Sudah Berusia Sewindu, OJK Putar Otak Kembangkan Industri Penjaminan di Indonesia

Estimated read time 4 min read

dlbrw.com, JAKARTA – Industri garansi telah hadir di Indonesia selama delapan tahun, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Garansi. Selama setahun terakhir, industri garansi tumbuh positif, namun kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional masih rendah.

Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kontribusi industri penjaminan terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 2,6 persen pada tahun 2023. Angka tersebut masih rendah dibandingkan negara lain yang juga sedang mengembangkan penjaminan. industri.

Misalnya saja dibandingkan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, jumlah waran yang beredar masing-masing sebesar 3,4 persen dan 5,1 persen. Selain itu, dibandingkan juga dengan Jepang yang mencapai 7,3 persen dan Korea sebesar 7,4 persen.

Tercatat hingga Juni 2024, aset industri garansi mencapai Rp47,29 triliun atau tumbuh year-on-year atau year-on-year sebesar 8,01 persen. Dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 18,98 persen selama lima tahun terakhir total peserta industri asuransi mencakup 27,14 juta penjamin emisi.

Garansi luar biasa per Juni 2024 tercatat sebesar Rp415,57 triliun atau meningkat 15,79 persen year-on-year dengan leverage sebesar 22,26 kali.

Namun jumlah Rp47,29 triliun itu masih jauh dari harapan kita, yaitu kontribusi perusahaan surety terhadap industri surety, kata Direktur Jenderal Asuransi, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, saat peluncuran. peta jalan. . untuk pengembangan dan penguatan industri penjaminan 2024—2028 di Jakarta, Selasa (27/08/2024).

Ogi menjelaskan, industri garansi mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan kondisi perekonomian masyarakat. Khusus untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia.

Kehadiran industri penjaminan tidak lepas dari narasi sejarah bahwa sejak krisis keuangan tahun 1998 telah terjadi reformasi besar-besaran pada ekosistem sektor keuangan Indonesia. Salah satu hal yang didorong sejak saat itu adalah pertumbuhan untuk memungkinkan UKM menciptakan struktur ekonomi yang lebih adil.

Industri penjaminan merupakan salah satu yang berperan besar dalam perkembangan dan pertumbuhan UKM melalui diterbitkannya Undang-Undang Penjaminan Nomor 1 Tahun 2016.

“Dasar dari RUU ini adalah untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam membantu sektor UKM menghadapi salah satu kendalanya yaitu kendala pendanaan. Jadi delapan tahun sudah berlalu sejak undang-undang tersebut diterbitkan, namun industri penjaminan perlu dikembangkan lebih lanjut,” dia menjelaskan.

Setidaknya ada tiga peran perusahaan penjamin kecil dan menengah. Khususnya memberikan akses terhadap pembiayaan dengan meningkatkan minat UKM terhadap lembaga keuangan, meningkatkan akses dan informasi bagi UKM mengenai pinjaman atau pembiayaan, serta membangun kapasitas kredit dan manajemen risiko bagi UKM.

Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian, sektor UMKM diperkirakan mencapai lebih dari 64 juta unit usaha yang mayoritas merupakan usaha mikro. Jumlah tersebut tampaknya memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian nasional, baik dari segi lapangan kerja maupun PDB.

Sayangnya, masih banyak usaha kecil dan menengah yang kesulitan memperoleh dana atau pembiayaan, sehingga kegiatan usahanya terhenti. Mereka juga belum “melek” mengenai peran perusahaan penjaminan dalam kaitannya dengan perolehan bantuan kredit dan pembiayaan. Tercatat hingga tahun 2019, posisi kredit UMKM di perbankan masih berada pada kisaran 19-21 persen.

“Keterbatasan UMKM dalam mengakses sumber pembiayaan disebabkan oleh ketidakmampuan memberikan agunan seperti kendala keamanan dan administrasi dalam kegiatan usahanya, sehingga meskipun UMKM dinilai layak atau layak, namun belum bankable,” jelas Ogi. .

Dalam rangka mendukung pengembangan industri penjaminan sebagai bagian dari upaya mendukung usaha kecil dan menengah, maka OJK menerbitkan rencana pengembangan dan penguatan industri penjaminan periode 2024-2028 pada tahun kedelapan.

Hal ini penting antara lain untuk meningkatkan jumlah perusahaan penjaminan daerah. Sebab, kata Ogi, jumlah perusahaan penjaminan sejak terbitnya UU Nomor 1 Tahun 2016 masih jauh dari harapan karena jumlah perusahaan penjaminan hanya 18 dari 38 provinsi di Indonesia.

Kami berharap dengan peta jalan ini dapat menjadi upaya menjawab berbagai tantangan struktural. Antara lain, terbatasnya kapasitas permodalan, ekosistem industri yang belum lengkap, kepercayaan pasar dari lembaga keuangan, serta literasi sektor UKM terhadap keberadaan industri penjaminan.

“Menyadari kondisi dan tantangan yang ada serta didukung dengan lahirnya UU P2SK (pembangunan dan penguatan sektor keuangan), maka perlu adanya peta jalan pengembangan dan penguatan industri penjaminan,” jelasnya. .

Ada beberapa pilar utama kemajuan dalam industri garansi. Dan itulah fase penguatan pondasi pada tahun 2024-2025, kemudian fase konsolidasi dan momentum pada tahun 2026-2027. Dan fase terakhir adalah fase adaptasi dan pertumbuhan yang lebih sehat pada tahun 2028.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours