Peran Eks Menhan Amir Sjarifuddin Letuskan Tragedi Pemberontakan PKI di Madiun 1948

Estimated read time 2 min read

Pemberontakan Komunis Madiun (PKI) tidak lepas dari peran Musso dan Amir Sjarifuddin. Amir, mantan Menteri Pertahanan (Menhan), bertemu dengan anak buah Musso dan Soemarson yang berperang melawan sekutu di Pertempuran Surabaya.

Saat itu, kelompok PKI baru dalam perjalanan dari Kediri menuju Bojonegoro. Pemberontakan PKI di Madiun disebut-sebut diawali oleh tokoh-tokoh sayap kiri, sedangkan tokoh Politbiro menyebut hal itu merupakan alat politik Partai Komunis.

Menteri Pertahanan Amir Sjarifuddin membahas situasi di Madiun dengan Soemarson di Kediri. Di sana, Amir menanyakan perimbangan kekuasaan sebelum terjadinya pemberontakan Madiun pada 18 September 1948.

Amir Sjarifuddin juga memimpin Front Populer Rakyat (FDR), sebuah koalisi sayap kiri sebelum organisasi tersebut, antara PKI dan Partai Sosialis Indonesia, dan Pesindo.

Diadaptasi dari buku “Madiun Patriae? Kesaksian Soemarson, Pelaku Perjuangan”, aksi plagiarisme bermula di Kediri. Tentara tak dikenal itu sedang membawa kabur pimpinan serikat pekerja rumah tangga (Sebda) yang saat itu sedang dipukuli.

Tiga pemimpin mereka diculik dan hilang tanpa jejak. Di Kediri, Soemarson berurusan dengan Amir Sjarifuddin dan Musso. Bertemu Musso, Musso berangkat ke Bojonegoro.

Komunikasi antara Musso dan Soemarson masih terus berlanjut mengenai lokasi Madiun dan sekitarnya. Namun dalam perjalanannya Musso disuruh tidak kembali ke Bojonegoro. Dia membuat Madian kembali, tapi penyebabnya tidak diketahui.

Sesampainya di Midian terjadilah pertempuran, dan pertempuran ini berlangsung hingga pukul 05.30. Kekuatan tak dikenal menghadang eks Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang kini menjadi TNI.

Laskar Pesindo, menurut Soemarson, tidak secara langsung. Tapi karena di Madiun ada Batalyon Brigade 29 TNI dengan pimpinannya Kolonel Dachlan, itulah yang digunakan untuk menghentikan pertempuran.

Kecuali Kolonel Dachlan, Mayor Abdulrahman dan Mustofa adalah mantan Mayor Pesindo, dan Mayor Panjang Soemarson mantan PRI. Bekas tengkorak tersebut dikatakan telah dilucuti oleh tentara Indonesia, namun awalnya tidak jelas.

Ada lima korban pada malam hari dari dua sisi. Ada dua orang yang tewas, kata Soemarson dalam buku Patung Madiun.

Setelah itu Musso yang bernama Soemarson pergi ke rumahnya. Saat itu, Musso masih bertugas di Madiun, sebelum muncul isu yang lebih besar. Keributan Madiun pun membuat Panglima Sudirman terharu.

Maka ia memerintahkan Soeharto yang kini berpangkat letnan kolonel untuk berangkat ke Madian. Madiun, Panglima Jenderal Sudirman, mengunjungi beberapa penjara untuk melihat tentara mana yang berhasil ditindas selama pemberontakan TNI.

Namun setelah perang tak bersenjata, tidak ada seorang pun yang ditangkap, karena tujuan dan akhirnya hanyalah menghancurkan kekuatan berbahaya negara.

You May Also Like

More From Author

+ There are no comments

Add yours