OJK: Perlambatan DPK dan kredit bank cerminkan membaiknya dunia usaha

Estimated read time 2 min read

Jakarta dlbrw.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai melambatnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) secara bulanan dibandingkan pertumbuhan kredit perbankan mencerminkan dunia usaha yang semakin membaik.

Direktur Utama Pengawasan Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa, menilai meski sama-sama melambat, namun perbandingan kedua aspek tersebut menunjukkan kebutuhan kredit usaha lebih besar dibandingkan kebutuhan menabung. uang. di bank.

OJK mencatat simpanan perbankan pada Agustus sebesar Rp8.650 triliun atau tumbuh melambat 0,42 persen (mtm) secara bulanan. Sedangkan kredit perbankan tercatat sebesar Rp7.508 triliun atau terkontraksi minus 0,09 persen.

“Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit mencerminkan kebutuhan ekspansi usaha yang lebih tinggi dibandingkan kebutuhan menabung yang berupaya mencerminkan normalisasi dunia usaha,” kata Dian.

Selain itu, dia menilai kinerja DPK bank pada Agustus 2024 hingga akhir tahun 2024 masih sesuai dengan target penghimpunan dana bank.

Dari sisi kredit, OJK mencatat pertumbuhan kredit perbankan secara tahunan sebesar 11,4 persen (yoy).

Pertumbuhan kredit pada Agustus 2024 melanjutkan pertumbuhan double digit sebesar 11,40 persen, pada Juli lalu masih tercatat hampir sama yaitu 12,40 persen menjadi Rp7.508 triliun, jelas Dian.

Pertumbuhan kredit pada bulan Agustus diikuti oleh rasio kredit bermasalah (NPL) sebesar 2,26 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan NPL bulan Juli yang tercatat sebesar 2,27 persen.

Dian menilai suku bunga kredit perbankan saat ini tidak terlalu sensitif terhadap perubahan suku bunga acuan (BI rate) Bank Indonesia. Sebab, bank juga harus mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk permintaan nasabah dan risiko kredit.

Ke depan, Dian memperkirakan penurunan suku bunga yang dilakukan The Fed akan lebih agresif dibandingkan BI rate sehingga bisa menarik lebih banyak aliran masuk modal asing ke perbankan Indonesia.

Selain itu, penurunan BI rate juga berdampak pada cost of money di pasar uang yang merupakan salah satu tempat perbankan memenuhi kebutuhan likuiditas, jelasnya.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours