Inisiatif Inklusif untuk Mengembangkan Akses Layanan Kesehatan di Sulawesi Selatan

Estimated read time 5 min read

Tidak selalu mudah bagi penyandang disabilitas di Sulawesi Selatan untuk mengikuti berbagai layanan kesehatan seperti vaksin Covid-19. Banyaknya lokasi dan acara vaksinasi yang tidak ramah terhadap penyandang disabilitas, sehingga menimbulkan tantangan tersendiri. Hal ini ditegaskan Joga Indar Deva, Ketua Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) Sulawesi Selatan, yang seperti banyak penyandang disabilitas lainnya di Sulsel, harus memikirkan matang-matang berbagai faktor sebelum mengikuti program vaksinasi.

Untungnya, selama kampanye vaksinasi, pemerintah Sulawesi Selatan mendapat dukungan dari Indonesia Australia Health Security Partnership (AIHSP) untuk mulai menguji strategi kombinasi vaksinasi. Vaksinasi dilakukan di lima kabupaten di Sulsel yakni Maros, Pinrang, Enrekang, Bone dan Gowa.

Tujuan dari proyek ini adalah untuk meningkatkan akses vaksin Covid-19 bagi masyarakat yang membutuhkan, terutama penyandang disabilitas dan lansia. Model ini melibatkan penyandang disabilitas di setiap tahap proses, dengan menyediakan kebutuhan khusus mereka.

“Kami terlibat sejak awal, mulai dari pemilihan lokasi hingga keamanan,” kata Yoga dalam wawancara telepon pada akhir Agustus 2024.

Yoga menjelaskan, penyandang disabilitas seringkali kesulitan mengakses institusi. Misalnya di Sulawesi Selatan, banyak tempat yang bangunannya dibangun dengan banyak tangga sehingga menyulitkan penyandang disabilitas untuk mengaksesnya. Yoga merekomendasikan untuk memilih lokasi vaksinasi dengan langkah yang lebih sedikit dan hambatan seperti saluran air yang lebih sedikit.

Penyandang disabilitas sedang menjalani vaksinasi Covid-19 di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.

Selama imunisasi yang disponsori AIHSP, hambatan-hambatan tersebut dipertimbangkan dan diatasi sebagai bagian dari perencanaan acara.

Relawan memandu penyandang disabilitas, membantu mereka keluar dari mobil dengan selamat menuju pusat vaksinasi. Relawan juga membantu mencari tempat berlindung dan menghindari bahaya seperti selokan untuk memastikan proyek berjalan lancar.

“Teman-teman saya bilang, mereka sudah tidak bingung lagi mau vaksin dimana. Sebelumnya mereka tidak tahu harus berbuat apa dan kapan giliran mereka. Dengan adanya instruksi yang diberikan, mereka merasa nyaman. Tidak seberbahaya itu. diiklankan,” kenang Yoga.

Hal senada juga diungkapkan Faluphy Mahmud, Ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Sulawesi Selatan. Pak Falupy Mahmud alias Lutfi adalah mantan Ketua Persatuan Disabilitas Enrekang (IDE) saat vaksinasi Covid-19 beberapa tahun lalu.

Bagi penyandang disabilitas di Enrekang, wilayah pegunungan di Sulawesi Selatan, tantangannya berbeda. “Menggerakkan partisipasi dalam program vaksinasi itu sulit sehingga perlu pendekatan berbeda,” ujarnya.

Lutfi menjelaskan, letak Enrekang dan bangunan-bangunan tua yang dibangun membuat penyandang disabilitas sulit beraktivitas sehingga sulit mencari pusat vaksinasi.

Sebelum AIHSP mulai mendukung program imunisasi, acara imunisasi sering diadakan di tempat-tempat seperti kantor desa atau gedung pemerintah yang sulit dijangkau oleh penyandang disabilitas.

“Akibatnya sangat sulit bagi banyak teman saya yang memiliki keterbatasan fisik. Namun dengan adanya program AIHSP, akses terhadap vaksin menjadi lebih baik bagi mereka, kata Lutfi.

Ia meyakini pelibatan penyandang disabilitas dalam perencanaan kegiatan vaksinasi merupakan salah satu bagian dari upaya menjadikan kegiatan vaksinasi lebih inklusif. Karena penyandang disabilitas mempunyai kebutuhan khusus yang hanya mereka yang dapat memahaminya sepenuhnya, partisipasi aktif sejak awal akan memastikan bahwa kebutuhan ini terpenuhi dan tantangan dapat diatasi. Sebagai ketua IDE saat itu, Lutfi berkecimpung di dunia pendidikan tinggi. Pelatihan ini tidak hanya diberikan kepada staf, namun juga kepada penyedia layanan kesehatan dan pekerja Puskesmas.

Penyandang disabilitas telah menjadi bagian besar dalam uji coba vaksin sejak AIHSP mulai mendukung program tersebut, katanya. “Dulu upaya pemberian vaksinasi tidak terfokus pada penyandang disabilitas sehingga banyak yang tertinggal,” ujarnya.

Ketika pemerintah menyerukan partisipasinya dengan bantuan AIHSP, Lutfi mengatakan bahwa pada awalnya mereka fokus pada peningkatan kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang prinsip-prinsip disabilitas.

“Dulu pemerintah kurang paham, bahkan menggunakan kata-kata lama seperti ‘cacat’ yang sering kita dengar. .

Ia juga mengatakan, pada saat vaksinasi, penyandang disabilitas memerlukan peralatan khusus seperti kursi roda atau alat angkut. Dalam kasus seperti ini, mungkin yang terbaik bagi profesional kesehatan untuk mengunjungi mereka justru karena sirkulasi yang buruk. “Melakukan kunjungan door to door ini penting karena sebagian teman saya tidak bisa keluar rumah dengan mudah, apalagi yang tinggal di daerah kumuh.

Yang tidak kalah pentingnya adalah upaya AIHSP dalam mendorong komunikasi efektif dengan para penyandang disabilitas. Lutfi mencontohkan, teman-temannya yang tunanetra atau tuli sulit mendapatkan informasi karena sebagian besar masyarakatnya bukan penyandang disabilitas. Akibatnya, misinformasi, terutama berita palsu, sangat sering terjadi di kalangan penyandang disabilitas sehingga menghambat mereka untuk mengikuti program vaksinasi.

“Salah satu program AIHSP yang paling bermanfaat adalah membantu kami berkomunikasi lebih baik dengan mitra kami dalam menciptakan pengalaman,” katanya.

Menariknya, proyek vaksin ini juga melatih penyandang disabilitas untuk menciptakan produk terkait Covid-19 yang disesuaikan dengan kebutuhannya.

Petugas vaksinasi Covid-19 mendatangi rumah warga di Kabupaten Maros untuk melaksanakan vaksinasi guna memastikan kehadiran.

“Dokumen ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan kami. Mereka membuat konten dengan penutup mata atau telinga tertutup. Konten ini harus dipahami bahkan dengan keterbatasan ini. Kalau tidak, sebaiknya dia mengulanginya,” jelasnya gembira.

Dengan begitu, mereka bisa mendapatkan informasi yang tepat agar penelitian vaksin bisa berjalan. Melihat manfaatnya yang besar, Pak Lutfi berharap pemerintah dapat menggunakan cara ini dalam semua programnya, khususnya program kesehatan.

“Harus ada tindakan cepat dan bermakna dari para penyandang disabilitas,” tegas Lutfi.

Diakuinya, AIHSP telah membantunya dan rekan-rekannya untuk lebih tumbuh dan berkembang.

Banyak cara yang dibentuk, termasuk forum bagi penyandang disabilitas. Kalau ini terus berlanjut akan sangat bermanfaat, ”ujarnya.

Pendekatan inklusi penyandang disabilitas inilah yang membuat Pemerintah Sulawesi Selatan merevisi peraturan perundang-undangan mengenai penyandang disabilitas, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 2016. 5. Dengan partisipasi berbagai pemangku kepentingan, termasuk penyandang disabilitas, undang-undang ini direvisi dan dikembangkan. Rencana Aksi Daerah (RAD) Penyandang Disabilitas Tahun 2023-2026.

RAD menciptakan sistem terpadu di semua bidang, termasuk ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan dan layanan sosial, sekaligus mendorong proses legislatif untuk melindungi hak-hak penyandang disabilitas.

Ini merupakan langkah besar bagi pemerintah daerah dan kabar baik bagi Lutfi, Yogi dan banyak penyandang disabilitas lainnya di Sulawesi Selatan.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours