7 Fakta Alex Kawilarang, Sosok Jenderal Tampan Pendiri Kopassus

Estimated read time 3 min read

Jakarta – Alex Kawilarang merupakan salah satu prajurit yang tak terpisahkan dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pasukan elit ini dikenal sebagai satuan paling terampil dan paling “berbahaya” di tentara Indonesia.

Pria bernama lengkap Alexander Evert Kawilarang ini merupakan perwira Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada masa Revolusi Nasional Indonesia dan mantan anggota KNIL. Ia lahir di Jatinegara, Jakarta, 23 Februari 1920. Karir militernya mengungkap banyak fakta menarik, mulai dari menyalahkan Soeharto hingga pembentukan Korps Baret Merah.

Fakta 7 tentang Alex Kawilarang1. Dari keluarga militer, ayah Alex Kawilarang, Alexander Hermanus Hermanus Kawilarang, adalah ketua KNIL. Orang tuanya berasal dari Remboken di Sulawesi Utara.

Pria suku Toulour ini merupakan sepupu Daan Mogot, direktur Akademi Militer Tangerang, yang tewas dalam Pertempuran Lengkong saat mencoba membubarkan tentara Jepang pada tahun 1946.

Pengalaman Pendidikan Eropa yang Luas Alex Kawilarang memulai pendidikan dasarnya di Europeesche Lagere (ELS). Setelah selesai ia melanjutkan ke Hoogere Burgerschool te Bandoeng.

Setelah lulus SMA, Kawilarang mengikuti jejak ayahnya dan pertama kali mendaftar menjadi tentara di Korps Pelatihan Perwira Cadangan KNIL (Corps Opleiding Reserve Officer, CORO) pada tahun 1940.

Ia kemudian bersekolah di Akademi Militer Kerajaan Kerajaan (Koninklijk Militaire Academie) di Bandung dan Garut, Jawa Barat pada tahun 1940 hingga 1942. Ia satu angkatan dengan AH Nasution dan TB Simatupang.

3. Penderitaan Jepang Pada masa pendudukan Jepang, masyarakat Manadon, Ambon, dan Indo sengaja ditangkap karena dekat dengan Belanda. Kawilarang berulang kali disiksa oleh tentara Jepang pada tahun 1943 dan 1944.

Kawilarang selamat namun lengan kanannya lumpuh seumur hidup dan meninggalkan banyak bekas luka. Pada tahun 1944, ayah Kawilarang diyakini meninggal saat menjadi tahanan kapal barang Jepang Junyo Maru.

4. Menempati jabatan strategis pasca revolusi nasional Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Alex Kawilarang mulai meraih jabatan sukses di tentara Indonesia. Mulai dari Kepala Staf Resimen Infantri 2, Bogor, Jawa Barat, hingga Komandan Resimen 2 / Surya Kankana pada tahun 1946.

Ia juga pernah menjabat sebagai Jenderal di Aceh dan Sumatera Utara serta diangkat menjadi Wakil Kepala Keamanan dengan pangkat Kolonel pada tahun 1949. Meski baru berusia 30 tahun, ia diangkat menjadi Komandan Pasukan Kedutaan pada tanggal 15 April 1950.

5. Meski menyalahkan Soeharto, hal itu terjadi saat Kawilarang menjabat Ketua TT VII / Indonesia Timur, Kawilarang baru saja melaporkan kepada Presiden Soekarno bahwa situasi di Makassar aman. Soekarno malah menyerahkan radio yang baru diterimanya yang mengabarkan KNIL Belanda telah mengambil alih Makassar.

Ternyata, tentara yang seharusnya membela Makassar malah kabur ke Lapangan Udara Mandai. Kawilarang menjadi sangat marah dan segera kembali ke Makassar.

Setibanya di bandara, ia langsung menginstruksikan Komandan Brigade Mataram, Letkol Soeharto. Dalam sebuah wawancara, Kawilarang membantah menyerang Soeharto namun mengaku harus mengajarinya suatu saat.

Sejarawan dan tokoh pemuda tahun 1945 Des Alwi mengatakan, tindakan Kawilarang terhadap Soeharto berarti tidak mendapat pengampunan dari presiden Indonesia lainnya. Sehingga hingga Kawilarang meninggal, Soeharto tidak pernah berbicara dengan mantan bosnya tersebut.

6. Pembentukan Kopassus Pengalaman pertempuran di Maluku mendorong Kawilarang membentuk pasukan yang menjadi pemimpin Pemerintah Daerah Khusus (Kopassus). Namun konsep pasukan khusus tersebut diyakini adalah konsep Kawilarang dan Riyadi.

Pada tanggal 15 April 1952, Kawilarang mendirikan Markas Besar Tentara Darat Ketiga (Kesko TT) di Batujajar, Jawa Barat, saat menjadi Panglima TT III/Siliwangi. Dia lalu bertanya pada Moch. Idjon Djanbi, mantan Ketua KNIL untuk melatih pasukan.

7. Bergabung dengan Permesta Pada tahun 1958, ia mengundurkan diri sebagai jenderal di Amerika Serikat untuk bergabung dengan pemberontakan Permesta, di mana ia harus melawan tentara Kopassus yang ia dirikan sebelumnya.

Keikutsertaannya dalam Permesta mengakhiri karir militernya di TNI, namun ia tetap populer dan aktif di komunitas militer hingga usia lanjut.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours