Hobi Tidur dan Sering Ngantuk? Waspada Tanda Hipersomnia

Estimated read time 2 min read

dlbrw.com, JAKARTA – Lomba Tidur Nasional Jilid 1 yang digelar di Pos Blok pada Sabtu (17 Agustus 2024) menarik perhatian masyarakat Indonesia. Tidak hanya kompetisinya yang unik, masyarakat pun dibuat takjub karena para pesertanya, meski berkali-kali diinterupsi, tetap bisa tidur nyenyak. Pemenang Junior Dwi Setiawati juga menjuluki dirinya sebagai “Batu Alam” karena ia memiliki kecenderungan untuk tertidur dan bisa tertidur saat terjadi gempa.

Meski terkesan sepele, kondisi suka tidur ini mungkin saja ada kaitannya dengan gangguan tidur hipersomnia. Seperti dilansir Healthline, Senin (19/8/2024), hipersomnia adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami rasa kantuk berlebihan, terutama di siang hari. Mereka yang menderita hipersomnia juga mungkin tertidur di malam hari.

Jumlah tidur ideal bagi orang dewasa adalah tujuh hingga sembilan jam setiap malam. Namun, penderita hipersomnia mungkin tidur lebih dari 11 jam setiap malam dan masih merasa lelah dan tidak istirahat.

Hipersomnia juga dapat memengaruhi suasana hati dan kemampuan kognitif. Gejala umum termasuk mudah tersinggung; kegelisahan terus-menerus, kantuk atau kelelahan; nafsu makan yang buruk; mengurangi energi; kesulitan berpikir atau berbicara; kesulitan mengingat; dan merasa gelisah.

Selain kelelahan kronis dan kantuk, hipersomnia juga bisa mengganggu kehidupan sehari-hari. Penderita hipersomnia mengalami kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, hubungan pribadi, atau kewajiban sosial lainnya.

Seperti halnya insomnia, depresi juga bisa terjadi. Namun, penderita hipersomnia juga melaporkan sakit kepala, pusing, serta tangan dan kaki dingin.

Hipersomnia terbagi menjadi dua jenis. Pertama, hipersomnia primer mencakup kondisi seperti narkolepsi, hipersomnia idiopatik, dan sindrom Kleine-Levin. Kedua, hipersomnia sekunder adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh penyakit yang mendasari, penggunaan obat-obatan atau zat, atau sindrom tidur yang tidak memadai.

Akibatnya, solusi pengobatan untuk hipersomnia mungkin berbeda-beda. Langkah-langkah dasar mungkin termasuk menjaga jadwal tidur dan menghindari zat-zat seperti alkohol yang dapat mempengaruhi tidur dan fungsi kognitif.

Bagi penderita hipersomnia sekunder, tujuan utamanya adalah menghilangkan kondisi yang mendasarinya. Namun, orang dengan hipersomnia primer mungkin merasa lega dengan mengikuti rencana pengobatan yang sama seperti narkolepsi.

Meskipun hipersomnia tidak secara langsung dikaitkan dengan risiko kesehatan yang merugikan seperti hipertensi atau insomnia kronis pada diabetes, hal ini berpotensi melemahkan. Pasalnya, seseorang yang tidur terus-menerus memiliki gangguan kognitif yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

Dampaknya bisa dirasakan di banyak aspek kehidupan, mulai dari karier hingga hubungan pribadi. Kantuk kronis dapat meningkatkan risiko kecelakaan, seperti saat mengemudi, dan kemungkinan terpeleset dan jatuh.

 

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours