kenaikan Tarif Cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) antara tahun 2025-2027 dan tidak ada kenaikan PPN untuk menopang proses pemulihan industri dan menjaga daya beli masyarakat. Dia mengatakan rokok ilegal untuk menekan propagandanya.

Sementara itu, Kepala Kantor Wilayah DJBC Jawa Timur I Antung Basuki mengatakan, rokok ilegal saat ini banyak merajalela di wilayah Makassar, Lampang, dan Kalimantan. Diakui Antung Basuki, penindakan terhadap rokok ilegal memang meningkat, namun perlu strategi berbeda tergantung sektor produksi dan distribusinya.

Tantangan pemerintah saat ini adalah semakin sulitnya pengawasan terhadap rokok ilegal. Sebab, peredarannya saat ini tidak menggunakan cara tradisional melainkan menggunakan jalur logistik yang kompleks seperti e-commerce, kata Inting Basuki.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours