Industri plastik hilir minta perlindungan hadapi gempuran impor

Estimated read time 2 min read

Jakarta dlbrw.com – Pelaku hilir industri plastik mencari perlindungan kepada pemerintah agar mampu bersaing di pasar dalam negeri di tengah gencarnya impor produk jadi plastik dalam negeri.

Dalam diskusi di Jakarta, Kamis, Perwakilan Lintas Forum Asosiasi Industri Plastik Hilir Indonesia (FLAIPHI) Henry Chevalier mengatakan, kemampuan industri hulu dalam negeri dalam memasok bahan baku plastik belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan dalam negeri.

Dikatakannya, saat ini industri hulu baru memenuhi sekitar 60 persen kebutuhan bahan baku plastik lokal, sedangkan sisanya diimpor.

“Kalau impor, ada biaya lain seperti bea masuk. “Kalau kita impor dari Timur Tengah misalnya, bea masuknya bisa mencapai 15 persen,” ujarnya.

Menurut dia, tingginya bea masuk semakin membebani biaya produksi industri plastik dalam negeri. Akibat kondisi ini, produk dalam negeri dijual lebih mahal dibandingkan produk impor yang masuk ke Indonesia.

Sementara itu, negara-negara Asia Tenggara seperti Vietnam menawarkan tarif bea masuk bahan baku yang lebih rendah, yaitu 0-3%.

Kondisi ini memungkinkan mereka memproduksi dan mengekspor produk plastik dengan biaya lebih rendah, sehingga produk plastik impor dari negara-negara tersebut dapat masuk ke pasar Indonesia dengan harga lebih murah.

Kondisi ini membuat industri hilir dalam negeri sulit bersaing dengan industri hilir luar negeri. Pasalnya, biaya bahan baku yang mencapai 66,5 persen dari total biaya produksi menjadi faktor penentu harga jual produk jadi.

Upah pekerja di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya, sehingga industri dalam negeri lebih sulit bersaing.

Para pelaku industri hilir plastik berharap pemerintah dapat memberikan solusi atas permasalahan ini. Henry menyarankan agar pemerintah memberikan perlindungan kepada industri yang sedang naik daun, namun tidak melalui tarif impor.

Henry memperkirakan perlindungan yang diberikan pemerintah melalui tarif impor justru akan menyebabkan harga bahan baku plastik di dalam negeri naik dan produk jadi plastik Indonesia menjadi kurang kompetitif.

Sebagai solusinya, FLAIPHI menyarankan pemerintah untuk menerapkan kebijakan perpajakan yang lebih suportif, seperti keringanan pajak dunia usaha.

“Tidak apa-apa jika pemerintah memberikan perlindungan kepada industri hulu. Namun hal ini seharusnya tidak menjadi hambatan tarif, melainkan keringanan pajak. “Kalau ada hambatan tarif, tarif impor, kita mati di hilir,” ujarnya.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan hilir produk plastik Indonesia selalu defisit selama 10 tahun terakhir. Defisit neraca perdagangan hilir plastik Indonesia pada tahun 2023 mencapai US$1,7 miliar.

Ekspor plastik hilir Indonesia pada tahun 2023 mencapai US$1,49 miliar, sedangkan impor mencapai US$3,27 miliar. Negara asal impor produk hilir plastik adalah Tiongkok (51,9%), Jepang (8,16%), Malaysia (6,4%), Thailand (5,3%), Korea (4,3%) dan Singapura (4,2%).

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours