Guru Besar: Pendapatan pajak 35 persen percepat pembangunan ekonomi

Estimated read time 3 min read

Jakarta dlbrw.com – Menurut Profesor Haula Rosdiana, Guru Besar Kebijakan Pajak Universitas Indonesia, Ekonom dan Mantan Menteri Perdagangan Sumitro Djojohadikusumo mengatakan, untuk mencapai pembangunan ekonomi pesat tanpa inflasi, penerimaan pajak memberikan 35 persen pendapatan nasional. membutuhkan

“Syaratnya tarif pajaknya masih rendah. Tahukah Anda Profesor Sumitro dalam bukunya tentang ekonomi pembangunan menyebutkan bahwa tarif pajak yang ideal adalah 35 persen, bayangkan ini masih jauh dari tingkat pengembalian yang ingin dicapai dalam Asta Cita, kata Haula di Jakarta. pada hari Selasa.

Hal tersebut disampaikan Haula Sumitro pada acara pemaparan dan diskusi buku Djojohadikusumo yang Menyatukan Pemikiran Kebijakan Pajak Transformatif.

Ekonom Profesor Sumitro yang merupakan ayah dari Presiden terpilih Prabowo Subianto mengatakan, 35 persen itu dibagi menjadi 15 persen untuk belanja administrasi atau konsumen dan 20 persen untuk pembentukan modal.

Sementara Visi dan Misi Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memiliki target rasio 23 persen pendapatan pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB).

“15 persen untuk pengelolaan operasional yaitu untuk pengeluaran sehari-hari dan sebagainya, dan 20 persen untuk tabungan, dimana untuk investasi, barulah pembangunan ekonomi dapat dilakukan dengan cepat tanpa perlu khawatir akan inflasi dan lain-lain. “ucap Haula.

Menurutnya, gagasan Profesor Sumitros sangat penting untuk kondisi saat ini, salah satunya terkait kebijakan perpajakan. Kebijakan perpajakan Sumitro menekankan pentingnya kebijakan pajak progresif untuk menghimpun pendapatan negara untuk digunakan bagi pembangunan ekonomi.

Kebijakan perpajakan pada hakikatnya adalah suatu proses pengambilan keputusan untuk menentukan dan mencapai tujuan pemerintah dengan menggunakan pajak sebagai instrumen rekayasa sosial, politik, dan ekonomi.

Pajak bukan sekadar undang-undang, namun merupakan hubungan yang paling erat antara negara dan rakyat, karena menjadi alat rekayasa sosial, politik, dan ekonomi.

Seiring dengan pembangunan ekonomi, terjadi pula proses perubahan struktural, yaitu perubahan struktur perekonomian masyarakat. Peran pembangunan ekonomi berkaitan dengan kontribusinya terhadap pendapatan nasional, serta posisi negara dalam hal kesempatan kerja dan lalu lintas pembayaran luar negeri.

“Pajak harus menjadi sumber pendapatan utama karena pajak adalah penghubung terdekat antara negara dan rakyat, ini menunjukkan betapa nyatanya perlindungan negara, sehingga Pak Sumitro pun berpendapat bahwa kemenangan cepat untuk mencapai hal tersebut adalah transformasi kelembagaan,” ujarnya dikatakan. dikatakan.

Sumitro percaya bahwa pajak adalah sumber pendanaan utama, dan seiring dengan meningkatnya kebutuhan negara, pemerintah harus segera mengambil tindakan dengan berupaya memperbaiki organisasi dan administrasinya. Hal ini dapat diartikan sebagai perbaikan organisasi dan manajemen atau dalam konteks saat ini transformasi institusi perpajakan dan pendapatan masyarakat.

Sumitro juga mengingatkan bahwa penolakan terhadap modernisasi kebijakan fiskal (tax policy) akan menimbulkan ketegangan sosial.

Prof. Soemitro Djojohadikusumo – Ekonom Indonesia, pernah menjabat Menteri Perdagangan dan Perindustrian pada Kabinet Natsir (1950-1951), Menteri Keuangan pada Kabinet Wilopo (1952-1953), dan Menteri Keuangan pada Kabinet Burhanuddin Harahap55 (1 -1951) . , Menteri Perdagangan pada Kabinet Pembangunan I (1968-1973) dan terakhir Menteri Riset pada Kabinet Pembangunan II (1973-1978).

Ekonom Indonesia ini memulai karirnya sebagai asisten perdana menteri, Sutan Sjahrir (1946), presiden Bank Indonesia Corporation (1947) dan kuasa usaha di KBRI Washington. (1950).

Soemitro yang lahir pada 29 Mei 1917 di Kebunen meninggal pada 9 Maret 2001 dalam usia 83 tahun.

Ayah Prabowo adalah anak dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) dan Ketua Dewan Pertimbangan Tinggi Sementara (DPAS) serta anggota Badan Pemeriksa Upaya Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI).

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours