Minuman Manis Dinilai Lebih Berisiko Sebabkan Diabetes Dibandingkan Nasi Putih

Estimated read time 2 min read

dlbrw.com, JAKARTA – Pernahkah Anda bertanya-tanya mengapa minuman manis begitu digemari? Rasa manisnya yang menyegarkan sungguh nikmat. Namun, minuman manis menimbulkan risiko kesehatan.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyoroti minuman manis memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2 dan obesitas serta berdampak langsung terhadap resistensi insulin dibandingkan nasi putih. “Minuman manis seperti soda atau teh kemasan banyak mengandung tambahan gula sehingga dengan cepat menaikkan kadar gula darah tanpa memberikan manfaat gizi,” kata Plt Ketua Harian YLKI Inda Sukmaningsih dalam siaran pers YLKI, Rabu (8/2024). 28).

Menurut Inda, penelitian menunjukkan minuman manis dan nasi putih bisa meningkatkan risiko diabetes, namun dengan cara yang berbeda. Konsumsi minuman manis secara teratur dikaitkan dengan obesitas dan diabetes tipe 2. Nasi putih, meskipun memiliki indeks glikemik tinggi, tidak mengandung tambahan gula dan menyediakan karbohidrat sebagai sumber energi, terutama bila dikonsumsi dalam porsi yang wajar.

“Namun untuk kesehatan, pilihan paling aman adalah mengurangi keduanya, mengganti minuman manis dengan air putih atau teh tanpa pemanis, dan mengganti nasi putih dengan karbohidrat sehat seperti nasi merah atau quinoa,” ujarnya.

YLKI percaya bahwa masyarakat Indonesia yang sehat memerlukan pendekatan holistik yang mencakup kebijakan fiskal seperti pajak cukai, peraturan yang ketat dan kampanye pendidikan massal. Bea Cukai Minuman Kemasan Manis (SBBD) tetap menjadi solusi efektif untuk mengubah kebiasaan konsumsi gula masyarakat.

“Bea cukai MBDK merupakan bagian integral dari upaya ini, yang diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia mengurangi konsumsi gula berlebihan dan mencegah wabah NCD (penyakit menular) di masa depan,” kata Inda.

YLKI menanggapi rencana aksi yang diusulkan oleh Gabungan Industri Makanan Indonesia (Hapmmi) yang mengusulkan pengendalian gula, garam, dan lemak (GGL) sebagai upaya jangka panjang.

Namun hal tersebut tetap dibarengi dengan kebijakan fiskal yang ketat untuk mengubah pola konsumsi. “Kontribusi minuman manis terhadap argumen umum konsumsi gula tidak mengurangi relevansi pengelolaan produk. Sebaliknya, pemberlakuan pajak cukai akan mendorong produsen untuk menyesuaikan jumlah gula dalam produknya,” ujarnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours