Sri Mulyani yakin deflasi beruntun bukan sinyal negatif

Estimated read time 3 min read

Jakarta dlbrw.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai deflasi yang terjadi selama lima bulan berturut-turut bukanlah pertanda negatif bagi perekonomian. Pasalnya, deflasi disebabkan oleh komponen harga yang berfluktuasi terkait bahan baku pangan (volatile food). Akibat deflasi pangan, harga pangan di pasar tetap stabil bahkan turun.

Deflasi lima bulan terakhir ini terutama disebabkan oleh turunnya harga pangan. Menurut saya ini merupakan perkembangan yang positif, terutama dari sisi daya beli masyarakat, kata Sri Mulyani di Kantor Kementerian Keuangan di Jakarta, Jumat. .

Lanjutnya, belanja masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah, didominasi oleh pembelian bahan pangan. Artinya, turunnya harga pangan di pasar justru dapat membantu masyarakat memperoleh bahan pangan yang lebih murah.

“Jadi deflasi selama lima bulan berturut-turut akibat gejolak harga ini kita harapkan akan menciptakan harga pangan yang stabil dan rendah, karena itu baik bagi konsumen Indonesia, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah, yang sebagian besar pengeluarannya adalah untuk pangan,” imbuhnya.

Di sisi lain, inflasi yang mendasarinya juga masih tetap di atas 2 persen, tepatnya sebesar 2,09 persen (y/y) pada bulan September, yang berarti sedikit meningkat dibandingkan bulan Agustus yang sebesar 2,02 persen. Komentar ini menunjukkan bahwa permintaan masih cukup tinggi.

Berbagai indikator tersebut juga membuat Sri Mulyani optimistis kebijakan fiskal akan mencapai sasaran yang tepat. Salah satu tugas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah penyaluran manfaat sosial (bansos) untuk menunjang perekonomian masyarakat, baik berupa beras, telur, maupun daging ayam. Bantuan sosial ini disalurkan terutama kepada kelompok miskin dan rentan.

“Jadi dalam hal ini kami menyikapinya secara positif. Utamanya dari sisi fiskal, kami menggunakan APBN untuk menstabilkan harga,” imbuhnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat perekonomian Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,12 persen (bulan/bulan/bulan) pada September 2024. Tren deflasi ini sudah berlangsung sejak Mei 2024, pada Mei deflasi sebesar 0,03 persen. , 0,08 persen pada bulan Juni, 0,18 persen pada bulan Juli, dan 0,03 persen pada bulan Agustus.

Namun, inflasi tahunan sebesar 1,84 persen (y/y) dan inflasi tahun kalender sebesar 0,74 persen (y/y).

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyatakan, data deflasi yang diterima BPS mengacu pada Indeks Harga Konsumen (IHK), dimana faktor yang mempengaruhi adalah biaya produksi dan kondisi pasokan.

Karena itu, BPS tidak mengaitkan data deflasi dengan dugaan penurunan daya beli masyarakat.

“Dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk menarik kesimpulan apakah ini merupakan tanda penurunan daya beli masyarakat. Karena daya beli tidak bisa dipantau hanya dari data inflasi atau deflasi saja, ujarnya.

Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan perekonomian nasional secara keseluruhan masih baik-baik saja meski tren deflasi terus berlanjut selama lima bulan berturut-turut.

Ia mencontohkan sejumlah indikator ekonomi yang menunjukkan pertumbuhan, seperti indeks kepercayaan konsumen (CII) dan cadangan devisa. Rupee juga berhasil didorong ke bawah Rp 16 ribu.

Menurut Airlangga, indikator-indikator tersebut menunjukkan perekonomian nasional terus berkinerja baik. Baca juga: Menurut Airlangga, perekonomian tetap baik meski tren deflasi terus berlanjut. Baca juga: Menurut Kementerian Koordinator Perekonomian, tren deflasi bukan karena melemahnya daya beli. Baca juga: BPS DKI: Harga cabai rawit dan cabai merah paling rendah dalam dua tahun terakhir

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours