Peneliti Ungkap Penyebab Penjualan Mobil Cenderung Stagnan di Masa Pemerintahan Jokowi

Estimated read time 3 min read

dlbrw.com, JAKARTA – Hasil riset Lembaga Penelitian Ekonomi dan Sosial Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM FEB UI menunjukkan stagnannya pasar mobil baru setidaknya disebabkan oleh dua faktor. : Misalnya saja kenaikan harga mobil dan keadaan pendapatan per kapita.

Oleh karena itu, kesimpulannya jelas, pertama, pendapatan per kapita tidak meningkat secara signifikan, hanya meningkat tiga persen dalam sepuluh tahun terakhir, harga mobil juga meningkat 5-6 persen dibandingkan inflasi, kita inflasi sekarang menjadi empat. persen, kata peneliti senior LPEM FEB UI Riyanto di Jakarta, Selasa malam (9/7).

Ryanto menjelaskan, penjualan mobil erat kaitannya dengan faktor ekonomi seperti harga mobil, suku bunga pinjaman, nilai tukar, harga bahan bakar, dan persediaan mobil. Namun faktor yang paling mempengaruhi penjualan mobil adalah harga mobil dan pendapatan per kapita.

Hal ini hanya berdasarkan penelitian yang dilakukan LPEM FEB UI bekerja sama dengan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), dimana penjualan mobil masih stagnan sejak tahun 2013. Tahun lalu, pada tahun 2012, volume perdagangan meningkat signifikan. , bahkan hampir menjual satu juta mobil.

Ia mengatakan, “Pada era Jokowi, penjualan mobil turun hanya 5,6 persen karena pendapatan per kapita lebih tinggi dibandingkan harga mobil. Selain itu, struktur perekonomian Indonesia bergantung pada belanja pemerintah dan pendapatan masyarakat.” konsumsi”.

LPEM UI, kata dia, melaporkan pendapatan per kapita tumbuh rata-rata per tahun hanya 3,65 persen pada tahun 2013 hingga 2022. Namun pada periode tersebut, pertumbuhan penjualan mobil mengalami penurunan rata-rata 1,64 persen per tahun. Selain itu, antara tahun 2000 dan 2013, pendapatan per kapita meningkat rata-rata 28,26 persen per tahun, dan penjualan mobil meningkat sebesar 21,23 persen per tahun.

Meningkatnya penjualan mobil bekas khususnya di Pulau Jawa juga berdampak pada peningkatan penjualan mobil baru. Pada tahun 2022, sekitar 65 persen pembeli mobil di Pulau Jawa akan memilih mobil bekas, salah satunya karena selisih harga antara mobil baru dan bekas.

Ketika harga mobil baru meningkat dan pendapatan per kapita meningkat secara tidak proporsional, mobil bekas menjadi pilihan bagi mereka yang menginginkan kendaraan dengan harga terjangkau. Pilihannya adalah pendapatannya tidak bertambah banyak, harga mobil barunya naik terlalu tinggi, dan akhirnya pilihannya adalah mobil tua, kata Rianto.

Katanya, “Juga sepuluh tahun terakhir, pembeli di pasar mobil bekas tidak lagi membeli ikan dalam karung. Sekarang sudah diketahui cacatnya, sudah terjamin. Jadi relatif terbuka,” ujarnya.

Menurut Ryanto, merosotnya penjualan mobil baru bisa diatasi dengan menggunakan strategi jangka panjang dan jangka pendek.

Dalam jangka panjang, pendapatan per kapita dapat ditingkatkan melalui reindustrialisasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

“Meningkatkan nilai tambah perekonomian dan reindustrialisasi dengan pertumbuhan ekonomi minimal 6 persen. Pangsa sektor manufaktur terhadap PDB per kapita akan mencapai 25 persen hingga 30 persen dengan kelas menengah atas. menuju kesejahteraan,” jelas Rianto.

Menurut dia, solusi jangka pendek yang bisa diterapkan untuk menghilangkan hambatan penjualan mobil antara lain dengan mengurangi komponen pajak pada harga kendaraan.

Komponen pajak saat ini sebesar 40 persen dari harga kendaraan off-road. Pajak yang lebih rendah dapat membuat harga mobil lebih terjangkau bagi pembeli.

Selain itu, keberhasilan keringanan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) dalam mendorong peningkatan penjualan mobil pada tahun 2021 merupakan contoh bagaimana kebijakan fiskal yang baik dapat mendorong pertumbuhan pasar.

Rianto juga mengungkapkan perlunya insentif finansial bagi masyarakat kelas menengah atas yang hampir mampu untuk membeli mobil baru, seperti insentif pajak untuk mobil ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) dan kendaraan 4×2 yang lebih rendah.

Selain itu, ia mengusulkan revitalisasi program mobil terjangkau pemerintah, serta mendorong efisiensi produksi mobil dan pemberian diskon pembelian mobil.

“Jadi, seberapa efisien produsen-produsen ini dalam berproduksi? Apakah bisa diberikan diskon? Show dan diskon itu benar-benar program promosi pemasaran,” tuturnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours