Kisah SBY, dari Penulis Pidato Jenderal hingga Menjadi Pemimpin Tertinggi TNI

Estimated read time 3 min read

Karir militer Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berakhir pada tahun 1998-1999 dengan pangkat Letnan Jenderal sebagai Kepala Staf Teritorial ABRI, meskipun ditawari jabatan Kepala Staf Angkatan Darat, namun tidak menerimanya.

Foto antik Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bersama mendiang Ibu Annie Yudhoyono. Foto/Instagram @presidentyudhoyonoalbum

Namun siapa sangka masa itu menjadikan lulusan akademi militer terkemuka tahun 1973 (Akmal) ini menjadi Panglima TNI.

Tentu saja mengejutkan banyak orang bahwa SBY tidak pernah mengalami kemajuan dalam karirnya di TNI. Harapannya menjadi KSAD berakhir ketika pada tahun 1999, Presiden KH Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) mengangkat Jenderal TNI Tasnu Sudartu sebagai pimpinan tertinggi angkatan darat.

Namun SBY akhirnya menjadi Kepala Staf TNI, termasuk Kapolri, saat menjabat Presiden RI dua periode, 2004–2009 dan 2009–2014.

Sebagai Presiden, SBY mempunyai kewenangan penuh terhadap Panglima TNI sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Perjalanan karir SBY di dunia militer sungguh menarik. Dikenal sebagai “jenderal di belakang meja”, SBY kerap diberi peran sebagai pemikir strategis di TNI.

Gelar perwira intelektual mengantarkan SBY menduduki berbagai jabatan penting, termasuk sebagai penulis pidato Kepala Staf TNI Angkatan Darat.

Almarhum istrinya, Annie Yudhoyono, pernah bercerita, pada paruh pertama tahun 1990-an, SBY diangkat menjadi koordinator staf ahli pelayanan informasi TNI Angkatan Darat. Pekerjaan ini membuat keluarganya pindah ke Jakarta dan menetap di Bixi.

“Salah satu tugas suami saya adalah menulis naskah pidato untuk Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal TNI Sudarajat dan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat Letjen Wismoyo Aresmandar,” kata Annie dalam otobiografinya, Annie Yudhoyono Kepak. . Sayap dari putri seorang prajurit.

Ani menambahkan, posisi tersebut membuat SBY dekat dengan Jenderal Eddy Sadrej dan Letjen Wismoyo. Tak lama kemudian, SBY dipromosikan menjadi Koordinator Staf Ahli KSAD sehingga semakin mempererat hubungan kerja keduanya.

Setelah lulus akademi militer di Magelang, SBY memulai pengabdiannya di Kostrad.

Sejak tahun 1974, sebagai komandan peleton Batalyon Infanteri Lintas Udara 330 Pesisir SBY, pada tahun 1976 mendapat kesempatan belajar di Amerika Serikat, termasuk Sekolah Lintas Udara dan US Army Rangers.

Sekembalinya ke Indonesia, SBY menduduki berbagai jabatan penting, khususnya di Kostrad. Puncak karirnya adalah saat menjabat sebagai Pingdam II/Survejia pada tahun 1996-1997, namun SBY kembali berkarier di belakang meja.

Panglima TNI Jenderal TNI Wiranto kemudian menyarankan agar SBY menjadi Kepala Staf Angkatan Darat pada tahun 1998-1999, Wiranto memutuskan SBY memiliki kematangan, pengalaman, dan keterampilan yang memadai untuk posisi tersebut. Namun Presiden Abd al-Rahman Wahid (Gus Dar) menolak usulan tersebut dan memilih Tasnu Sudertu sebagai KSAD.

SBY kemudian beralih dari militer ke politik ketika Gus Dover menawarinya jabatan Menteri Energi (Mentamben). Ini menandai berakhirnya karir militernya dan awal karir politiknya.

Kemudian sebagai warga sipil, SBY diangkat menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan oleh Presiden Megawati Sukarnoputri.

Momen penting bagi SBY adalah ketika MPR mengamandemen konstitusi sehingga membuka jalan bagi pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Pada tahun 2001, SBY mulai berpikir untuk terjun ke dunia politik praktis dan merencanakan kelahiran Partai Demokrat.

Pada 12 Agustus 2001, dalam rapat yang dipimpin SBY, ia menyatakan keinginannya untuk membentuk partai politiknya sendiri, yang kemudian menjadi Partai Demokrat.

SBY ditunjuk sebagai ketua umum partai tersebut. Selanjutnya pada pemilu presiden tahun 2004 yang digelar, SBY yang didampingi Yusuf Kala menjadi pemenang dan memasuki sejarah baru sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI ke-6.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours