Mengukir pelita dalam gulita, secuplik kisah Dimas Ubaidillah

Estimated read time 5 min read

Solo, Jawa Tengah dlbrw.com – Para atlet Jawa Tengah Muhammad Dimas Ubaidillah memasuki kelas 5 SD, ia mulai merasakan ada yang tidak beres pada matanya.

Saat itu, Dimas belum bisa melihat dengan jelas. kabur Awalnya dia tidak menganggapnya terlalu serius. Namun, situasinya semakin memburuk.

Begitu mengetahui kondisi anaknya, ayah dan ibu Dimas langsung memeriksakan diri ke dokter. Semoga sakit mata Dimas normal.

Namun ternyata tidak demikian. Ibunya Anik Idayati mengatakan, dokter mendiagnosis anaknya menderita batu empedu. Penyakit mata yang menyerang saraf. Risiko sepenuhnya buta.

Tentu saja wanita yang berprofesi sebagai penjual pakaian itu kaget. Dia melakukan apa yang dokter katakan demi anaknya, termasuk operasi.

“Dokter mengoperasinya sebanyak 4 kali. Saat itu Dimas masih duduk di bangku SD, banyak pengobatan yang diberikan. Kami juga membawanya ke pengobatan alternatif. Dimas kami bawa kemana-mana untuk berobat,” kata Anik.

Sayangnya, tidak ada yang berhasil. Kesehatan mata Dimas terus memburuk dan ia menjadi buta total setelah kurang lebih dua tahun.

Anik sangat sedih melihat kondisi anaknya. Pikiran negatif perlahan melintas di benaknya yang kesal. Doa kepada Tuhan Yang Maha Esa dilakukan dengan tekun.

Sebagai seorang ibu, sulit baginya melihat Dimas tiba-tiba terjerumus ke dalam kegelapan. Belum lagi perbincangan, olok-olok itu akhirnya sampai ke ruang tamu mereka.

Anik berkata: “Saya bingung, apa yang akan terjadi pada anak saya? Apa jadinya jika dia tidak melihat?”

Dicapai

Dimas sendiri akan melanjutkan pendidikannya di sekolah biasa hingga SMA. Namun pihak sekolah menengah menyarankan Dimas untuk dipindahkan ke sekolah luar biasa (SLB) karena matanya buta dan tidak merespon.

Patah hati, Anik dan suaminya Mohammad Zuhri mengantar Dimas ke sekolah luar biasa (SLB) di Kendal.

Ternyata SLB antusias menyelenggarakan kompetisi olahraga. Para pelajar, termasuk Dimas, hadir. Ternyata, anak kelahiran 19 April 2003 ini bisa lebih cepat dari teman-temannya dalam lomba lari.

Sekolah juga mengikuti beberapa kompetisi. Bakatnya mulai ditemukan di sini. Baru 1,5 tahun di SLB, Dimas bersekolah di sekolah khusus olahraga difabel di Solo, Indonesia.

Pada tahun 2018, bakat Dimas terus diakui di sekolah yang ditugaskan oleh pemerintah tersebut. Apalagi, karena pendidikannya ditopang beasiswa, ia meringankan beban orang tuanya.

Anik menuturkan, “Alhamdulillah saya tidak pernah bayar uang sejak Dimas SMA. Semua dibiayai negara. Malah dia dapat uang jajan. Alhamdulillah.”

Dengan potensi yang dimilikinya, performa Dimas melesat pesat di bawah tim pelatih Komite Paralimpiade Nasional Indonesia (NPCI) Jawa Tengah. Seiring berjalannya waktu, ia menjadi remaja yang eksplosif di jalanan, terutama dalam sprint.

Sejak itu, Dimas menjadi inovator terkemuka di dunia olahraga lari disabilitas, sejak tahun 2018 ia berhasil meraih medali di ajang olahraga Paralimpiade tingkat tingkat nasional dan tingkat nasional.

Ia meraih satu medali emas pada Youth Asian Para Games 2021 di Bahrain, satu medali perunggu di National Petanque Games (PEPANAS) 2021, satu medali perak dan satu perunggu, serta 2 medali perak dan satu emas di ASEAN Para Games 2022. medali pada ASEAN Para Games 2023 tahun 2021. Pertandingan.

Baru-baru ini, pada Peparnas 2024 Solo, Dimas berhasil meraih 2 medali emas pada nomor lompat jauh T11 putra dan estafet 4×100 T11-T13 putra. T11 adalah klasifikasi untuk semua atlet tunanetra.

Sedangkan untuk lompat jauh, baru pertama kali dalam kariernya di dunia olahraga disabilitas Dimas tampil di ajang resmi sebesar itu.

Proses Dimas untuk mencapai semua prestasi tersebut tidaklah mudah. Pasalnya, Dimas tidak hanya puas dengan cara tampilnya saja, tapi juga harus paham banyak hal, misalnya harus berpasangan dengan pemandu yang mendampinginya di setiap pertandingan olahraga.

Dimas mengatakan, salah satu hal yang memotivasi dan memotivasi dirinya saat tampil adalah mengingat perkataan orang-orang yang pernah menghinanya bahkan mengolok-oloknya.

“Banyak orang yang menyakitiku karena mataku, lagipula aku tidak punya teman, tapi aku ingin membuktikannya dengan sukses, ketika aku mengingat kata-kata tidak menyenangkan itu, aku sebenarnya sangat antusias dan bersemangat, aku harus membuktikannya. Saya punya kemampuan untuk berprestasi dan sukses,” kata Dimas.

Dengan segala kesuksesannya saat ini, ia telah mendapatkan banyak penghargaan dari berbagai pihak. Hartanya bertambah. Meski demikian, Dimas tetap rendah hati.

Sebagian besar hasil jerih payahnya diberikan kepada orang tuanya yang tak kenal lelah memberikan dukungan. Salah satunya, ia membuat counter gadget untuk ayahnya yang sudah pensiun menjadi buruh pabrik di Kendal.

“Alhamdulillah atas pekerjaanmu, Ayah,” kata Dimas.

Jika berbicara soal Dimas, dulu dan sekarang, Anik Idayati selalu menjadi ibunya.

Saat ia dan suaminya sangat khawatir dengan masa depan anak mereka yang buta, ternyata Tuhan punya jawaban yang luar biasa.

“Orang tidak pernah tahu, sebenarnya Gusti Tuhan menjadikan Dimas sebagai anak yang mengangkat derajat orang tuanya, beliau membahagiakan kami, kami sebagai orang tua hanya bisa mendoakannya, tidak lebih, kami berharap Dimas semangat, rajin belajar dan selalu Latihan adalah milik seseorang, itu tergantung pada apa yang akan dia katakan.”

Bahkan, Anik mengungkapkan, putranya sudah berkali-kali mengunjungi klinik mata di Semarang, terutama saat ia merasa pusing dan tidak nyaman pada matanya.

Melihat hal tersebut, Anik mengaku, jauh di lubuk hatinya, ia masih berharap agar mata anaknya bisa pulih. Namun yang terpenting bagi dirinya dan keluarga adalah Dima selalu sehat dan mampu membangun karir di masa depan.

Jalan Dimas masih sangat panjang dan belum ada yang tahu bagaimana nasibnya ke depan.

Namun yang bisa dipastikan, selama proses tersebut ia dilindungi sepenuhnya atas doa orang tuanya.

Muhammad Dimas Ubaidillah mengukir pelita di kegelapannya dengan doa-doa tersebut. Sebuah lampu yang membawanya ke tujuannya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours